Busyet! Gubernur Riau Bangun Monumen Mertua Rp 1,6 M

Busyet! Gubernur Riau Bangun Monumen Mertua Rp 1,6 M

- detikNews
Rabu, 15 Nov 2006 15:21 WIB
Pekanbaru - Sayang mertua tentu wajar-wajar saja, apalagi menghormati. Tapi kalau berencana membangun monumen untuk menghormati perjuangan mertua dengan kocek rakyat? Wah... wah... wah...!Duit yang bakal digelontorkan pun tak tanggung-tanggung mahalnya, yakni Rp 1,6 miliar! Rencana Gubernur Riau Rusli Zainal ini pun menuai protes.Yang protes pun bukan orang sembarangan, yakni wakilnya sendiri. Wakil Gubernur Riau Wan Abubakar menganggap proyek pembangunan monumen demokrasi yang dianggarkan APBD 2006 tersebut tidaklah begitu penting."Saya malah minta pembangunan monumen ini lebih baik dibatalkan saja. Alihkan dana rakyat itu untuk yang lebih berguna lagi. Lagipula monumen demokrasi yang disebut-sebut itu bukanlah demokrasi yang sebenarnya," cetus Wan yang ditemui wartawan di ruang kerjanya Jl Sudirman, Pekanbaru, Rabu (14/11/2006).Dituturkan dia, ide pembangunan monumen tersebut kabarnya untuk mengenang lahirnya demokrasi di Riau.Alkisah pada 2 September 1985 silam, Ismail Suko yang menjabat Sekretaris Dewan DPRD Riau terpilih menjadi gubernur Riau mengalahkan calon yang ditetapkan pemerintah pusat dari TNI, yakni Imam Munandar. Terpilihnya Ismail Suko yang notabene mertua Gubernur Riau Rusli Zainal ini ternyata mendapat hambatan dari pemerintah pusat.Lantas terjadi penekanan terhadap Golkar Riau. Pemerintah pusat kemudian menetapkan Imam Munandar sebagai gubernur, walau dewan tidak memilihnya. Sebagai bentuk kesepakatan politik, Ismail Suko dijadikan anggota DPR.Nah, peristiwa politik inilah yang dianggap sebagian kalangan lahirnya demokrasi di Riau. Lantas muncul ide membangun monumen untuk mengenang peristiwa 2 September 1985 itu."Ini saya rasa terlalu mengada-ngada. Demokrasi apa yang dibuat? Kalau benar menjalankan demokrasi, mestinya Ismail Suko jangan mau mundur jadi gubernur, dan dia harus siap dengan segala resiko," cetus Wan.Kalau ingin jujur, lanjut dia, peristiwa itu bukanlah lahirnya sejarah demokrasi di Riau yang sesungguhnya. Tapi itu bukti kuat di mana pemerintah pusat melalui Golkar sangat otoriter dalam menentukan politik di Indonesia.Peristiwa itu, menurut dia, dianggap lebih mengenai persoalan insidentil di kalangan anggota DPRD Riau zaman itu. Belum tentu semua pihak bisa menerima peristiwa itu sebagai lahirnya demokrasi. Karena untuk mengukir dan menentukan lahirnya demokrasi yang sesunggunya di Riau, idealnya mesti ada pengkajian yang mendalam."Yang jadi pertanyaan banyak pihak, mengapa monumen itu dibangun bukan di zaman gubernur Riau sebelumnya. Tapi kok monumen dibangun di saat menantunya jadi gubernur. Nanti malah masyarakat menilai monumen itu hanya lebih mengutamakan kepentingan keluarga saja, antara menantu dan mertua. Karena itu saya mengkritik, sebaiknya monumen dibatalkan saja, karena tak ada gunanya," tukas Wan.Monumen PahlawanCatatan detikcom, monumen demokrasi sebenarnya sudah pernah akan dibangun pada tahun 2004 silam. Namun waktu itu banyak tentangan dari tokoh masyarakat dan pengamat politik. Lantas proyek ini sempat mengendap selama dua tahun.Waktu itu masyarakat banyak mengkritik pembangunan monumen itu hanya bentuk pemaksaan sejarah. Proyek itu lebih mengutamakan persoalan antara menantu dan mertua.Sebab, Riau yang melahirkan dua pahlawan nasional, yakni Tuanku Tambusai dan Raja Siak, hingga saat ini tidak dibuatkan monumennya.Jadi lebih baik membuat monumen demokrasi atau monumen pahlawan nasional? Wan berpendapat, lebih bermanfaat membangun monumen pahlawan nasional. Karena secara nasional sudah diakui sebagai pahlawan dan tercatat dalam buku sejarah sebagai pahlawan bangsa yang memperjuangkan kemerdekaan."Yah, kalau dibandingkan dengan dua pahlawan nasional itu, Tuanku Tambusai dan Raja Siak, rasanya lebih cocok monumen mereka yang dibuat, ketimbang monumen demokrasi itu," pungkas Wan sembari tertawa. (cha/sss)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads