Sebulan sudah warga Kampung Susun Bayam menghuni Rusunawa Nagrak di Cilincing, Jakarta Utara. Warga pun mengutarakan plus minum menjalani kehidupan di rumah barunya itu.
detikcom mencoba memantau kehidupan warga Kampung Bayam yang menetap di Rusunawa Nagrak, Kamis (26/10/2023). Begitu detikcom tiba di lokasi, deretan lapak UMKM memenuhi lobi rusunawa.
Lapak mereka terbilang sederhana, setiap lapak hanya menggunakan meja lipat yang disediakan. Tak ada jarak di setiap lapak UMKM.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mereka menjajakan berbagai jenis jajanan, mulai dari bakso, gorengan dan aneka minuman ringan. Geliat jual beli terasa begitu besar.
Rusunawa Nagrak dilengkapi dengan fasilitas lift yang bisa digunakan oleh para penghuni rusun. detikcom kemudian mencoba bergerak menuju lantai 13.
Di lantai itulah warga Kampung Susun Bayam menetap. Lorong rusunawa tampak lenggang dan jauh dari hingar bingar aktivitas warga.
Pintu unit pun sebagian besar tertutup rapat. Hanya beberapa unit saja yang pintunya terbuka lebar menyambut kedatangan Pj Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono.
Ventilasi di area lorong terbilang kurang, namun pencahayaan masih cukup memadai. Satu unit dilengkapi dengan 2 kamar tidur, area ruang tamu, dapur, ruang jemur kain hingga toilet. Salah satu unit yang terbuka lebar milik Shirley (41).
Shirley mengaku mulai terbiasa menetap di rumah susun sederhana sewa yang terletak di kawasan Cilincing, Jakarta Utara itu. Sebagai warga asli Kampung Bayam, Shirley selalu menganggap menetap di rusunawa seperti tinggal di dalam sangkar burung.
"Karena jujur, dari (warga) Kampung Bayam selalu berpikir, hidup di rusun itu sesuatu yang menakutkan seperti kandang burung," kata Shirley saat ditemui di Rusunawa Nagrak, Cilincing, Jakarta Utara, Kamis (26/10/2023).
Shiley menjadi satu di antara belasan keluarga yang akhirnya bersedia dipindah ke Rusun Nagrak. Setelah setahun belakangan bertahan di tenda yang didirikan di depan Jakarta International Stadium (JIS) demi mendapatkan kunci Kampung Susun Bayam.
![]() |
Shirley mengaku nyaman menetap di unit seluar 36 meter persegi itu. Ditambah lagi, warga Kampung Bayam sama sekali tak dibebani biaya sewa dan hanya perlu membayar air beserta listrik.
Hanya saja, ibu tiga anak itu mengeluhkan soal kurangnya fasilitas umum yang tersedia di Rusunawa Nagrak, khususnya fasilitas kesehatan. Kesulitan itu, kata dia, sangat dirasakannya kala salah satu anggota keluarganya sakit.
"Tetapi untuk fasilitas, saya sendiri ngalamin, ketika keluarga saya sakit ambulans yang ini cepet siaga datang sini. Karena mau cari klinik atau apa, susah di sini," ucapnya.
Di samping itu, Shirley juga mengeluhkan perihal transportasi umum yang masih sangat terbatas. Selain itu lokasi rusunawa jauh dari pasar jika dibandingkan dengan rumahnya dulu di Kampung Bayam.
"Terus pasar akses-aksesnya saya bilang masih cukup jauh dibanding tempat kami di Kampung Bayam aksesnya masih enak tuh ya. Kalau di sini memang agak sulit," jelasnya.
![]() |
Ditambah lagi lokasi rusunawa jauh dari sekolah tempat anak Shirley menempuh pendidikan. Meskipun disediakan fasilitas bus sekolah, anaknya mesti menempuh waktu 1,5 jam untuk mencapai sekolah yang terletak di kawasan Warakas.
"Minimal 1,5 jam. Karena mereka (bus sekolah) berhenti di JIS, anak saya mesti naik lagi," ucapnya.
Senada dengan Shirley, warga lainnya bernama Toiroh (51) juga mengeluhkan soal transportasi menuju sekolah. Beruntung, anak Toiroh mendapat tolerasi keterlambatan dari guru sekolahnya.
"Ada, ada semua. Disiapkan semuanya. Tapi kan sekolah anak saya, SMK Negri 116 kan kebanyakan di situ anak-anak, tahu (gurunya), kalau sudah lambat, tutup pintu, 'ini dari Nagrak?', terus dibuka. Karena memang diutamakan. Kalau bis, 'Kampung Bayam', gitu," jelas Toiroh.
Kurangnya transportasi umum membuat Toiroh memilih mengendarai sepeda motor jika ingin pergi ke suatu tempat, misalnya pasar.
"Saya biasanya di Pasar Warakas, Pasar Kober. Lumayan sih. Cuma kan namanya saya sudah tahu harganya, umpamanya di sini Rp 8.000, di sana Rp 5.000. Ya kalau memang kita belinya agak lumayan, ya gitu. Aku sering pasarnya ke sana. Sekalian, dua hari atau berapa," ceritanya.
Meski begitu, Toiroh sekeluarga mengaku betah menetap di rusun ini. Bahkan, Toiroh menerima informasi bahwa warga Kampung Bayam dibebaskan dari biaya sewa selama 2 tahun ke depan.
"Betah. Ya aku masih gratis. Nggak tahu (sampai kapan), katanya sih 2 tahun deh," ucapnya
Simak juga 'Blusukan ke Pasar Kebayoran Lama, Kaesang Tawarkan Relokasi Pedagang':