Ketua MPR RI Bambang Soesatyo mengapresiasi peran protokol lembaga negara, serta kementerian dan instansi pemerintah dalam mendukung dan memperlancar tugas para pemimpin di instansinya masing-masing. Peran protokol tersebut antara lain meliputi aspek tata tempat, tata upacara dan tata penghormatan.
Dalam Forum Protokol yang digelar hari ini, Bamsoet menyebutkan keberadaan protokol memiliki dasar hukum berupa Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2010 tentang Keprotokolan. Di dalam UU tersebut keprotokolan diatur berdasarkan asas kebangsaan, ketertiban dan kepastian hukum, keseimbangan, keserasian, dan keselarasan serta asas resiprokal atau timbal balik.
"Dalam aturan keprotokoleran, seharusnya anggota DPR RI yang merupakan wakil rakyat, baik yang menempati posisi sebagai pimpinan DPR RI, pimpinan komisi, maupun anggota biasa harus mendapatkan tempat yang sesuai, jangan justru ditempatkan di barisan belakang. Mengingat amanah yang dipegangnya sangat besar, sebagai wakil rakyat. Begitupun dengan Kapolri dan Panglima TNI yang merupakan penjaga keamanan, ketertiban, perdamaian, sekaligus kedaulatan Indonesia. Anggota DPR RI, Kapolri, dan Panglima TNI, berbeda dengan menteri atau pimpinan badan negara dan instansi pemerintahan yang bertugas membantu presiden di pemerintahan," kata Bamsoet dalam keterangannya, Selasa (21/11/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Wakil Ketua Umum Golkar ini menambahkan dalam mewujudkan sumber daya protokol yang profesional dan berkarakter, memiliki dimensi pemaknaan yang begitu luas. Profesionalisme tidak hanya terbatas dimaknai memiliki kompetensi dan keterampilan pada bidangnya, tetapi juga meliputi dimensi integritas, etika, dan dedikasi kepada tugas dan tanggung jawabnya.
Selain itu, ia juga menyampaikan profesionalisme menuntut untuk beradaptasi terhadap perubahan dan mengedepankan sikap positif dalam menghadapi setiap tantangan.
"Dalam praktik pelayanan protokoler sering kita jumpai dinamika kondisi di lapangan yang berbeda dengan apa yang telah diskenariokan dalam pengaturan protokoler. Bahkan adakalanya dihadapkan pada kondisi yang menuntut intuisi, karena tidak adanya rujukan baku dalam peraturan perundang-undangan terkait protokoler. Dalam situasi dan kondisi tersebut, seorang protokol profesional dituntut mampu mengantisipasi berbagai potensi persoalan yang mungkin mengemuka, serta berbagai alternatif solusi untuk mengatasinya. Di samping memiliki kesigapan untuk mengambil keputusan yang akurat dan segera," terang Bamsoet.
Kemudian, ia sebut sebagaimana aspek 'profesional', aspek 'berkarakter' juga meliputi dimensi pemaknaan yang sangat luas, antara lain kemandirian, kejujuran, disiplin, kepercayaan diri, kerja keras, toleransi, dan masih banyak lagi.
"Dalam konsepsi pengembangan sumber daya keprotokolan, pendidikan karakter memiliki peran penting dalam membangun jati diri serta meningkatkan kompetensi individu dan soliditas kelompok. Dalam lingkup yang luas, pendidikan karakter akan berdampak pada pembangunan peradaban sebuah bangsa," pungkas Kepala Badan Polhukam KADIN Indonesia ini.
Turut hadir juga dalam acara Forum Protokol antara lain Plt. Sekretaris Jenderal MPR RI Siti Fauziyah, Deputi Bidang Pengkajian dan Pemasyarakatan Konstitusi MPR RI Hentoro Cahyono, Pemateri Forum Protokol Lisa Riana Muallim, serta para peserta Forum Protokol dari lembaga negara, kementerian, dan instansi pemerintah.
(anl/ega)