Ratusan pesilat PSHT demo di depan Mapolres Mojokerto, Jawa Timur. Usai membubarkan diri, massa terlibat kericuhan hingga menyerang warung kopi (warkop) dan menyebabkan dua orang terluka.
Lantas, apa penyebab kejadian tersebut? Bagaimana awal mulanya? Berikut informasinya.
1. Polisi-TNI Kawal Demo Pesilat di Polres Mojokerto
Dilansir detikJatim, Kasat Samapta Polres Mojokerto AKP Cendy Bastian mengatakan sedikitnya 300 personel dikerahkan untuk menjaga demo pesilat PSHT, Jumat (27/10/2023). Ratusan personel tersebut sudah termasuk 30 anggota TNI bantuan dari Kodim 0815.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, massa PSHT yang datang dari arah barat mulai dari wilayah Mojokerto di bagian utara Sungai Brantas, dari Jombang dan Lamongan berhasil dihalau. Namun, massa dari arah timur berhasil tiba di depan Mapolres Mojokerto. Aksi unjuk rasa berakhir sekitar pukul 22.30 WIB.
"Massa dari Sidoarjo dan Pasuruan datang ke polres. Massa sekitar 100 orang," katanya.
![]() |
2. Penyebab Demo
Ratusan pesilat PSHT berunjuk rasa di depan Mapolres Mojokerto. Kasus penyerangan terhadap warga PSHT menjadi penyebab demo ini. Namun, massa bergerak karena tersebarnya informasi bohong alias hoaks.
Ketua Cabang PSHT Mojokerto Raya Hari Sucipto mengatakan, kasus penyerangan itu terjadi di balai Desa Windurejo, Kecamatan Kutorejo pekan lalu. Saat itu, tiga pendekar PSHT yang sedang bersantai setelah melatih, didatangi gerombolan orang.
"Tahu-tahu datang gerombolan sekitar 20 orang pakai sekitar 10-12 sepeda motor. Gerombolan itu masuk ke balai desa. Masih diselidiki polisi identitas gerombolan tersebut," kata Hari kepada detikJatim, Sabtu (28/10/2023).
Tiga pendekar PSHT, kata Hari, lari dari balai Desa Windurejo untuk menghindari bentrokan fisik dengan gerombolan tak dikenal itu. Namun, dua sepeda motor dan satu tas bendahara sub rayon PSHT Windurejo yang tertinggal di balai desa dirusak.
"Tas itu isinya uang sub rayon, baju sakral dan gambar-gambar jurus pencak silat. Sempat dikejar ke arah Mojosari, hilang. Kemudian dilaporkan ke Polsek Kutorejo," terangnya.
Hari menjelaskan bahwa kasus penyerangan terhadap pendekar PSHT itu ditangani dengan maksimal oleh Polres Mojokerto maupun Polsek Kutorejo. Menurutnya, polisi sudah menerjunkan Tim Buser untuk menyelidiki gerombolan tersebut.
Bahkan, rekaman CCTV di sepanjang jalan yang dilalui gerombolan itu juga diperiksa polisi. Hanya saja rekaman sejumlah kamera pengawas kurang jelas. Sehingga para pelaku penyerangan pendekar PSHT belum berhasil diidentifikasi.
"Kemarin (sebelum terjadi unjuk rasa) kami diundang Kapolres Mojokerto bersama ketua ranting dan pengurus cabang. Dijelaskan bahwa kasus ini menjadi atensi Kapolres dan akan diselesaikan," jelasnya.
Oleh sebab itu, Hari menegaskan tidak ada satu pun instruksi dari pengurus PSHT untuk berujuk rasa di depan Mako Polres Mojokerto. Menurutnya, demo pesilat PSHT di Mapolres Mojokerto pada Jumat (27/10) malam itu dipicu beredarnya informasi bohong melalui WhatsApp.
"Muncul pesan hoaks yang intinya Polres Mojokerto belum menanggapi masalah itu. Kami tidak tahu sumbernya. Itu yang memicu aksi kemarin. Sebelum ada aksi, kami sudah melarang, kami memberi imbauan melalui ketua-ketua ranting. Juga saya telepon ketua cabang di luar Mojokerto," katanya.
Baca berita di halaman selanjutnya.
3. Massa Serang Warga hingga Warkop
Usai melakukan aksi unjuk rasa di depan Mapolres Mojokerto, massa pesilat PSHT membubarkan diri. Namun, mereka terlibat kericuhan hingga menyebabkan dua orang terluka.
Kericuhan itu diduga karena salah paham saat ada warga yang bermaksud menyapa massa. Salah satu korban keributan itu adalah Tri Laksana (26), penjaga outlet perusahaan ekspedisi di Jalan Gajah Mada, Desa Menanggal, Kecamatan Mojosari.
Saat konvoi pesilat PSHT melintas, Tri keluar dari tempat kerjanya ke tepi Jalan Gajah Mada pada Jumat (27/10) sekitar pukul 23.00 WIB. Ia mengaku sebatas ingin menyapa massa. Sebab, menurutnya saat itu warga sekitar mengacungkan jempol ke arah massa.
"Niat saya ikut menyapa. Saya bilang 'Mas ati-ati', tapi dengan nada tinggi (teriak). Massa salah paham. Saya dikejar," kata Tri kepada wartawan di lokasi, Sabtu (28/10/2023).
Tri kemudian kabur ke Bengkel Coffee sekitar 20 meter dari tempat kerjanya. Sehingga, warga PSHT yang mengejarnya juga menyerang warung kopi (warkop) itu. Menurutnya, saat itu ada lebih dari 5 orang yang sedang nongkrong, serta 2 penjaga warkop.
"Pemilik warung bilang kalau dagangannya dijarah pakai bendera untuk wadah. Jajan, minuman kemasan botol, rokok juga. Ada 1 orang nongkrong juga kena luka di atas telinga. Dibawa ke bidan terdekat," terangnya.
4. Korban Penyerangan Selamat
Tri mengaku sempat dipukuli dan terkena lemparan benda tumpul. Ia selamat setelah masuk ke dalam bangunan Bengkel Coffee. Massa PSHT akhirnya melanjutkan perjalanan ke arah Sidoarjo dan Pasuruan setelah dihalau oleh polisi.
"Saya dipukuli juga kena lemparan benda tumpul. Kena kepala bagian atas. Saya cuci dulu lukanya. Tadi pagi saya ke IGD RS Arofah, Mojosari diberi 5 jahitan," ungkap Tri.
Namun, Tri maupun 1 pengunjung Bengkel Coffee yang terluka memilih tidak melaporkan kejadian itu ke polisi. Hal itu dibenarkan Kasat Reskrim Polres Mojokerto AKP Imam Mujali. Ia juga menampik terjadi penjarahan di warkop itu.
"Korban tidak melapor. Saya monitor tidak ada (penjarahan di Bengkel Coffee)," katanya.
5. Penyebab Penyerangan Belum Diketahui
Kepala Cabang PSHT Mojokerto Raya Hari Sucipto datang ke Mapolres Mojokerto untuk membantu meredam massa. Ia baru menerima kabar terjadi keributan di Bengkel Coffee Desa Menanggal, Mojosari Sabtu (28/10) dini hari tadi sekitar pukul 01.30 WIB.
"Saya kembalikan kepada Kasat Intelkam, silakan kalau memang adik-adik saya salah selama itu tidak ada perintah dari saya silakan diproses sesuai hukum," cetusnya.
Sejauh ini, Hari belum mengetahui pemicu keributan massa PSHT dengan warga di Bengkel Coffee.
"Saya belum tahu (pemicunya). Kadang dengan kata-kata 'woi', mereka merasa ditantang. Saya yakin pasti ada yang memicu," ujarnya.