Langit mendung menggelayut di atas Gedung Merah Putih, kontras dengan raut semringah sekelompok orang di halaman markas pemberantasan korupsi itu. Beramai-ramai mereka merayakan syukur, membawa tumpeng, bahkan sampai bercukur gundul oleh sebab Ketua KPK Firli Bahuri menjadi seorang tersangka.
Hari ini, Kamis, 23 November 2023, para pesohor yang dulu pernah mengomando KPK berseri-seri di halaman gedung berkelir Merah Putih itu. Sebutlah Abraham Samad, Bambang Widjojanto, hingga Novel Baswedan dan banyak lainnya.
"Karena sekarang bukan cicak versus buaya," kata Samad yang bahkan ikut menggunduli kepalanya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Memang Apa Itu Cicak Vs Buaya?
Sejak didirikan pada 2002, serangan-serangan ke KPK selalu terjadi sampai pimpinannya dijerat sebagai tersangka oleh aparat penegak hukum lain. Salah satu perseteruan yang terjadi adalah KPK dengan Polri yang kemudian melahirkan istilah 'Cicak Vs Buaya.
Kini, ketika Firli Bahuri sebagai Ketua KPK ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya, tak ada istilah itu muncul. Sentimen publik bahkan berbalik karena memang KPK di bawah kepemimpinan Firli Bahuri ini tak henti-henti diwarnai kontroversi. Kelakuan Firli Bahuri, yang berulang kali dilaporkan atas dugaan pelanggaran etik, hampir selalu mentah di Dewan Pengawas (Dewas) KPK.
Ini tentu berbeda dengan pimpinan-pimpinan KPK terdahulu. Tengoklah ada Antasari Azhar, Chandra M Hamzah, Bibit Samad Rianto, Abraham Samad, hingga Bambang Widjojanto, yang pernah dijerat sebagai tersangka oleh aparat penegak hukum lain. Perhatikan dukungan-dukungan yang mengalir dari masyarakat. Beda sekali dengan yang terjadi saat ini.
Ambil contoh Antasari Azhar, yang menjadi Ketua KPK pada 2007 dan tiba-tiba dijerat sebagai tersangka perkara pembunuhan Nasrudin. Dukungan moral dari publik muncul untuk Antasari sebab mereka tak percaya Antasari dalang pembunuhan.
Bibit-Chandra
Ada pula ketika 2 pimpinan KPK pada 2009, yaitu Chandra M Hamzah dan Bibit Samad Rianto, yang menjadi tersangka pemerasan dan penyalahgunaan wewenang. Dua pekan setelah Bibit dan Chandra ditahan polisi, presiden saat itu, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), sampai angkat bicara. Menurut SBY, ada sejumlah permasalahan di ketiga lembaga penegak hukum saat itu, yakni Polri, Kejaksaan Agung, dan KPK.
"Oleh karena itu, solusi dan opsi lain yang lebih baik, yang dapat ditempuh adalah pihak kepolisian dan kejaksaan tidak membawa kasus ini ke pengadilan dengan tetap mempertimbangkan azas keadilan, namun perlu segera dilakukan tindakan-tindakan korektif dan perbaikan terhadap ketiga lembaga penting itu, yaitu Polri, Kejaksaan Agung, dan KPK," kata SBY saat memberikan pidato terkait kasus cicak versus buaya pada 23 November 2009 di Istana Negara.
Baca juga: Serangan Balik Koruptor dan Pelemahan KPK |
Bibit-Chandra terus mendapatkan dukungan publik. Bahkan, saking banyaknya dukungan itu, mereka sempat dipindahkan ke Rutan Brimob Kepala Dua Depok. Dukungan terhadap Bibit S Rianto dan Chandra M Hamzah tidak hanya terjadi di dunia nyata. Di dunia maya, dukungan terhadap 2 pimpinan KPK nonaktif itu juga terus bergulir.
![]() |
Sebuah akun grup situs jejaring sosial Facebook yang mendukung Bibit dan Chandra tiba-tiba muncul. Grup itu menamakan diri sebagai 'Gerakan 1.000.000 Facebookers Dukung Chandra Hamzah & Bibit Samad Rianto'.
Bambang Widjojanto-Abraham Samad
Daftar pimpinan KPK yang pernah menjadi tersangka bertambah saat Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto menjadi tersangka pada 23 Januari 2015.
Ia menjadi tersangka sebelas hari setelah KPK menetapkan Komjen Budi sebagai tersangka kasus korupsi. Dia menjadi tersangka terkait kasus pemilukada di MK yang tengah ditangani Polri.
Lima jam setelah penangkapan Bambang Widjajanto, Presiden Joko Widodo memanggil Ketua KPK dan Wakapolri. Tiga jam kemudian, Jokowi memberikan pernyataan singkat.
"Saya meminta kepada institusi Polri dan KPK memastikan bahwa proses hukum yang ada harus objektif dan sesuai dengan aturan Undang-undang," kata Jokowi di Istana Bogor, Jumat (23/1/2015).
Selanjutnya, Ketua KPK saat itu, Abraham Samad juga ditetapkan sebagai tersangka. Samad dijerat kasus pemalsuan dokumen, yakni kartu keluarga, KTP, dan paspor.
Meskipun dua pimpinan KPK menjadi tersangka, KPK mendapat dukungan dari ratusan aktivis pro-pemberantasan korupsi. Mereka dengan lantang memprotes tindakan Polri tersebut.
Publik benar-benar bergejolak dengan penetapan dua pimpinan KPK ini. Tak hanya dari aktivis korupsi, Samad dan Bambang juga mendapatkan dukungan dari komunitas ibu-ibu.
Selain dari komunitas ibu-ibu, dukungan serupa datang dari Forum Umat Islam Sulsel. Forum ini terdiri dari ormas-ormas Islam di Makassar, serta beberapa organisasi serikat buruh di Makassar.
Firli Bahuri
Kini, ada Ketua KPK Firli Bahuri yang menjadi tersangka pemerasan. Firli ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Metro Jaya terkait kasus dugaan pemerasan pimpinan KPK kepada SYL.
Firli Bahuri dijerat dengan pasal dugaan pemerasan terhadap SYL. Firli diduga melakukan pemerasan, penerimaan gratifikasi dan penerimaan suap. Dugaan tindak pidana itu terkait dengan penanganan permasalahan hukum di Kementerian Pertanian saat dipimpin SYL.
"Berupa pemerasan atau penerimaan gratifikasi atau penerimaan hadiah atau janji oleh pegawai negeri atau penyelenggara negara yang berhubungan dengan jabatannya terkait penanganan permasalahan hukum di Kementerian Pertanian Republik Indonesia pada kurun waktu tahun 2020 sampai 2023," kata Ade Safri Simanjuntak, Rabu (22/11).
"Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 e, 12 B, atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 65 KUHP yang terjadi di wilayah hukum Polda Metro Jaya pada sekitar tahun 2020-2023," imbuhnya.
Sementara itu, pengacara Firli, Ian Iskandar, mengatakan pihaknya akan mengikuti proses hukum. "Kita ikuti proses hukumnya," kata Ian saat dihubungi, Kamis (23/11) malam.
Berbeda dengan kasus-kasus pendahulunya, penetapan Firli sebagai tersangka ini justru dirayakan. Sejumlah aktivis antikorupsi dan mantan pimpinan KPK melakukan aksi gundul bersama.
Abraham Samad, yang ikut aksi tersebut, mengatakan bahwa apa yang menimpa Firli ini konteksnya berbeda. Samad mengatakan Firli bukan korban kriminalisasi.
"Karena sekarang bukan cicak buaya. Karena dulu beda konteksnya. Karena Firli itu betul-betul penjahat. Bukan korban dari kriminalisasi," kata Samad di depan gedung KPK, Kamis (23/11).
"Firli bukan korban dari kriminalisasi. Kalau dulu kita membela KPK karena KPK adalah korban kriminalisasi," lanjutnya.