Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid (HNW) mengatakan pondok pesantren perlu berkontribusi dalam mencerahkan demokrasi. Baginya, pondok pesantren harus turut berperan untuk kepentingan rakyat, khususnya urusan politik.
Pernyataan ini ia sampaikan saat menjadi keynote speech seminar politik identitas dan partai politik, di Masjid Thoha, Komplek Yayasan Al Ashriyyah Pondok Pesantren Nurul Iman Islamic Boarding School, Parung, Jawa Barat, pada Selasa (7/11/2023).
Kehadiran HNW disambut oleh Pimpinan Yayasan Al-Ashriyyah Dr. (Can) Habib Muhammad Waliyullah M.Ag; Pembina Yayasan Al-Ashriyyah Dr. Hj. Umi Waheeda Binti H. Abdurrahman S.Psi, Msi; dan Bendahara Yayasan Al Ashriyyah Habib Hasan Ayatullah M.Ag.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di hadapan peserta seminar, HNW mengatakan sudah semestinya pondok pesantren melanjutkan peran mensejarah, membuka diri, berkolaborasi membangun umat dan negeri, sehingga tidak anti politik, bahkan bisa mencerahkan demokrasi.
Dirinya menyebut keterlibatan pondok pesantren dalam urusan politik akan membawa demokrasi bangsa Indonesia menjadi lebih beridentitas yang bermanfaat dan bermartabat, melalui visi dan misi pesantren yg hadirkan Islam rahmatan lil alamin.
Alumni Pondok Modern Darussalam Gontor (PMDG) tahun 1978 itu menekankan hal yang demikian sebab dalam ajaran agama Islam, yang dipelajari di pesantren-pesantren, mengurusi rakyat atau masalah publik, termasuk kategori masalah yang sangat dipentingkan.
Kunjungan ini bukan pertama kalinya bagi HNW. Sebelumnya, pada tahun 2007 ia pernah berkunjung ke pondok pesantren tersebut dan menggratiskan semua santrinya yang berasal dari seluruh daerah di Indonesia.
Lebih lanjut, HNW memberikan contoh dalam kitab karya Imam Al Mawardi, dikatakan sesuatu hal yang mengurusi masalah rakyat adalah bagian dari urusan agama di mana hal demikian sangat dipentingkan.
Ia juga memberikan mengadaptasi perkataan Rasulullah terkait tiga orang yang hendak melakukan perjalanan maka satu diantaranya harus dijadikan pemimpin.
"Bepergian saja harus ada pemimpin apalagi dalam perjalanan mengurus bangsa dan negara yang melibatkan ratusan juta warga dan memiliki tujuan jangka panjang", ujar Hidayat, Rabu (8/11/2023).
Menurutnya, masyarakat pesantren harus berkontribusi untuk mencerdaskan masyarakat dalam mensukseskan kegiatan demokrasi. Baginya, hal ini bertujuan agar calon pemimpin yang terpilih mempunyai kredibilitas sesuai keinginan rakyat.
Alumni Universitas Madinah, Arab Saudi, itu menjelaskan para masyarakat pesantren harus meneruskan perjuangan para kiai, ulama, dan santri dalam memperjuangkan kemerdekaan. "Itulah identitas kita," ujarnya.
Baginya tanpa identitas itu bagaimana bisa para Kiai mengajak santri dan umat Islam lainnya berjihad membebaskan Indonesia merdeka dari penjajahan Belanda, seperti para ulama terdahulu yang menyepakati dasar negara adalah Pancasila, melalui tokoh Partai Islam Masyumi; M Natsir, Indonesia juga kembali menjadi NKRI.
Dalam Sila I Pancasila, kata HNW, disebut Ketuhanan yang Maha Esa. "Itu juga identitas yang menegaskan bangsa Indonesia adalah bangsa yang beragama/bertuhan bukan bangsa komunis, ateis, liberalis," tuturnya.
HNW menuturkan, politik identitas bagi rakyat Indonesia hanyalah Pancasila, UUD NRI Tahun 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.
Dirinya menyebut partai beridentitas Islam adalah sah baik secara sejarah maupun legal secara aturan konstitusi/hukum. "Beda dengan komunisme, atheisme, separatisme, dan LGBT, yang jelas-jelas tidak sesuai dengan Pancasila dan Konstitusi," tegasnya.
HNW menilai partai politik yang beridentitas maka akan menghadirkan sikap cinta bangsa, rahmatan lil alamin, melakukan edukasi politik, menyerap aspirasi rakyat, yang kemudian memperjuangkan di DPR.
"Dari sinilah banyak hal yang bisa diperjuangkan oleh partai politik untuk umat dan Indonesia yang kita cita-citakan. Hal ini juga yang perlu terus dikaji, dikembangkan dan disukseskan oleh dunia pesantren," paparnya.
Pria asal Klaten, Jawa Tengah, itu merasa ada upaya untuk menjauhkan umat dengan identitas-identitas di atas sehingga politik yang ada jauh dari tata krama, menghalalkan segala cara, dan bukan dari ibadah.
"Politik yang beridentitas baik dan benar, akan membawa umat dan rakyat pada suasana politik yang luber jurdil, tidak menyebar fitnah, anti hoax. Sehingga hasilnya akan membawa kepada realisasi tujuan Proklamasi dan Reformasi," pungkasnya.
(ega/ega)