Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid (HNW) mengingatkan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) untuk memaksimalkan momentum kehadiran RI di KTT OKI Riyadh sebagai pelunasan utang sejarah Indonesia terhadap Palestina, yakni memerdekakan Palestina.
Adapun upaya yang dilakukan dengan menggalang kekuatan negara-negara Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) untuk mengakhiri kejahatan perang Israel di jalur Gaza dan menghentikan penjajahan Israel terhadap Palestina secara keseluruhan.
HNW mengatakan pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Luar Biasa OKI di Arab Saudi pada Minggu (12/11) penting dijadikan momentum untuk memaksimalkan perjuangan Indonesia dan peran OKI dan negara-negara yang tergabung di dalamnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Presiden Jokowi perlu tampil lebih berani dan efektif dari yang sebelumnya dilakukan oleh Menteri Luar Negeri RI di sidang OKI di Riyadh, dengan lebih mengkritisi peran negara-negara OKI sehingga mereka kembali serius melaksanakan komitmen pada alasan didirikannya OKI, yakni untuk membantu perjuangan Palestina menjadi negara merdeka," ujarnya, dalam keterangannya, Sabtu (11/11/2023).
Menurut HNW, latar belakang dibentuknya OKI ini perlu terus diingatkan kepada negara-negara anggotanya, sehingga dengan berkelanjutannya penjajahan Israel dan kejahatan perangnya atas Palestina/Gaza, yang makin menjauhkan dari realisasi cita-cita membantu Palestina merdeka, maka negara-negara OKI yang sudah terlanjur melakukan normalisasi dengan Israel bisa diarahkan untuk melakukan langkah politik dengan menarik duta besarnya.
Bahkan, mengusir Duta Besar Israel di negaranya, atau memutuskan hubungan diplomatik dengan negara penjajah Israel. Sebab 'normalisasi' yang dilakukan itu kembali terbukti tidak memberikan manfaat bagi realisasi tujuan berdirinya OKI yaitu Palestina Merdeka.
HNW menambahkan penting bagi Jokowi untuk menguatkan diplomasi yang sebelumnya dilakukan Menlu RI dengan memastikan kepala-kepala negara OKI untuk dapat bersatu padu untuk segera hentikan genosida Israel, membuka perbatasan Gaza, maksimalkan bantuan kemanusiaan untuk Gaza, mengirimkan pasukan penjaga perdamaian, dan lebih baik lagi bila Indonesia memelopori menjalin kerja sama yang intensif dengan negara-negara seperti Bolivia, Cile, Kolombia, Afrika Selatan yang memutus hubungan diplomatik atau menarik duta besar mereka dari Israel.
"Mewujudkan kerja sama dan kolaborasi ini sangat dipentingkan, agar OKI dapat mewujudkan tujuan pembentukannya, yakni untuk memerdekakan Palestina dari penjajahan Israel," tukas HNW.
HNW menjelaskan beberapa negara OKI memang telah mengambil sikap tegas mengoreksi hubungan mereka dengan Israel, seperti Turki, Jordan dan Bahrain yang bukan hanya menarik duta besarnya, tetapi juga menghentikan kerja sama ekonomi dengan Israel, itu semua patut diapresiasi.
"Bila OKI yang beranggotakan 57 negara, atau organisasi dunia terbesar kedua setelah PBB ini, menjatuhkan 'sanksi' kepada Israel dengan memutus hubungan diplomatik dan tidak melanjutkan kerja sama di bidang ekonomi dalam bentuk apa pun, tentu akan efektif untuk mengkoreksi berkelanjutannya kejahatan penjajahan Israel, menghentikan tragedi kemanusiaan dan holocaust di Gaza, dan akan berdampak pada kemungkinan mendekatkan realisasi tujuan dari berdirinya OKI yaitu Palestina merdeka," jelasnya.
"Seruan boikot ekonomi itu perlu disuarakan kembali dan dikonkretkan menjadi keputusan KTT OKI. Dan bisa diawali dengan sikap Pemerintah Indonesia untuk menghentikan kerja sama ekonomi atau ekspor-impor dengan Israel yang masih berjalan hingga saat ini," jelas HNW.
"Akan efektif juga untuk menghentikan penjajahan Israel dan merdekanya Palestina kalau negara-negara penghasil minyak dan gas, tidak lagi mengekspor minyak dan gasnya ke Israel," sambungnya.
HNW menambahkan pemerintah RI dari zaman Bung Karno hingga kini memang tetap bersikap sesuai ketentuan konstitusi, yaitu membela kemerdekaan Palestina. Salah satu contohnya yaitu menolak penetapan Yerusalem sebagai ibukota Israel.
"Bahkan Presiden Jokowi pernah berkomunikasi dengan Presiden Palestina bahwa Indonesia tidak ikutan melakukan normalisasi dengan Israel, hingga kecaman Menlu RI terhadap DK PBB yang gagal menghasilkan resolusi untuk membantu masyarakat Gaza dari kejahatan perang yang terus dilakukan oleh Israel," jelasnya.
"Namun, semua itu perlu lebih ditingkatkan ke level diplomasi langsung antar kepala Negara, agar bisa hadirkan komitmen serius merdekakan Palestina, menghentikan genocide dan holocaust di Gaza dan mengadukannya ke Mahkamah Pidana Internasional, juga ke Dewan HAM PBB," beber HNW.
Selain itu, HNW juga mengingatkan Presiden Jokowi soal serangan membabi buta Israel yang menyasar markas tentara penjaga perdamaian Indonesia di Libanon, dengan melanjutkan reaksi keras Kemenlu RI terkait kabar 'hoax' dari Pemerintah Israel yang dijadikan alasan untuk sudah tiga kali menjatuhkan banyak bom yang merusak RS Indonesia di Gaza dengan korban semuanya adalah warga sipil.
Menurt HNW, itu semua dilakukan Israel dengan alasan yang dibuat-buat sendiri oleh Israel untuk membenarkan tindakan biadab Israel bahwa RS Indonesia di Gaza berdiri di atas terowongan Hamas.
"Dari rangkaian-rangkaian peristiwa itu, maka memang sudah seharusnya bila Presiden Jokowi hadir langsung memimpin perjuangan diplomasi Indonesia pada KTT Luar Biasa OKI di Arab Saudi mendatang," kata HNW.
HNW menjelaskan pentingnya untuk memastikan ada hasil konkret berupa bersatunya OKI bersama negara-negara yang mendukung Palestina/Gaza termasuk China dan Rusia, serta efektif berkomunikasi dengan AS.
Upaya ini dilakukanagar mereka menghentikan dukungan terhadap Israel, agar terbayar juga utang mensejarah Indonesia dengan merdekanya Palestina.
"Selamatnya Gaza dari terus berlanjutnya kejahatan perang Israel, dan diterapkannya hukum internasional termasuk resolusi-resolusi PBB atas berbagai pelanggaran yang dilakukan oleh Israel," pungkasnya.