Komnas Perempuan menyebutkan banyak korban kekerasan terhadap perempuan tidak puas dengan pelaksanaan restorative justice (RJ). Untuk itu, mereka meminta agar RJ kasus kekerasan terhadap perempuan berperspektif korban.
Diketahui, Komnas Perempuan telah memantau pelaksanaan restorative justice penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan berbasis gender di 9 provinsi 23 kabupaten/kota di Indonesia. Hasil pemantauan itu menghasilkan rekomendasi penanganan RJ kasus kekerasan terhadap perempuan.
Hasil rekomendasi Komnas Perempuan ditujukan untuk sejumlah lembaga. Di antaranya Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam); Kejaksaan Agung; Mahkamah Agung; kepolisian; Kemenkumham; serta Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Komisioner Komnas Perempuan, Siti Aminah Tardi mengatakan rekomendasi untuk Kemenko Polhukam, yakni menerbitkan regulasi nasional tentang penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan. Lalu, mengkoordinasikan lembaga penegak hukum terkait penyelenggaraan kebijakan keadilan restorative justice agar lebih berperspektif kepada korban.
"Untuk hasil pemantauan ini kami memberikan rekomendasi kepada Kemenko Polhukam, Kementerian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan untuk menerbitkan regulasi nasional tentang penanganan kekerasan terhadap perempuan berbasis gender dengan mekanisme keadilan restoratif yang sesuai dengan prinsip-prinsip HAM dan keadilan gender," kata Siti di acara launching hasil pemantauan RJ Komnas Perempuan di Hotel Morrissey, Jakarta Pusat, Selasa (19/9/2023)
"Kemudian yang kedua adalah mengkoordinasikan seluruh institusi penegak hukum terkait penyelenggaraan kebijakan keadilan restoratif justice agar lebih berperspektif korban, ini mengingat ke depan kita juga akan membahas RUU KUHAP. Kami mengharapkan Kemenko Polhukam memastikan isu-isu keadilan restoratif ini dinaikkan di tingkatan hukum acara pidana, salah satunya itu," lanjutnya.
Dia mengatakan rekomendasi untuk Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) yakni menyusun rumusan peraturan pelaksanaan hukum adat penanganan kasus kekerasan terhadap perempuan. Komnas Perempuan juga merekomendasikan Kemenkum HAM agar menyelenggarakan pendidikan HAM berbasis gender.
"Kemudian rekomendasi kedua kami tujukan kepada Kementerian Hukum dan HAM, untuk menyusun rumusan peraturan pelaksanaan hukum adat untuk penanganan kekerasan terhadap perempuan berbasis gender agar complementary dengan sistem peradilan pidana. Jadi konteks bagaimana mengkoneksikan antara peradilan adat dengan peradilan pidana yang memenuhi prinsip-prinsip hak asasi perempuan. Kemudian yang kedua menyelenggarakan pendidikan HAM berbasis gender untuk lembaga adat dan lembaga sosial keagamaan atau lembaga serupa tentang keadilan restoratif dalam penanganan kekerasan terhadap perempuan," ujarnya.
Dia merekomendasikan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Anak agar melakukan koordinasi berkala dengan lembaga penegak hukum terkait penanganan RJ kasus kekerasan terhadap perempuan. Rekomendasi lainnya adalah menyediakan juklas juknis terkait pelaksanaan mediasi kasus kekerasan terhadap perempuan berbasis gender.
"Kemudian untuk Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, kami merekomendasikan agar melakukan koordinasi berkala dengan institusi penegak hukum, lembaga layanan berbasis masyarakat sipil terkait kasus kekerasan terhadap perempuan yang menggunakan mekanisme keadilan restoratif. Kemudian yang kedua menyediakan juklas juknis tentang pelaksanaan mediasi kasus yang berbasis gender dan mengkoordinasikan penyediaan layanan pemulihan bagi korban dalam pelaksanaan keadilan restoratif," ujarnya.
Dia mengatakan Komnas Perempuan merekomendasikan kepolisian agar menerbitkan penunjuk arah tentang pelaksanaan RJ kasus kekerasan terhadap perempuan. Dia juga merekomendasikan Kejaksaan Agung menerbitkan mekanisme pelaksanaan RJ dengan pihak terkait.
"Kemudian, kepada Kepolisian, Kejaksaan Agung, dan Mahkamah Agung secara umum kami merekomendasikan, pada kepolisian tentu agar menerbitkan penunjuk arah tentang implementasi keadilan restorative justice dalam penyelesaian kasus kekerasan terhadap perempuan berbasis gender. Ini berdasarkan tadi ya tantangan dan hambatan di pelaksanaan RJ di tingkat kepolisan dan kemudian lahirnya UU TPKS yang tidak atau melarang penyelesaian di luar pengadilan yang juga harus disinkronkan dengan perpol saat ini. Kemudian Kejaksaan Agung agar menerbitkan mekanisme pelaksanaan rumah keadilan restoratif dan kerja sama dengan pihak-pihak terkait, termasuk mekanisme pengawasan," tuturnya.
(aik/aik)