Berburu Lailatul Qadar di Masjidil Haram (2)
Langit Mekkah Pun Menangis
Minggu, 22 Okt 2006 17:29 WIB
Mekkah - Suasana kota Mekkah saat itu, Sabtu (21/10/2006) petang, masih cerah. Lantunan ayat-ayat suci al-Quran dari lisan jutaan jama'ah di Masjidil Haram terdengar saling bersahutan.Pagi harinya, bertepatan dengan 29 Ramadan 1427 H usai jutaan umat Islam menggelar iktikaf, kota Makkah diguyur hujan deras."Subhanallah, seolah langit cemburu menangis mengaminkan lantunan doa para jamaah yang beriktikaf," cerita Imam Nur Azis, salah seorang jamaah umrah asal Indonesia dalam penuturannya kepada detikcom, Minggu (22/10/2006).Imam menceritakan suasana iktikaf di Masjidil Haram saat malam ke-29 bulan Ramadan penuh dengan kesyahduan, meski 3,5 juta orang dari berbagai penjuru dunia berkumpul dan saling bersesakan di masjid berkapasitas 2 juta jama'ah itu."Jutaan jamaah mulai menyemut memperebutkan malam khotmil al-Quran dengan kesyahduan tak terperikan, antara kebabahagian mereguk nikmat iman diantara ribuan tiang dan pintu Masjidil Haram sebagai saksi kerendahan hamba pencari keberkahan di bulan shiyam," tuturnya panjang.Imam salat tarawih, lanjutnya, selalu melantunkan hafalan-hafalan ayat al-Quran panjang dengan gayanya yang khas seperti Sudais dan Suraim.Tidak hanya itu, rukuk dan sujud salat tarawih begitu panjang bahkan lebih lama sepuluh kali dari sujud salat biasa."Jika kondisi mengantuk, bisa jadi akan tertidur saat sujud terlalu lama. Yang paling syahdu tentunya doa witir yg mampu membuat jamaah menangis tersedu-sedu karena isi do'a begitu menyentuh, sarat dengan harapan-harapan kebaikan," tutur Imam yang juga Staf Khusus di MPR ini.Imam pun menceritakan suasana ibadah di Masjidil Haram. "Suasana berbagi pahala di Masjidil Haram bentuknya bermacam-macam. Selama iktikaf, hampir semua aktivitas jamaah adalah membaca al-Quran dan berdoa, atau melaksanakan salat sunah. Ketika sudah lelah para jamaah tentu istirahat dengan tidur merebahkan badan. Jika adzan menjelang, ada jamaah yang berjalan membangunkan mereka yang tertidur, ada yang membagikan minyak wangi atau tisu pembersih, semuanya tidak ada yang memerintah kecuali masing-masing berinisiatif," bebernya panjang.Diceritakannya, doa witir di Masjidil Haram dilaksanakan setelah 23 rakaat rangkaian salat tarawih dan witir. Panjang doa witir biasanya berlangsung selama 17 hingga 25 menit.Suasana Berbuka PuasaHal lain yang berbeda dengan pelasanaan ibadah puasa di tanah air adalah suasana berbuka puasa di masjid Haram. Umat Islam saling berlomba untuk beramal satu sama lain.Usai pelaksanaan salat Ashar atau 2 jam sebelum adzan Maghrib, banyak dermawan (muhsinin) menggelar hidangan buka puasa (ifthar).Selain itu tampak ada petugas yang menggelar nampan plastik sekali pakai yang panjangnya bisa mencapai 10 meter. "Bayangkan berapa ratus ribu meter yang harus digelar untuk ratusan ribu baris di sekitar Masjidil Haram. Semua seolah sudah terorganisir rapi," ungkap Imam.Ada pula yang bertugas menaruh gelas plastik untuk dituang air zamzam, atau gelas kecil untuk minum qohwah (kopi khas Arab beraroma seperti jamu Jawa), ada yang membagikan nampan mungil berisi korma atau roti dan terkadang berisi kacang mete.Di masjid Nabawi Madinah bahkan muhsinin mengutus petugas berusia remaja untuk menjadi marketing yang bekerja merayu atau mencari orang atau jamaah agar mencicipi hidangan berbuka dengan menu yang lebih lengkap, karena disediakan yoghurt, roti canai, kurma, kacang, air zamzam atau qohwah.Sementara di jalan-jalan kota Makkah di dekat distrik Aziziyah, para muhsinin bahkan menyediakan iftar dengan hidangan nasi bukhari lengkap dengan lauk ayam atau daging kambing.Bahkan di dekat asrama mahasiswa Indonesia, selain diundang makan mereka juga diberi uang 100 Riyal. "Bahkan ada pula yang beruntung seperti mahasiswa Ummul Quro bernama Ainul Mubarok (24) asal Kediri yang mendapat 200 riyal cash," paparnya.
(jon/jon)