Syamsuddin menjelaskan Dewas KPK memerlukan bukti dugaan penyalahgunaan jabatan dan/atau kewenangan sebagaimana diatur dalam Pasal 4 ayat 2 huruf b Perdewas KPK Nomor 3 Tahun 2021. Namun, katanya, majelis etik tak menemukan cukup bukti selama proses pemeriksaan hingga persidangan.
Penyalahgunaan kewenangan atau pengaruh itu, katanya, dapat dilihat dari keputusan yang tidak objektif yang tujuannya untuk menguntungkan kepada seseorang tertentu. Namun, menurut Dewas KPK, Idris selaku pejabat Kementerian ESDM yang berkomunikasi dengan Tanak bukanlah tersangka kasus korupsi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sehingga tidak ada kepentingan sama sekali dari Terperiksa untuk menggunakan kewenangan dan pengaruhnya supaya menguntungkan saudara Sihite, maupun pihak lain," terangnya.
"Meskipun telah terjadi kontak antara Terperiksa dan saudara Sihite tetapi kontak tersebut belum memenuhi syarat sebagai terjadinya komunikasi antar Terperiksa dengan Sihite yang berkaitan dengan perkara yang ditangani KPK di Kementerian ESDM,"sambungnya.
Namun, ada dissenting opinion atau perbedaan pendapat dari Anggota Dewas KPK Albertina Ho. Dia menilai Johanis Tanak melakukan pelanggaran etik.
(lir/haf)