Kisah Abah Didin, 'Pendaur Ulang' Stigma Anak Jalanan

Sosok

Kisah Abah Didin, 'Pendaur Ulang' Stigma Anak Jalanan

Azkia Rahmadini - detikNews
Senin, 27 Nov 2023 07:05 WIB
Jakarta -

Penampilan Dindin Komarudin (51) tak banyak berbeda dibanding pria lain seusianya. Namun di balik matanya, ada gambaran lain tentang caranya melihat anak jalanan. Sebutannya sebagai 'Abah' oleh mereka, tidak serta-merta diperolehnya.

Ia menyadari, pandangan masyarakat terhadap anak jalanan jauh dari kata baik. Dunia yang dekat dengan kriminalitas dan ketidakteraturan membuat mereka memiliki cap buruk di lingkungan. Tetapi, tinggal seatap dan hidup dekat dengan dunia mereka sejak tahun 2000 membuat Didin memiliki perspektif lain. Selain memiliki hidup 'merdeka'; tak banyak pikiran dan selalu bahagia, Didin menyebut bahwa mereka memiliki potensi yang bisa dikembangkan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Tapi di sisi lain juga kita mulai berpikir juga ini sebetulnya teman-teman ini potensinya banyak banget loh. Itu jadi pemikiran saya bahwa nggak boleh nih masyarakat ini menstigma negatif anak-anak jalanan. Karena waktu itu kita tuh di jalanan tuh dianggapnya tuh sampah gitu lah gitu ya. (Mereka) disepelekan dan lain-lain," jelas Dindin di program Sosok detikcom.

Dindin berharap bisa mematahkan stigma negatif anak-anak jalanan di mata masyarakat. Berbekal semangat tersebut, Dindin mendirikan rumah singgah sendiri. Berpengalaman membuat kerajinan di masa sekolah, Dindin mengajarkan cara membuat berbagai karya dari barang-barang bekas pada anak-anak didik di rumah singgahnya.

ADVERTISEMENT

Arah perjalanan rumah singgah pun berubah dengan ditemukannya sebuah buku dari tempat sampah. Pustaka tentang daur ulang sampah yang ditemukan seorang anak jalanan menjadi pusaka yang menghidupkan rumah singgah itu. Didin dan para anak didiknya membedah berbagai potensi yang bisa membuat ilmu di dalam buku menjadi nyata dan berguna.

"Sampai akhirnya kita ada anak, salah satu anak itu nemu tentang buku daur ulang.
Itu bukunya juga udah lecek, udah ya maklum dari sampah. Itu kita pelajari, kita pelajari, kita baca, kita praktekkan. Dan salah satu bahan bakunya kan pelepah pisang, eceng gondok, alang-alang yang banyak terdapat di sini. Nah akhirnya mulai dari situ kita hampir tiap hari itu selalu nyari itu. Pelepah pisang, eceng gondok, alang-alang. Untuk dijadikan bahan baku tadi," kenang Dindin.

Lagi-lagi, stigma menjadi kendala utama. Masyarakat setempat masih melihat sebelah mata pada kegiatan yang dilakukan Dindin dan anak-anak didiknya. Meski demikian, Didin tetap agar keberadaan mereka tidak dilihat sebagai ancaman oleh warga. Apapun caranya.

Pada 2008, Dindin pun mendirikan Yayasan Kumala. Ia mengubah format komunitas menjadi yayasan, agar lebih diakui secara hukum. Selain itu, langkah ini juga menjadi cambuk semangat bagi Dindin dan anak-anak didiknya untuk mematahkan stigma tentang anak jalanan.

"Itu jadi pemikiran saya bahwa nggak boleh nih masyarakat ini menilai atau menstigma negatif anak-anak jalanan. mereka tuh punya potensi yang sangat besar sebetulnya. Cuma bagaimana orang-orang memberikan trust, memberikan kesempatan kepada mereka untuk membuktikan potensi mereka tuh sebetulnya sangat besar, sangat positif sekali bagi lingkungan sekitar kita." jelas Dindin

Proses setelahnya tentu tidak mudah, beberapa anak-anak jalanan yang merasa belum betah di Yayasan Kumala sering kembali ke jalan, bahkan ada juga yang sampai terlibat hukum. Tapi Abah Dindin tetap membuka lebar pintu bagi siapapun yang ingin kembali datang ke Yayasan Kumala.

Meski tak mengingat jumlah pastinya, Dindin mengaku sudah ada ribuan anak yang ia didik sejak tahun 2000-an. Lebih dari dua puluh tahun lamanya, Dindin melihat anak-anak jalanan didikannya meneruskan kehidupan yang lebih baik. Beberapa di antaranya menetap di Yayasan Kumala dan menjadi pengurus tetap. Sebagian lagi berkarier di tempat-tempat lain sembari membawa ilmu dari sang Abah.

Sejalan dengan usia Yayasan Kumala yang terus menua, begitu pula usia sang pendiri. Dindin berharap perjuangannya mematahkan stigma anak jalanan tak berhenti saat ia tiada. Ia menitipkan Yayasan Kumala pada anak-anak didiknya, berharap suatu saat nanti dunia akan tak begitu kejam kepada mereka yang di jalanan.

(azk/nel)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads