Kejaksaan Agung (Kejagung) kini tengah mengusut dugaan korupsi korporasi di PT Duta Palma Group terkait usaha perkebunan sawit. Wakil Ketua Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama (LPBH NU) Nur Kholis mengatakan langkah itu bisa memberikan efek jera karena akan ada pengembalian uang ke negara.
Hal ini disampaikan Nur Kholis saat menanggapi penetapan tersangka anak perusahaan Duta Palma, yang merupakan lanjutan dari kasus dugaan korupsi Surya Darmadi. Hal ini, katanya, memungkinkan negara untuk melakukan penyitaan aset.
"Saya setuju hukuman bagi koruptor itu salah satunya adalah mengambil asetnya hasil korupsi. Ini pasti akan menambah efek jera. Kan tujuan dari hukuman itu adalah untuk adanya efek jera," ujar Kholis, Sabtu (2/12/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mengatakan ada asumsi bahwa selama ini hukuman penjara bagi koruptor itu belum efektif. Untuk itu, dia menyebut tambahan hukuman seperti pengambilan aset hasil korupsi itu sudah tepat.
"Saya kira begini ya, secara alamiah orang itu pasti akan sangat takut kalau aset-asetnya diambil ya. Kira-kira gitu. Oleh karena itu, rasa takut itu yang mungkin dapat menimbulkan efek jera bagi calon-calon pelaku lain. Dan pengambilan aset itu kan memang harus. Karena itu kan sesuatu yang dimiliki seseorang secara ilegal," katanya.
Lebih lanjut aset yang diperoleh dari hasil korupsi itu memang seharusnya milik negara. Namun dia menyebut Kejagung tetap harus hati-hati dalam mengusut kasus ini.
"Oleh karena itu, tindakan Jaksa Agung untuk fokus juga kepada pengambilan aset ini sudah tepat, hanya saja mungkin perlu kehati-hatian," kata dia.
"Tapi tingkat kehati-kehatian itu sekarang ini bisa ditopang dengan kemajuan teknologi, kemudian juga semakin transparannya tata kelola keuangan negara dan perbankan, semuanya kan terlaporkan," tambahnya.
Untuk mendukung agar keuangan yang dikorupsi bisa dirampas kembali negara, menurutnya, masyarakat tentu harus ikut partisipasi aktif untuk melaporkan. Tetapi dia berharap pelaporannya harus bisa melindungi pelapor tersebut.
"Lembaga sebesar Kejagung itu dapat membangun mekanisme pelaporan yang dapat melindungi pelapor. Kedua, Jaksa Agung juga bisa membuka kanal-kanal yang langsung bisa diakses oleh masyarakat, baik di tingkat pusat, tingkat provinsi maupun di tingkat kabupaten," ujarnya.
"Jadi kalau dua hal itu dilakukan, saya kira partisipasi masyarakat pasti akan meningkat," pungkasnya.
Sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) mulai mengusut kasus dugaan korupsi korporasi PT Duta Palma Group terkait korupsi dalam kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit. Kejagung kini telah meningkatkan status penanganan perkara dari penyelidikan menjadi penyidikan.
"Tim penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) telah meningkatkan status dari penyelidikan ke penyidikan umum terhadap perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam kegiatan usaha perkebunan kelapa sawit yang dilakukan oleh PT Duta Palma Group di Kabupaten Indra Giri Hulu," kata Kapuspenkum Kejagung, Ketut Sumedana, Kamis (23/11).
Penyidikan tersebut dilakukan sebagaimana Surat Perintah Penyidikan Direktur Penyidikan Nomor: PRIN-61/F.2/Fd.2/11/2023 tanggal 03 November 2023. Saat ini tim penyidik telah melakukan pemeriksaan terhadap tujuh orang saksi, yakni RA, HS, BP, HH, FI, H, dan PM.
Diketahui, Kejagung telah menjerat Surya Darmadi dalam kasus korupsi perizinan perkebunan kelapa sawit PT Duta Palma Group di Kabupaten Indra Giri Hulu. Surya Darmadi telah selesai disidangkan, vonisnya telah berkekuatan hukum tetap (inkrah) di tingkat kasasi, yang dijatuhi pidana penjara 16 tahun dan pidana uang pengganti senilai Rp 2,2 triliun.
Ketut mengatakan penyidikan ini merupakan pengembangan baru dari kasus Surya Darmadi tersebut. Selanjutnya penyidik akan terus memeriksa sejumlah saksi untuk menemukan bukti terkait kasus.
(azh/dhn)