Dia juga mempertanyakan permintaan royalti Rp 600 miliar yang justru ditujukan untuk PT Indobuildco. Dia berharap alasan permintaan royalti itu dapat terjawab dalam sidang gugatan perdata kasus tersebut.
"Dengan tidak dilaksanakan kewajibannya dalam diktum kedua dan ketujuh SK HPL No 1/Gelora maka sesuai diktum kesebelas, SK HPL No 1/Gelora menjadi batal atau tidak berlaku buat HGB 26/27. Sekalipun demikian, Sekneg cq PPKGBK justru mengklaim PT Indobuildco berutang royalti sebesar Rp 600 miliar seakan-akan HGB 26/27 adalah bagian dari HPL No 1/Gelora. Pertanyaannya kapan ada pembebasan HGB 26/27, apa dasarnya royalti, perhitungan royaltinya dari mana? Kapan HGB 26/27 menjadi bagian dari HPL No 1/Gelora? Kami kuasa hukum PT Indobuildco berharap semua pertanyaan ini akan mendapat jawaban dalam perkara perdata ini biar publik tahu dan memahami persoalan yang sebenarnya," ucapnya.
Selain itu, dia mengatakan pemasangan spanduk yang menyatakan kawasan Hotel Sultan merupakan aset negara adalah pelanggaran. Menurutnya, hal itu bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945 yang menyebutkan negata tak boleh memiliki tanah sendiri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dalam kawasan Hotel Sultan saat ini dipasang spanduk dan plang oleh Sekneg cq PPKGBK yang menyatakan bahwa lahan Kawasan Hotel Sultan adalah aset negara berdasarkan HPL No 1/Gelora. Ini tentu saja bertentangan dengan Pasal 33 UUD 1945 karena negara hanya menguasai tanah yang diperuntukkan untuk kesejahteraan rakyat sehingga negara tidak pernah dan tidak boleh memiliki tanah sendiri. Sekneg sebagai instansi negara dapat menguasai tanah melalui pemberian hak pengelolaan dan hak pakai tetapi tidak boleh juga untuk memilikinya sendiri tetapi untuk kesejahteraan rakyat," ujarnya.
"Bahkan, spanduk dan plang Sekneg cq PPKGBK juga bertentangan dengan SK HPL No 1/Gelora itu sendiri karena harus memenuhi apa yang disebutkan dalam diktum kedua dan ketujuh SK HPL No 1/Gelora yaitu Sekneg cq PPKGBK selaku Pemegang hak harus membebaskan/melepaskan hak-hak yang ada di atasnya termasuk HGB 26/27 dengan ganti rugi kepada pemegang hak. Yang terjadi saat ini, Sekneg cq PPKGBK dalam fungsinya sebagai badan hukum perdata justru mau dapat pengelolaan atas tanah dengan cara gratis melalui pola ilegal dan melawan hukum," tambahnya.
Lebih lanjut, dia menyinggung adanya pembatasan akses jalan masuk ke kawasan Hotel Sultan. Dia menyebut hal itu akan merugikan bisnis PT Indobuildco.
"Selain klaim secara sepihak, Sekneg cq PPKGBK juga telah menggunakan alat negara polisi dan tentara untuk membatasi akses jalan masuk kawasan Hotel Sultan secara sewenang-wenang dan menempatkan polisi dan tentara untuk menjaga kawasan yang bukan miliknya tersebut secara melawan hukum. Tentu saja hal itu sangat merugikan PT Indobuildco, yang bila terus dibiarkan akan menghancurkan bisnis Hotel Sultan dan PT Indibuildco secara keseluruhan. Untuk itu, kami mohon keadilan dari Majelis Hakim yang memeriksa perkara ini untuk menghentikan sementara tindakan-tindakan Sekneg cq PPKGBK agar tidak menghancurkan bisnis dan ekonomi PT Indobuildco ke kondisi yang lebih buruk," tuturnya.
Sebelumnya, Menteri Investasi/Kepala BKPM Bahlil Lahadalia memberi peringatan keras kepada PT Indobuildco untuk segera angkat kaki dari Hotel Sultan. Pasalnya izin usaha perusahaan milik Pontjo Sutowo tersebut telah dibekukan dan Hak Guna Bangunan (HGB) telah habis.
"(Izin Hotel Sultan) dibekukan dua minggu lalu. Kalau cabut total, kalau dibekukan tidak berfungsi," kata Bahlil di kantornya, Jakarta Selatan, Jumat (20/10).
Bahlil menegaskan HGB PT Indobuildco telah habis sejak Maret-April 2023 untuk mendirikan Hotel Sultan. Oleh karena itu, dengan sendirinya izin usaha tidak berlaku lagi dan sudah seharusnya angkat kaki.
"Kita itu kan mengeluarkan izin usaha, tempat usaha. Syarat memberikan izin tempat usaha itu adalah harus hak alas sertifikat. Begitu sertifikatnya sudah mati, tidak diperpanjang, maka izin itu sudah tidak memenuhi syarat lagi untuk diterbitkan. Oleh karena tidak memenuhi syarat lagi, maka dengan sendirinya gugur tapi kalau dipaksa kita cabut," tuturnya.
Jika Hotel Sultan masih beroperasi, Bahlil mengaku tidak segan akan mengambil tindakan lebih tegas ke depannya. Ia mengingatkan bahwa pengusaha tidak boleh mengatur negara.
"Kalau masih melawan lagi, kita buat keputusan. Kita akan pertimbangkan (untuk dicabut). Terserah aja (Pontjo Sutowo) mau protes. Tidak boleh pengusaha atur negara, tapi negara juga tidak boleh semena-mena pada pengusaha," tuturnya.
(maa/maa)