KPK menduga negara merugi Rp 2,1 triliun akibat korupsi yang dilakukan mantan Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina, Karen Agustiawan, dalam pengadaan liquefied natural gas (LNG) atau gas alam cair. Karen membantah menyebabkan kerugian terhadap negara.
"Kalau tadi dibilang marak ada kerugian, kerugian itu diakibatkan karena masa pandemi di tahun 2020 dan 2021," kata Karen di gedung KPK, Jakarta Selatan, Selasa (19/9/2023).
Karen mengatakan Pertamina tidak mengalami kerugian akibat pengadaan LNG. Dia menjelaskan, pada 2018, Pertamina bahkan mengalami untung.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena berdasarkan dokumen yang ada tahun 2018 Oktober, Pertamina bisa menjual ke BP dan Sentrafigura dengan nilai positif 71 cent per mm BPU," jelas Karen.
Selain itu, Karen membantah tidak mendapatkan restu dari pemerintah terkait pengadaan LNG. Dia mengatakan kebijakannya merupakan aksi korporasi.
"Saya ingin menjelaskan bahwa aksi korporasi ini dilakukan untuk mengikuti perintah jabatan saya berdasarkan Perpres 2006 terkait energy mix bahwa gas harus 30 persen. Terus inpres Nomor 1/2010 dan Inpres 14 tahun 2014," jelas Karen.
KPK Sebut Korupsi Karen Rugikan Negara Rp 2,1 T
Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan kasus ini diawali dari rencana pengadaan LNG yang dilakukan oleh Pertamina pada 2012. Wacana tersebut dipilih kala itu sebagai upaya mengatasi defisit gas di Indonesia.
Karen lalu menjalin kerja sama dengan sejumlah produsen dan supplier LNG yang berada di luar negeri. Salah satu perusahaan yang ditunjuk ialah Corpus Christi Liquefacition (CCL) LLC Amerika Serikat.
Penunjukan kerja sama dengan CCL tersebut dinilai bermasalah. KPK menduga keputusan yang diambil Karen saat itu sepihak tanpa adanya kajian yang utuh.
"Saat pengambilan kebijakan dan keputusan tersebut, GKK alias KA secara sepihak langsung memutuskan untuk melakukan kontrak perjanjian perusahaan CCL tanpa melakukan kajian hingga analisis menyeluruh dan tidak melaporkan pada Dewan Komisaris PT Pertamina Persero," ujar Firli.
"Selain itu pelaporan untuk menjadi bahasan di lingkup Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dalam hal ini pemerintah tidak dilakukan sama sekali sehingga tindakan GKK alias KA tidak mendapatkan restu dari persetujuan pemerintah saat itu," tambah Firli.
Kebijakan yang diambil Karen itu kemudian mengakibatkan kerugian negara. Kerugian itu berupa LNG yang telah dibeli dari CCL LLC Amerika Serikat tidak terserap di pasar domestik hingga menjadi oversupply.
"Dalam perjalanannya seluruh kargo LNG milik PT Pertamina Persero tang dibeli dari perusahaan CCL LLC Amerika Serikat menjadi tidak terserap di pasar domestik yang berakibat kargo LNG menjadi oversupply dan tidak pernah masuk ke wilayah Indonesia," tutur Firli.
Dia menambahkan, akibat kelebihan pasokan itu LNG yang telah dibeli kemudian dijual dengan harga murah sehingga menimbulkan kerugian.
"Dari perbuatan GKK alias KA menimbulkan dan mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar USD 140 juta yang ekuivalen dengan Rp 2,1 triliun," pungkas Firli.
(ygs/aik)