Menko PMK Muhadjir Effendy buka suara soal maraknya kasus bullying pada anak, terutama mereka yang masih bersekolah. Muhadjir mengatakan rata-rata pelaku bullying hanya pindah sekolah saja tanpa adanya pembinaan. Dia menilai hal itu tidak cukup untuk mencegah terjadinya kasus bullying serupa.
"Ini sebetulnya beberapa kasus itu menunjukkan bahwa anak-anak yang melakukan bullying itu sebetulnya sudah pindahan dari sekolah satu ke sekolah berikutnya. Mestinya tidak hanya cukup memindah yang bersangkutan, akan tetapi harus betul-betul berada di dalam pembinaan. Ini yang nanti akan kita kerja," kata Muhadjir di Kompleks Istana Merdeka, Jakarta, Selasa (3/10/2023).
Muhadjir lantas mengambil contoh kasus bullying siswa di Cilacap baru-baru ini. Muhadjir mengatakan pelaku diketahui sudah 3 kali pindah sekolah sebelumnya, tapi tindakan serupa masih saja terjadi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kayak kasus kemarin yang ada di Cilacap itu sudah pindah sekolah tiga kali itu anak. Dari Tasikmalaya kemudian pindah ke Cilacap, Cilacapnya udah dua kali pindah. Itu kan berarti kan sebetulnya ada semacam perilaku menyimpang yang seharusnya sudah diatasi, tidak cukup hanya memindah saja," ujarnya.
Muhadjir mengatakan 70 persen kasus bullying sudah terdeteksi sejak awal. Namun sayangnya menurut Muhadjir, solusi yang diberikan tidak tepat.
"Karena itu, 70 persen kasus yang saya pelajari yang saya ketahui, itu adalah sebetulnya pelakunya sudah terdeteksi sejak awal. Hanya solusinya yang tidak tepat karena hanya dipindah dari sekolah satu ke sekolah yang lain. Dan tidak diikuti dengan pembinaan yang memadai," ucapnya.
Terkait bagaimana solusi yang tepat, Muhadjir akan melakukan pembahasan lebih lanjut. Dia menilai kasus bullying yang terjadi di lingkungan siswa jumlahnya terbilang sedikit dari total 58 juta siswa di RI. Namun, dia tetap akan mencari solusi dan menghentikan kasus tersebut agar tidak terjadi lagi di lingkungan sekolah.
"Inilah yang mau saya bicarakan. Kan di sana sebetulnya sudah ada guru konseling rata-rata di sekolah-sekolah itu. Tapi ini kan kasusnya hanya 23 kasus dalam kurun sekitar 1 tahun ya kalau dilihat dari sekian puluh juta siswa kan ada 58 juta siswa ya. Sebetulnya kalau dibanding itu sih tidak seberapa cuman hebohnya kan seolah-olah Indonesia ini sudah darurat bullying padahal kalau dari segi jumlahnya ya saya tidak bilang bahwa itu tidak penting atau tidak urgen. Sangat urgen, karena satu kasus pun harus kita selesaikan, kita atasi dan kita cegah dan harus kita berhentikan. Tidak boleh lagi, diupayakan tidak boleh lagi ada kasus-kasus," ucapnya.
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya:
Lihat juga Video: Heboh Aksi Bullying Siswa SMP di Balikpapan, Korban Dibanting-Dipiting
Oleh karena itu, pihaknya akan berkoordinasi dengan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk mencari solusi dari kasus tersebut. Dia menilai penanganan kasus itu tidak hanya diserahkan pada instansi pendidikan saja.
"Nah sekarang ini di direktorat Polri itu sudah ada tambahan direktorat atas persetujuan bapak presiden. Direktorat TPPO dan PPA. Jadi nanti perlindungan anak itu juga akan ditangani dari sisi penindakan hukum. Soal nanti seperti apa itu kita diskusikan. Saya akan bicara nanti dengan Pak Kapolri dan Kabaharkam untuk bagaimana operasionalnya Polri terlibat dalam penanganan kasus-kasus bullying sekolah itu supaya betul-betul intens, tidak cukup hanya diserahkan kepada otoritas lembaga pendidikan maupun keluarga," ujarnya.
"Kalau selalu dibilang bahwa ini kasusnya di lembaga pendidikan lah memang mereka kan semua sekolah walaupun kejadiannya di luar sekolah juga diidentifikasinya di sekolah tertentu kan. Jadi ini tidak hanya tanggung jawab satu kementerian teknis tapi kementerian-kementerian yang lain juga bertanggung jawab bahkan lembaga termasuk tadi itu lembaga Polri, saya rasa akan bagus kalau nanti kita libatkan secara intensif sebagaimana yang telah diputuskan bapak presiden untuk TPPO yang semula itu menjadi domain Kementerian PPPA sekarang kan menjadi domain dari Polri," ucapnya.
Muhadjir menilai pelaku bullying yang masih di bawah umur bisa saja diproses pidana. Namun bagaimana pola penindakannya, dia menyerahkan kepada Polri.
"Ya pasti mestinya bisa diproses hukum. Soal bagaimana nanti pola penindakannya kan tergantung pada kita merujuk pada undang-undang yang ada. Ada undang-undang sendiri kan yang berkaitan dengan perlindungan anak, yang berkaitan bagaimana pelaku pidana yang melibatkan anak di bawah umur kan ada aturannya sendiri. Bukan berarti jangan sampai membayangkan pasti akan ditindak seperti peraturan hukum sebagaimana biasanya," imbuhnya.