Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf setuju dengan Kementerian Luar Negeri (Kemlu) yang menyebutkan Indonesia tak punya kewajiban untuk menampung 249 pengungsi Rohingya di Aceh. Namun PBNU akan komunikasi dengan beberapa pihak untuk menolong pengungsi itu.
"Ya memang, iya memang ndak ada kewajiban gitu loh. Tetapi kita lihat nanti ya, kita coba, saya sendiri juga akan coba berkomunikasi dengan berbagai pihak apakah ada kemungkinan kita membuat upaya untuk menolong mereka," kata Gus Yahya kepada wartawan di Shangri-La Hotel Jakarta, Selaa (21/11/2023).
Menurut Gus Yahya, hal ini bukan hanya soal hukum formal, tapi juga kemanusiaan. Namun PBNU juga akan tetap mempertimbangkan konsekuensi diplomatik dengan negara-negara, termasuk Myanmar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena ini bukan hanya soal hukum-hukum formal bukan hanya soal aturan-aturan normatif ya tetapi ini juga soal kemanusiaan. Tetapi tentu saja kita harus juga pertimbangkan hal-hal terkait konsekuensi diplomatik dengan negara-negara yang ada ya termasuk dengan Myanmar itu sendiri," ucapnya.
Kemenlu Buka Suara
Sebelumnya, Kemlu buka suara soal polemik penolakan 249 pengungsi Rohingya oleh warga di Bireuen, Aceh. Kemlu mengatakan Indonesia secara aturan tidak memiliki kewajiban untuk menampung para pengungsi.
"Yang jelas Indonesia bukan pihak pada Konvensi Pengungsi 1951. Karena itu, Indonesia tidak memiliki kewajiban dan kapasitas untuk menampung pengungsi, apalagi untuk memberikan solusi permanen bagi para pengungsi tersebut," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Lalu Muhamad Iqbal dalam keterangan kepada wartawan, Jumat (16/11).
Iqbal mengakui Indonesia selama ini telah terbuka dalam menampung sejumlah pengungsi dari luar negeri. Namun hal itu dilakukan atas dasar kemanusiaan.
"Penampungan yang selama ini diberikan semata-mata karena alasan kemanusiaan. Ironisnya banyak negara pihak pada konvensi justru menutup pintu dan bahkan menerapkan kebijakan push back terhadap para pengungsi itu," jelas Iqbal.
Kemlu juga menyoroti kebijakan Indonesia dalam menampung pengungsi dari luar negeri kerap disalahgunakan. Iqbal mengatakan banyak banyak dari pengungsi yang masuk ke Indonesia bahkan teridentifikasi sebagai korban perdagangan manusia.
"Dari penanganan selama ini teridentifikasi bahwa kebaikan Indonesia memberikan penampungan sementara banyak dimanfaatkan oleh jaringan penyelundup manusia (people-smuggler) yang mencari keuntungan finansial dari para pengungsi tanpa peduli risiko tinggi yang dihadapi oleh para pengungsi, khususnya kelompok rentan seperti perempuan dan anak-anak. Bahkan banyak di antara mereka teridentifikasi korban TPPO," tutur Iqbal.
(aik/aik)