Mahkamah Agung (MA) memperberat hukum Teddy Tjokrosapetro di kasus korupsi ASABRI. Selain itu, MA juga merampas sejumlah aset saudara kandung Benny Tjokrosaputro itu.
Awalnya, Teddy Tjokro dihukum 14 tahun penjara karena korupsi dan melakukan pencucian uang. MA kemudian memperberatnya.
"Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 17 (tujuh belas) tahun dan pidana denda sebesar Rp 750 juta dengan ketentuan apabila pidana denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 (enam) bulan," demikian bunyi putusan MA yang dilansir website MA, Minggu (17/9/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Vonis itu diketok Suhadi, Suharto dan Agustinus Purnomo Hadi. Selain itu, MA juga mewajibkan Teddy Tjokro agar mengembalikan uang yang dikorupsi Rp 20 miliar.
"Jika Terpidana tidak membayar uang pengganti paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut, dalam hal Terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka dipidana dengan pidana penjara selama 5 (lima) tahun," ucap majelis hakim.
MA juga merampas sejumlah aset Teddy Tjokro untuk negara, yaitu:
Satu unit BMW Type 520I Tahun 2018 Nopol B 1136 SAQ
Satu unit BMW Type 520I Tahun 2017 Nopol B 1347 SAQ
Tanah dan bangunan di Sumbawa, Brang Bijim Sumbawa
Villa di Ubud, yaitu di Tegallalang, Sebatu, Gianyar seluas 494 meter persegi
Villa di Ubud, yaitu di Tegallalang, Sebatu, Gianyar seluas 1.400 meter persegi
Tanah dan bangunan di Kapuk Muara, Jakarta Utara, seluas 573 meter persegi
Selanjutnya: Pertimbangan MA
Dari fakta-fakta hukum yang terungkap di persidangan, telah terbukti benar, Terdakwa Teddy Tjokrosapoetro menerima aliran dana sebesar Rp 20.832.107.126 melalui rekening BCA.
Berdasarkan fakta di persidangan uang dari PT ASABRI, oleh Terdakwa Teddy Tjokrosapoetro dan Benny Tjokrosapoetro telah dipergunakan untuk mengakuisisi saham terhadap beberapa perusahaan untuk menyembunyikan dan menyamarkan dana-dana hasil kejahatan yaitu dari hasil transfer saham sehingga Benny Tjokrosaputro dan Terdakwa Teddy Tjokrosapoetro dapat membeli dan atau menguasai aset berupa tanah dan bangunan atau aset lainnya dengan menggunakan entitas perusahaan-perusahaan sehingga seolah-olah kepemilikan aset tersebut tidak terlihat sebagai kepemilikan Benny Tjokrosaputro atau Terdakwa Teddy Tjokrosapoetro.
Berdasarkan fakta di persidangan Terdakwa bersama dengan Saksi Mayjen TNI (Purn) Adam Rachmat Damiri selaku Direktur Utama PT ASABRI dan Benny Tjokrosapoetro telah salah dalam mengelola instrumen investasi saham, Medium Term Note (MTN) dan Reksa Dana PT Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Persero), dengan melawan hukum telah memperkaya diri sendiri dan orang lain yang mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 22.788.566.452.083.
Bahwa mengenai alasan kasasi Terdakwa merupakan pengulangan fakta di persidangan yang telah dipertimbangkan oleh judex facti dengan tepat dan benar yang pada pokoknya Saksi Mayjen TNI (Purn) Adam Rachmat Damiri selaku Direktur Utama PT ASABRI, Bachtiar Effendi selaku Direktur Investasi dan Keuangan PT ASABRI, Sonny Wijaya selaku Direktur Utama PT ASABRI, Hari Setianto selaku Direktur Investasi PT ASABRI, Jimmy Sutopo, Lukman Purnomosidi, Benny Tjokrosaputro, Heru Hidayat dan Ilham Wardhana Bilang Siregar (Alm) telah melakukan tindak pidana korupsi.
Berdasarkan matrik pada Lampiran Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pedoman Pemidanaan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dijelaskan kategori kerugian negara adalah dalam kategori paling berat, sedangkan kategori kesalahan, dampak dan keuntungan dalam kategori tinggi, maka rentang pidana yang dijatuhkan terhadap Terdakwa adalah pidana penjara selama 16 sampai dengan 20 tahun dan pidana denda antara Rp 800 juta sampai dengan Rp 1 miliar.
Pidana yang telah dijatuhkan judex facti kepada Terdakwa dengan pidana penjara selama 14 tahun adalah belum sesuai dengan yang ditentukan dalam Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pedoman Pemidanaan Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.