Pasca Ribut-ribut, Warga Vila Sawo Rapat Soal Tembok Pembatas
Kamis, 19 Okt 2006 14:41 WIB
Jakarta - Sehari setelah bersitegang, warga RT 11 RW 05 Vila Sawo, Cipete Utara, Jakarta Selatan, mencoba untuk urun rembug. Pertemuan ini membahas upaya penyelesaian sengketa tembok pembatas dan perlindungan warga dari aksi premanisme."Tadi kita mau pasang tembok, tapi situasi tidak kondusif. Satpol PP-nya sedikit, polisinya sedikit, nanti ribut kayak kemarin kita tidak bisa apa-apa," kata seorang warga bernama Tampubolon ketika ditemui detikcom di lokasi, Kamis (18/10/2006).Dalam pertemuan ini, hadir Kepala Seksi Antaraparat Pemprov DKI Jakarta Djoko Gunawan, perwakilan Kelurahan Cipete Utara, warga RT 11 RW 05, dan anggota Polres Jakarta Selatan yang hadir sebagai pemantau. Rapat digelar di rumah Ketua RT 11 RW 05 Tampubolon di Kompleks Vila Sawo Kavling 14.Dalam rapat tersebut Tampubolon mengakui jika sejauh ini tidak ada komunikasi intensif antara warga RT 11 dengan RT-RT lain di RW 05 Kompleks Vila Sawo. Dia juga mengakui ada kesenjangan antara warga kompleks dengan warga luar kompleks."Kalau dilihat, jelas kita punya jalan yang lebar. Kalau mereka kan jalannya relatif kecil dan pemukimannya lebih padat," papar Tampubolon.Menurut Tampubolon, dirinya memang belum pernah secara resmi berkomunikasi dengan ketua RT 10 RW 005 Abdul Mukti, seputar tembok sengketa yang membatasi wilayah mereka."Kalau ngobrol-ngobrol, dia (Abdul Mukti) menyadari adanya pembongkaran tembok dan menjamin warganya tidak akan ikut-ikutan membongkar tembok Vila Sawo," jelas Tampubolon.Hingga pukul 13.30 WIB pertemuan masih berlangsung alot. Namun demikian, situasi tetap terkendali. Apalagi aparat juga turut serta dalam pertemuan tersebut.Konflik antara warga Vila Sawo bermula saat Ketua RW 05 M Yusuf, membongkar tembok Kompleks Vila Sawo, agar rumah baru milik Yusuf yang masuk wilayah RT 10, memilki akses jalan besar dari Vila Sawo.Lalu tindakan Yusuf diprotes oleh warga RT 11. Karena dikhawatirkan semua warga akan ikut-ikutan merobohkan tembok pembatas kompleks, sehingga mengurangi keamanan serta kenyamanan warga kompleks.M Yusuf yang juga mantan pejabat eselon I di Departemen Perhubungan ini, merasa tindakannya benar karena sudah mengantongi surat Dinas Trantib DKI Jakarta tertanggal 12 September 2006. Surat bernomor 2048/07552 itu ditandatangani Kadis Trantib DKI Jakarta Haryanto Bajuri, dan dinyatakan dinas mendukung pembongkaran tembok.Yusuf juga sudah mengantongi IMB yang sudah disesuaikan dengan rencana tata ruang, di mana jalan di depan rumahnya harus memiliki lebar 8 meter yang artinya mengorbankan tembok kompleks.Sedangkan warga RT 11 juga merasa dirinya memegang kekuatan hukum, karena didukung oleh surat Dinas Trantib Pemprov DKI Jakarta Nomor 2790/07552 yang memerintahkan pembangunan ulang tembok pagar dan pencabutan surat sebelumnya.Akibat surat izin ganda tersebut, pada 18 Oktober 2006 warga nyaris ribut. Sempat terjadi aksi dorong-mendorong, bahkan hampir terjadi baku hantam antara warga dengan masa Forkabi plus pria berbadan tegap yang didatangkan M Yusuf.Untung keributan dapat dicegah aparat keamanan dari Polres Jakarta Selatan dan puluhan petugas Satpol PP yang datang ke lokasi kejadian.
(ahm/sss)