Gugatan pasal syarat capres-cawapres ke Mahkamah Konstitusi (MK) terus bermunculan. Mereka berharap agar syarat capres dikembalikan, yaitu minimal berusia 40 tahun atau pernah/sedang jadi gubernur.
Berdasarkan berkas perkara yang dilansir website MK, Rabu (15/11/2023), sejumlah orang kembali menggugat Pasal 169 huruf q UU Pemilu. Yaitu:
1. Warga Kediri, Yuliantoro.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Yuliantoro meminta MK memaknai Pasal 169 huruf q UU Pemilu menjadi:
Berusia paling rendah 40 tahun kecuali apabila UU menentukan lain.
2. Aktivis hukum, Jovi Andrea Bachtiar dan Alfin Julian Nanda
Jovi dan Alfin meminta MK memaknai Pasal 169 huruf q UU Pemilu:
Berusia paling rendah 40 tahun atau telah pernah menyelesaikan masa jabatan minimal 1 periode penuh sebagai pejabat negara yang dipilih melalui pemilihan umum, termasuk pemilih kepala daerah.
3. Mahasiswa, Saiful Salim
Saiful Salim meminta:
1. Menyatakan Hakim Konstitusi Prof. Dr. Anwar Usman, S.H., M.H. tidak berwenang untuk ikut memeriksa, mengadili dan memutus perkara a quo;
3. Menyatakan proses pemeriksaan hingga penjatuhan putusan terhadap Permohonan a quo dilakukan dalam waktu paling lama 14 hari;
4. Menyatakan Putusan Permohonan a quo berlaku pada Pemilu tahun 2024.
5. Pasal 169 huruf q UU Pemilu dimaknai 'Berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan gubernur yang dipilih melalui pemilihan umum
Baca juga: Polemik dan Evaluasi Kekuasaan Kehakiman MK |
Sebelumnya, juga menggugat hal serupa, yaitu:
4. Dua dosen Fakultas Hukum Universitas Bung Karno (UBK) Russel Butar-butar dan Utami Yustihasana Untoro menggugat pasal syarat capres/cawapres di UU Pemilu ke MK.
"Menyatakan pembentukan Putusan 90/PUU-XII/2023 yang memaknai Pasal 169 huruf q UU Pemilu bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," demikian permohonan Russel-Utami.
5. Perkara Nomor 141 dengan penggugat mahasiswa Universitas Nahdlatul Ulama Indonesia, Brahma Aryana
6. Perkara Nomor 148 dengan penggugat Fatikhatun, Gunadi, Hery Dwi Utomo, Retno dan Abdullah.
7. Perkara Nomor 150 dengan penggugat Ilham Maulana, Asy Syyifa Nuril Jannah, Lamria Siagian dan Ridwan Darmawan.
8. Perkara Nomor 145 dengan penggugat Denny Indrayana dan Zainal Arifin Mochtar
Sebagaimana diketahui, Mahkamah Konstitusi (MK) mengubah tafsir UU Pemilu soal syarat capres/cawapres. Belakangan, Majelis Kehormatan MK (MKMK) menjatuhkan hukuman sanksi berat kepada Ketua MK Anwar Usman karena dalam memutus perkara itu tidak mengundurkan diri sehingga memiliki konflik kepentingan dengan Gibran Rakabuming. Di mana tak berselang seusai putusan MK itu, Gibran mendeklarasikan diri sebagai cawapres mendampingi Prabowo. Anwar Usman tetap sebagai hakim MK tapi dicopot dari Ketua MK.
Sebelumnya, Ketua Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), Jimly Asshiddiqie mengatakan jika ketentuan batas usia itu kembali diubah MK, maka putusannya akan berlaku untuk pemilihan umum (Pemilu) 2029.
"Jadi kalau nanti ada perubahan lagi UU sebagaimana diajukan oleh mahasiswa itu, berlakunya nanti di 2029," kata Jimly di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (7/11/2023).
Jimly berharap Pemilu 2024 berjalan tertib. Jimly menyebut semua anak bangsa berperan untuk mensukseskan pemilu.
"Nah jadi saya berharap kita sebagai anak bangsa, mari kita memusatkan perhatian untuk suksesnya Pemilu. Partai pesertanya sudah jelas, capres-cawapres nya sudah jelas. Yang tidak kita suka tolong jangan dipilih. Jadi harapannya kita fokus saja untuk pemenangan masing-masing," ujarnya.
Lihat juga Video: Ganjar Terusik atas Putusan MK, PPP: Semua akan Kecewa