2 Dokter RS Islam Jakarta Dilaporkan ke Polisi
Sabtu, 14 Okt 2006 14:06 WIB
Jakarta - Diduga melakukan malpraktik, dua dokter RS Islam Jakarta, Cempaka Putih, dilaporkan ke Polda Metro Jaya. Pelapor, Ny Tri Murwani didampingi Iskandar Sitorus dari LBH Kesehatan.Dua dokter yang dilaporkan itu adalah dr Omi SpA dan dr Susilawati. Tri melaporkan kedua dokter ini terkait penanganan persalinan putra ketiganya Aldino Safitra Harahap.Dengan tersedu-sedu, Tri yang melapor ke Sentra Layanan Masyarakat Polda Metro Jaya, Jalan Gatot Soebroto, Sabtu (14/10/2006), menuturkan, pada 7 September 2006 lalu, dia menjalani persalinan dengan caesar yang dilakukan dr Susilawati. Aldino lahir dengan berat 2,8 kg dan panjang 46 cm.Dalam masa pemulihan, Tri sempat dirawat inap selama 4 hari dan Aldino ditangani dokter Omi. 3 Hari setelah kelahirannya, Aldino mengidap penyakit kuning sehingga harus menjalani rawat inap lagi selama 2 hari.Namun baru menjalankan rawat inap 1 hari, dr Omi menyarankan Aldino dibawa pulang. Maka pada 11 September 2006, pukul 14.00 WIB, keluarga Tri pulang. Sesampainya di rumah, Aldino direbahkan di atas kasur.Namun baru beberapa menit, dia mengalami kejang-kejang dengan kaki melingkar. Setelah diberi susu, Aldino kembali normal dan tidak kejang-kejang lagi. Sekitar pukul 18.00 WIB, kondisinya normal lalu diminumkan obat dari dokter.Saat itu, Ny Tri belum berani memandikan anaknya karena kejang-kejang. Ketika orangtua Tri datang menjenguk dan menggendong Aldino, bocah yang belum genap berusia seminggu itu kembali kejang dan mengeluarkan rintihan-rintihan.Pada 13 September 2006 pukul 06.00 WIB, Aldino menangis terus-menerus. Akhirnya pukul 07.30 WIB, Aldino dijemur selama 10 menit. Namun dia kembali kejang-kejang yang luar biasa hebat. Akhirnya dia diberi obat kuning agar reda dan diletakkan kembali di atas kasur.Beberapa saat kemudian, Tri melap tubuh Aldino. Saat itu temannya yang datang menjenguk sempat heran melihat tali pusar Aldino yang sudah putus. Tri menjelaskan, tali pusar anaknya memang sudah putus setelah 4 hari di RS. Temannya lalu menyarankan Tri memberi Betadin dan alkohol, mengingat potongan tali pusat Aldino tampak nanah.Setelah dipakaikan baju, Tri lalu menggendong Aldino sambil mengobrol. Saat itu temannya menunjuk ke arah bayi, saat dia menengok ke anaknya, wajah Aldino ternyata sudah membiru. Melihat kondisi anaknya, Tri lalu panik. Dia menangis dan menelepon suaminya. Suaminya kemudian menyarankan agar Aldino dibawa ke RSIJ. Selama dalam perjalanan Aldino kejang dan merintih-rinth dengan muka biru.Sesampainya di RSIJ, Tri mendaftar dan ingin bayinya ditangani dr Omi. Karena dr Omi dan spesialisasi lain tidak ada, dia membawa anaknya ke UGD RS Medical Sunter.Namun Tri disuruh ke RSIJ lagi atas saran dokter UGD Medical Sunter. Dokter tersebut menduga Aldino kena tetanus dan harus diinfus serta dirawat inap. Setelah itu, Aldino dibawa ke RSIJ dan dirawat inap meski masih kejang-kejang.Pukul 18.30 WIB, Aldino kejang parah sehingga pukul 20.00 WIB suster menyarankan mencari ruang ICU. Karena ruang ICU RSIJ penuh, Tri diminta mencari ke rumah sakit lain. Dia lalu mencari ruang ICU yang kosong di beberapa rumah sakit. Sampai 5 rumah sakit dia datangi, namun seluruhnya penuh.Akhirnya Tri kembali ke RSIJ dan menemui suster jaga untuk meminta rujukan, setelah rumah sakit keenam menyatakan, ada ruang ICU yang kosong. Tapi rumah sakit tersebut meminta surat rujukan.Namun suster jaga mengatakan, pihaknya bisa mencarikan ruang ICU di RS lain, tapi dia harus menyiapkan uang muka. Suami Tri mengiyakannya karena Aldino dalam kondisi parah. Suster jaga pun ke ruangan untuk menelepon sejumlah rumah sakit. Beberapa menit kemudian, dia menyatakan ada ruang ICU kosong di RS Harapan Kita dengan uang muka Rp 7,5 juta. Keluarga Tri diberi waktu dua jam untuk berpikir sampai akhirnya mereka sepakat membawa Aldino ke RS Harapan Kita.Dari RSIJ, mereka menggunakan ambulans 118. Mereka tidak diperkenankan memakai ambulans RSIJ karena ambulans RSIJ tidak bisa dipakai untuk urusan tersebut. Suster menyarankan Tri memakai ambulans 118 dengan membayar Rp 200 ribu.Aldino kemudian dibawa ke RS Harapan Kita tanpa ada surat rujukan dan suster yang mendampingi. Suster pendamping tidak disediakan dengan alasan sopir ambulans 118 sudah profesional dan bisa menjalankan tugas perawat.Sesampainya di RS Harapan Kita, dokter UGD sempat marah-marah karena Aldino tidak didampingi suster, mengingat kondisinya yang parah. Setelah diperiksa 10 menit, Aldino lalu dibawa ke ruang ICU. Dia dirawat selama 24 hari tanpa boleh ditunggui keluarga. Pada 7 Oktober 2006, pukul 09.10 WIB, Aldino meninggal karena pendarahan di otak.Dalam laporan ke Polda, Tri menyebutkan adanya kesalahan yang mengakibatkan meninggalnya orang dan membiarkan orang yang membutuhkan pertolongan sesuai pasal 359 KUHP dan 304 KUHP. "Sekarang kita menyerahkan pada hukum saja," tuturnya sambil menangis sesunggukan.
(umi/sss)