Wakil Presiden RI Ma'ruf Amin setuju untuk menghidupkan kembali mata pelajaran Pendidikan Moral Pancasila (PMP) lantaran maraknya kasus bullying atau perundungan. Namun, menurutnya, PMP itu harus didesain ulang.
"Iya (setuju PMP dihidupkan kembali), dalam arti didesain ulang gitu ya. Dibangun kembali, tapi didesain ulang supaya lebih efektif ya," kata Ma'ruf Amin kepada wartawan di Stadion Utama Papua Bangkit, Kota Jayapura, Provinsi Papua, Rabu (11/10/2023).
Ma'ruf mengatakan pendidikan moral Pancasila harus terus diajarkan. Dia menyebutkan moral Pancasila harus diajarkan sejak di tingkat pendidikan anak usia dini (PAUD).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mengenai moral Pancasila saya kira itu memang harus terus diajarkan, cuman bentuknya seperti apa. Supaya jangan sampai Pancasila itu jadi semacam kayak dulu itu, doktriner gitu," ujarnya.
"Jadi tidak mengulangi cara-cara yang lama, tapi memang pemahaman Pancasila untuk dari mulai mungkin bukan dari SD, dari PAUD ya," lanjut Ma'ruf.
Dia mengatakan pendidikan moral Pancasila dilakukan agar pelajar mempunyai integritas dan nasionalisme yang kuat. Dia mengatakan program revolusi mental dapat dipadukan dengan pendidikan moral Pancasila.
"Sehingga memiliki integritas, nasionalisme yang kuat, kemudian juga moral Pancasilanya yang juga harus ditanamkan sejak kecil. Dan sebenarnya juga ada program lain yang dalam rangka penguatan mental itu, yaitu revolusi mental ini mungkin juga akan dipadukan dengan moral Pancasila sehingga nanti bisa membentuk generasi yang terbaik nanti ke depannya," ujarnya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi X DPR RI Dede Yusuf mendorong Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Inovasi (Kemendikbudristek) untuk menghidupkan kembali mata pelajaran PMP bagi semua lapisan pendidikan, mulai dari SD, SMP, SMA, dan perguruan tinggi.
"Menurut saya kondisi ini sudah darurat moral, bukan lagi krisis moral. Karena pendidikan bagaimana menghargai orang lain, bagaimana menolong orang lain itu kan tidak ada pendidikannya," kata Dede dalam keterangan tertulis, Jumat (6/10).
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.
Saksikan juga 'Saat Atasi Masalah Transportasi di Papua, Mensos Risma Siapkan Motor Trail Listrik':
Dengan adanya rentetan peristiwa kekerasan dan bullying di lingkup sekolah, Dede menilai pendidikan akhlak sangat penting untuk membina anak-anak penerus bangsa. Terlebih, Indonesia menjunjung tinggi adab ketimuran yang di dalamnya berisi tentang adab kesopanan, saling menghargai dan menghormati.
"Tapi, di era media sosial seperti ini, siswa tidak bisa disalahkan. Kalau siswa kita salahkan, nanti penjara anak akan penuh. Jadi, mau tidak mau, pendidikan akhlak anak harus kita perhatikan sejak dini. Dari sejak PAUD, dari sejak SD," jelas Dede.
Selain itu, legislator Demokrat ini mendorong pembentukan satuan tugas (satgas) di tiap sekolah untuk mengantisipasi adanya perundungan dan kekerasan. Dede menyebutkan satgas ini nantinya berisi para guru, orang tua, dan anggota Babinsa atau Bhabinkamtibmas.
"Satgas ini sangat penting untuk menanamkan pendidikan karakter yang dibutuhkan bagi anak-anak dalam menjunjung tinggi budi pekerti luhur. Karena Satgas ini melibatkan seluruh aspek masyarakat dan penegak hukum, untuk mengawasi, mendidik dan membina anak," jelasnya.
Dede berharap hadirnya satgas tersebut dapat meredam kenakalan anak-anak, khususnya yang dilakukan di luar lingkungan sekolah. Seperti yang baru-baru ini terjadi saat geng motor yang berisikan anak-anak di bawah umur melakukan aksi kekerasan terhadap warga yang tengah melaksanakan ronda di Kampung Bandan, Jakarta Utara.
"Anak-anak yang ikut-ikutan masuk atau membuat geng-geng seperti geng motor juga cukup mengkhawatirkan karena sering bertindak melawan hukum. Satgas ini juga bisa mengantisipasi hal itu," papar Dede.