Eksekusi Putusan Kerap Terkendala, Hakim Agung Haswandi Usulkan Hal Ini

Eksekusi Putusan Kerap Terkendala, Hakim Agung Haswandi Usulkan Hal Ini

Dhani Irawan - detikNews
Minggu, 26 Nov 2023 23:58 WIB
Gedung Mahkamah Agung, Jakarta
Foto: Ari Saputra/detikcom
Jakarta -

Pelaksanaan eksekusi putusan yang berkekuatan hukum tetap atau inkrah kerap terkendala berbagai hal. Menyikapi itu, hakim agung Haswandi mengusulkan adanya unit khusus di Mahkamah Agung (MA) dan pengadilan di bawahnya memiliki unit khusus yang bisa meminimalisasi hambatan itu.

Dalam keterangannya, Minggu (26/11/2023), Haswandi mengutarakan hal ini dalam pengukuhannya sebagai Guru Besar Universitas Islam Sultan Agung. Dia mencontohkan pada tahun 2020 hanya 923 dari 2.896 permohonan eksekusi di peradilan umum yang berhasil dieksekusi.

Di tahun berikutnya, 2021, ada 3.372 permohonan eksekusi tetapi yang berhasil dieksekusi hanya 1.376. Lalu pada 2022, hanya 2.109 dari 3.926 yang berhasil dieksekusi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Data ini mengindikasikan bahwa pelaksanaan eksekusi masih belum mencapai tingkat optimal yang diharapkan. Kesadaran masyarakat terhadap pelaksanaan eksekusi putusan pengadilan, terutama dalam perkara perdata masih kurang," kata Haswandi.

Menurut Haswandi, MA dan peradilan di bawahnya sampai saat ini tidak memiliki petugas keamanan khusus. Selama ini untuk pengamanan sidang hingga pelaksanaan eksekusi, MA dan peradilan di bawahnya disebut Haswandi mengandalkan institusi kepolisian.

ADVERTISEMENT

"Oleh karena itu, diperlukan suatu unit kepolisian yang bertugas khusus untuk kepentingan lembaga peradilan yang disebut dengan police justice," ungkapnya.

Terlebih untuk urusan eksekusi yang menurut Haswandi kerap terhambat karena pihak yang kalah tetep bersikeras menolak putusan yang inkrah. Dengan adanya satuan khusus itu, Haswandi berharap MA dan peradilan di bawahnya terbantu.

"Jika pihak tersebut menolak melaksanakan putusan, pengadilan dapat meminta bantuan kepada pihak berwenang. Eksekusi pada umumnya terkait dengan putusan pengadilan yang bersifat penghukuman atau Condemnatoir, dimana putusan tersebut memuat sanksi atau penghukuman kepada pihak yang kalah di persidangan," ujarnya.

Salah satu advokat senior, Juniver Girsang, menilai gagasan Haswandi sangat tepat. Sebab menurutnya eksekusi merupakan sesi akhir bagi masyarakat yang mencari keadilan hukum.

"Karena permasalahan di dalam pelaksanaan putusan sebagai wujud akhir masyarakat mencari keadilan, selalu menjadi hambatan dalam pelandaan eksekusi, yang membuat masyarakat pencari keadialan merasakan tidak ada kepastian hukum," kata Juniver, Ketua Umum Peradi SAI.

Sementara Guru Besar Hukum Universitas Tarumanagara Gunawan Widjaja mengatakan memang masalah eksekusi ini selalu menjadi kendala. Menurut dia, kendala eksekusi tidak hanya putusan perdata yang berkekuatan hukum tetap, tapi juga meliputi eksekusi putusan Tata Usaha Negara (TUN).

"Masalah eksekusi memang selalu jadi kendala. Tidak hanya putusan perdata yang berkekuatan hukum tetap, masalah sama juga meliputi hal eksekusi putusan TUN. Kalau eksekusi putusan pidana memang sudah ada kejaksaan yang bertindak," kata Gunawan.

Hanya saja, Gunawan menyarankan untuk pelaksanaan eksekusi soal keperdataan sebaiknya kolaborasi dengan instansi pemerintah terkait. "Misal, kalau tanah dengan BPN, penggusuran dengan Polisi, untuk masalah keuangan dengan BI atau OJK. Demikian juga untuk TUN misalnya dengan BAKN, atau kepegawaian," ujarnya.

(dhn/dhn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads