Tim advokasi tahanan Polres Banyumas, Jawa Tengah (Jateng), yang tewas beberapa waktu lalu, OK (26), mendatangi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Mereka memberikan hasil investigasi dan meminta perlindungan.
"Dalam investigasi tersebut, kami merekonstruksi peristiwa penyiksaan terhadap almarhum OK. Hasilnya, almarhum Oki tidak berdiri sendiri. Namun ada beberapa korban lain seperti anak yang turut mengalami tindak penyiksaan," kata anggota tim advokasi yang juga Kepala Divisi Hukum KontraS, Andri Yunus, kepada wartawan, Rabu (20/9/2023).
Dia meminta perlindungan terhadap sejumlah saksi, baik yang secara langsung maupun tidak langsung terlibat dalam peristiwa itu. Andri mengatakan LPSK telah memberikan respons terkait permohonannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Maka dari itu, hari ini kami ke LPSK untuk mem-follow up, sekaligus memberikan tuntutan agar para korban, saksi, mendapatkan perlindungan, baik yang diatur dalam Undang-Undang LPSK guna mengungkap peristiwa penyiksaan yang dialami oleh OK," sebutnya.
Menurut Andri, LPSK akan menindaklanjuti permohonan perlindungan terhadap 7 saksi. Andri menyebut LPSK sepakat memberikan perlindungan menyeluruh.
"LPSK sepakat bahwa perlindungan akan diberikan secara menyeluruh, guna terungkapnya fakta dan peristiwa yang sampai detik ini masih menyelimuti peristiwa kematian almarhum OK," tuturnya.
"Ini menjadi amat sangat penting dalam proses pengungkapan kebenaran, agar setiap orang yang bersaksi dalam kasus penyiksaan terhadap almarhum OK dapat memberi keterangan secara independen, bebas, merdeka, dan tanpa tekanan dari pihak manapun," lanjutnya.
Terpisah, perwakilan LBH Yogyakarta, Putri Titian Damai, menyebut ada sejumlah orang yang mengalami intimidasi saat mencari keadilan atas kasus tahanan Polres Banyumas tewas tersebut. Di antaranya pihak keluarga korban sendiri.
"Jadi intimidasi diterima oleh keluarga korban sejak saat korban meninggal. Jadi memang ada serangkaian proses intimidasi dari orang-orang terkait, untuk berusaha menutup kasus ini. Dari situlah kemudian bahwa memang penting untuk hadir LPSK dan memberi perlindungan kepada keluarga," kata Putri.
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.
Lihat juga Video: Cerita Tahanan Wanita Diduga Dipaksa Seks Oral oleh Oknum Polda Sulsel
Putri menjelaskan ada dua bentuk intimidasi yang dialami mereka. Pertama, intimidasi secara langsung maupun tidak langsung.
"Intimidasi dilakukan melalui bertemu langsung dengan beberapa keluarga. Satu, adik dari korban, kedua, kakak sepupu korban juga mendapat intimidasi secara langsung, diminta untuk menghentikan kasusnya, dan adiknya mendapat intimidasi dengan dikuntit gitu. Kemudian ditanyai terkait proses advokasi yang akan dilakukan oleh tim seperti apa," ungkapnya.
"Intimidasi hukum juga sudah ada, kami menduga ada intimidasi melalui proses hukum yang dialami oleh kakak sepupu korban. Di mana dia dilaporkan dengan Undang-Undang ITE, dan dipanggil untuk klarifikasi di Polres," sambung dia.
Tindak Lanjut LPSK
Sementara itu, Wakil Ketua LPSK, Susilaningtias mengatakan, sudah ada tujuh orang pemohon yang diberikan perlindungan. Mereka di antaranya keluarga korban, korban, tersangka yang mengajukan sebagai justice collaborator, dan anak-anak yang menjadi saksi dalam kasus ini.
"Mereka ini ada yang mendapatkan perlindungan berupa pemenuhan hak prosedural, sama bantuan psikologis. Karena beberapa dari mereka itu dalam kondisi yang trauma dan tertekan terkait kasus ini. Kemudian ada juga terkait perlindungan hukum. Karena ada yang dilaporkan balik, salah satu dari keluarga korban, oleh orang yang lain," kata Susilaningtias.
Terkait permohonan justice collaborator, dia mengatakan belum diputuskan. Pihaknya masih mengkaji potensi kedua tersangka menjadi justice collaborator.
"Tapi kami akan memberikan pendampingan kepada keduanya dalam posisi mereka sebagai saksi, untuk tersangka yang lainnya. Sambil lalu, kami menelaah potensi yang bersangkutan sebagai justice collaborator," imbuhnya.
4 Polisi Ditahan
Diketahui, Kapolda Jawa Tengah Irjen Ahmad Luthfi mengatakan ada 11 polisi yang diperiksa terkait kasus tersebut. Empat di antaranya terkait pelanggaran disiplin dan tujuh lainnya terkait kode etik. Dari tujuh polisi yang diperiksa terkait kode etik, empat di antaranya ditahan.
"Ada 11 anggota terlibat. Dilakukan pemeriksaan anggota, empat anggota disiplin dan tujuh orang terkait kode etik. Dalami kembali empat orang anggota karena masuk ranah pidana. Hari ini sudah lakukan penahanan," kata Luthfi di Mapolda Jarang, Semarang, Senin (17/7).
Simak selengkapnya di halaman berikutnya.
Luthfi menjelaskan, pelanggaran mereka di antaranya lalai karena tidak mengawasi tahanan sehingga terjadi pengeroyokan. Sedangkan empat polisi yang masuk ranah pidana disebut berkaitan dengan proses penangkapan.
"Jadi ada lalai, tidak mengawasi tahanan. Kode etik, tidak sesuai peraturan perundangan. Saat proses penangkapan empat anggota terbukti pidana, entah mukul atau apa nanti dibuktikan," jelasnya.
"Pasalnya 170 (KUHP, tentang pengeroyokan)," imbuh Luthfi.