Perusahaan Tak Mau Laksanakan Putusan PHI, Apa Langkah Hukumnya?

detik's Advocate

Perusahaan Tak Mau Laksanakan Putusan PHI, Apa Langkah Hukumnya?

Tim detikcom - detikNews
Senin, 13 Nov 2023 09:50 WIB
Jus Pontoh
Advokat Jus Pontoh (ist.)
Jakarta -

Hukum Perburuhan membuka peluang sengketa ketenagakerjaan diproses di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI). Namun bagaimana bila perusahaan tidak mau melaksanakan putusan PHI? Apa langkah hukumnya?

Hal itu menjadi pertanyaan pembaca detik's Advocate. Pembaca lainnya bisa menanyakan pertanyaan serupa dan dikirim ke email: redaksi@detik.com dan di-cc ke andi.saputra@detik.com. Berikut pertanyaan pembaca:

Dengan hormat,
Saya Lady R. Merlijna, sebagai seorang buruh serta 4 teman lainnya yang telah di-PHK dengan alasan perusahaan sudah sejak pandemi tidak beroperasi dan kami berstatus dirumahkan pada waktu itu. Masalah ini sudah kami adukan ke Disnaker Propinsi Sulut & telah dikeluarkan 'Penetapan' dan 'Anjuran' untuk membayar hak-hak kami tapi tidak dilaksanakan oleh pemilik perusahaan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kelanjutan karena tidak ada respon dari pemilik maka kami melanjutkan laporan kami ke Pengadilan Negeri (PN) Manado. Dengan mengikuti 7 kali persidangan maka Hakim Ketua telah memutuskan untuk membayar hak-hak kami berupa Pesangon, Penghargaan Masa Kerja dan Upah Proses.

Walaupun keputusan Hakim jauh dari tuntutan kami karena tunggakan gaji selama kami bekerja tidak diperhitungkan, kami tetap menerima keputusan itu.

ADVERTISEMENT

Menurut pengacara kami, bahwa proses lagi diajukan permohonan Eksekusi. Sampai saat ini belum tuntas dari pengacara minta nomor sertifikat dan denah dari rencana objek yang akan disita yang dipegang pemilik, tetapi dari pemerintahan desa hanya menyanggupi surat keterangan domisili rencana objek sita tersebut.

Kami mohon bantuan Bapak, langkah apa yg harus kami lakukan? Kami masyarakat awam hukum sehingga kebingungan dengan permasalahan ini dan tidak berdaya lagi dengan tidak adanya sumber nafkah hidup kami.

Atas perhatian dan bantuannya kami ucapkan terima kasih.

Lady R. Merlijna
Manado


Untuk menjawab pertanyaan pembaca detik's Advocate di atas, kami meminta pendapat advokat Jus Pontoh SH MH. Berikut penjelasan lengkapnya:

Menanggapi cerita Ibu Lady R. Merlijna dan 4 rekan buruh lainnya yang telah melewati masa waktu yang panjang untuk memperjuangkan haknya sejak dirumahkan oleh pengusaha tanpa upah, kemudian ibu Lady cs juga telah melapor ke Dinas Tenaga Kerja setempat dan telah di proses sampai pada keluarnya anjuran yang meminta pengusaha untuk membayar hak-hak pekerja, tetapi tetap tidak diindahkan oleh pengusaha, hingga pada akhirnya proses hukum dilanjutkan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) di Pengadilan Negeri Manado. Di mana putusannya memenangkan pekerja yang mewajibkan pengusaha untuk membayar pesangon, penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak, walapun hak atas upah selama pekerja dirumahkan tidak diperhitungkan oleh majelis hakim.

Dengan proses yang panjang dan melelahkan ini, ternyata pengusaha tetap tidak punya niat baik untuk melaksanakan kewajiban hukumnya yaitu membayar hak-hak pekerja sesuai putusan hakim yang telah Inkrah. Dan upaya hukum lanjutan yang dilakukan adalah melalui permohonan eksekusi kepada Ketua Pengadilan Negeri, dan bila pengusaha tetap tidak bersedia membayar kompensasi kepada pekerja, maka pekerja dapat mengajukan permohonan sita eksekutorial atas asset berharga milik perusahaan / pengusaha yang dapat disita dan kemudian dilelang yang hasilnya untuk membayar kompensasi pengusaha kepada pekerja sesuai putusan pengadilan yang telah Inkrah.

Tetapi dalam pelaksanaannya hal itupun banyak terkendala di lapangan seperti adanya perlawanan dari pihak yang lawan dan tidak jarang terjadi kericuhan di lapangan, ketika proses eksekusi berjalan.

Upaya hukum lainnya yang dapat dilakukan oleh pekerja adalah Bersama-sama dengan kreditor lainnya yang dirugikan oleh pengusaha untuk mengajukan Pailit / PKPU (penundaan kewajiban pembayaran utang) sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan & PKPU, dimana posisi pekerja disini adalah sebagai kreditor karena kompensasi yang seharusnya diterima oleh pekerja timbul oleh putusan pengadilan yang sudah berkekuatan hukum tetap yang dinyatakan dalam jumlah uang. Proses ini akan makan waktu yang lama, karena proses PKPU dimana pengurus yang ditetapkan oleh hakim pengawas akan mengatur proses PKPU paling lama 270 hari.

Proses pembayaran utang juga pasti akan makan waktu yang lama karena biasanya diangsur dalam jangka waktu tertentu sesuai kesepakatan proposal perdamaian. Pailit itu sendiri dapat terjadi bila proses PKPU gagal dimana Debitor tidak dapat meyakinkan mayoritas Kreditor melalui Proposal perdamaian yang diajukan. Bila perusahaan (debitor) dinyatakan Pailit, maka Kurator yang ditunjuk oleh hakim akan melakukan proses penjualan asset yang hasilnya akan digunakan untuk membayar hutang kreditor berdasarkan prioritas.

Bila semua proses hukum dianggap tidak efektif dan tidak efisien, maka proses hukum seperti apa yang sebaiknya dilakukan sebagai ultimum remedium atau langkah terakhir.

Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Bab IV pasal 185 ayat (1) jo pasal 156 ayat (1). Dalam pasal 156 ayat (1) mengatur ketentuan bahwa bila terjadi pemutusan hubungan Kerja (PHK), maka pengusaha wajib membayar Pesangon, Penghargaan Masa kerja, Uang penggantian hak sesuai ketentuan.

Dan apabila pengusaha tidak mengindahkan kewajiban membayar Kompensasi PHK kepada pekerja, maka pada pasal 185 ayat (1) jelas mengatur tentang ancaman pidana bagi pengusaha paling singkat 1 tahun dan paling lama 4 tahun atau denda paling sedikit Rp. 100.000.000 (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 400.000.000 (empat ratus juta rupiah). Isi pasal 185 ayat (1) berbunyi demikian "Barang siapa melanggar ketentuan sebagaimana diatur dalam pasal 42 ayat (2) Pasal 68, Pasal 69 ayat (2), Pasal 80 , Pasal 82, pasal 88A ayat (3), Pasal 88E ayat (2), Pasal 143, Pasal 156 ayat (1), atau pasal 160 ayat (4), dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 4 (empat) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 100.000.000,00 (serratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah)."

Proses hukum pidana ini merupakan langkah yang tidak bisa tidak akan menjadi konsen bagi pengusaha dan membuka peluang untuk mau menyelesaikan kewajiban hukumnya kepada pekerja sesuai putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap (Inkrah).

Surat panggilan Kepolisian kepada pengusaha wajib dipenuhi, bila tidak ingin dijemput paksa, karena hal itu akan sangat tidak baik bagi pengusaha. Kehadiran pengusaha atas panggilan polisi, memungkinkan pihak kepolisian memberi kesempatan bagi pekerja dan pengusaha melakukan upaya perdamaian, karena apabila perdamaian tidak terjadi maka konsekwensi bagi pengusaha untuk menjalani proses hukum pidana yang ancaman hukuman pidana penjara dan atau denda yang cukup besar bagi pengusaha yang mau tidak mau harus dijalani, dan tidak bisa lagi dihindari atau tidak dipatuhi oleh pengusaha sebagaimana putusan perdata sebelumnya, apalagi bila hakim mempertimbangkan data historis bahwa pengusaha selama ini tidak pernah punya niat baik untuk membayar kompensasi kepada pekerja sehingga hukuman pidana penjara kemungkinan besar akan menjadi putusan hakim selain juga membayar denda yang bila tidak dibayarkan akan disubtitusikan menjadi hukuman penjara yang akan menambah masa hukumannya.

Demikian jawaban yang dapat kami berikan, dan berharap dapat memberikan solusi bagi penanya untuk mendapatkan keadlian.

Terima kasih.

Jus Pontoh SH MH.
Advokat


Tentang detik's Advocate

detik's Advocate adalah rubrik di detikcom berupa tanya-jawab dan konsultasi hukum dari pembaca detikcom. Semua pertanyaan akan dijawab dan dikupas tuntas oleh para pakar di bidangnya.

Pembaca boleh bertanya semua hal tentang hukum, baik masalah pidana, perdata, keluarga, hubungan dengan kekasih, UU Informasi dan Teknologi Elektronik (ITE), hukum merekam hubungan badan (UU Pornografi), hukum internasional, hukum waris, hukum pajak, perlindungan konsumen dan lain-lain.

detik's advocate

Identitas penanya bisa ditulis terang atau disamarkan, disesuaikan dengan keinginan pembaca. Seluruh identitas penanya kami jamin akan dirahasiakan.

Pertanyaan dan masalah hukum/pertanyaan seputar hukum di atas, bisa dikirim ke kami ya di email: redaksi@detik.com dan di-cc ke-email: andi.saputra@detik.com

Semua jawaban di rubrik ini bersifat informatif belaka dan bukan bagian dari legal opinion yang bisa dijadikan alat bukti di pengadilan serta tidak bisa digugat.

(asp/asp)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads