Indonesia tengah gencarkan akselerasi program Forestry and Other Land Use (FOLU) Net Sink 2030. Hal itu sebagai upaya dalam menurunkan emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dari sektor kehutanan dan lahan.
Indonesia telah menetapkan target pengurangan emisi gas rumah kaca hingga tahun 2030. Pada dukungan edisi Indonesia, target pengurangan emisi gas rumah kaca nasional yaitu sebesar 29% atau setara dengan 834 juta ton CO2 ekuivalen, dengan usaha sendiri, atau hingga 41% atau setara dengan 1,185 juta ton CO2 ekuivalen dengan dukungan internasional yang memadai.
Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan (PKTL) Hanif Faisol Nurofiq, mengungkapkan target pengurangan emisi gas rumah kaca tersebut dapat diyakini berhasil jika menurunkan emisi GRK pada sektor kehutanan, energi, pertanian, industri, limbah, hingga yang terbesar yaitu pada sektor kehutanan dan lahan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Target sebesar 29% secara nasional itu dapat tercapai melalui penurunan emisi gas rumah kaca sekitar 17,2% pada sektor kehutanan, 11% pada sektor energi, 0,32% pada sektor pertanian, 0,1% pada sektor industri, dan 0,38% pada sektor limbah. Oleh karena itu, sektor kehutanan dan lahan menjadi penyumbang terbesar emisi gas rumah kaca hingga mencapai 60% dari target yang telah ditetapkan," ungkap Faisol dalam segmen Talkshow di Zona Hijau B, pada acara Festival LIKE (Lingkungan-Iklim-Kehutanan-Energi EBT) di Indonesia Arena GBK Jakarta, Sabtu (16/9/2023).
Dalam rangka mengurangi emisi gas rumah kaca di sektor kehutanan dan lahan serta mencapai pencapaian yang maksimal, KLHK mengajak seluruh lapisan masyarakat juga turut melaksanakan langkah-langkah ini secara terstruktur dan sistematis. Adapun langkah untuk mencapai tujuan tersebut, Faisol memaparkan berbagai program dalam sektor FOLU, yang dikenal dengan istilah '12 Rencana Operasional FOLU'.
"Operasional FOLU bekerja sama dengan berbagai macam program sektor FOLU, yang biasa dikenal dengan '12 Rencana Operasional FOLU'. Setiap langkah kerja dalam rencana ini akan dilaksanakan secara sistematis, berupa (1) pengurangan laju deforestasi, (2) pengurangan laju degradasi hutan, (3) pengapuran pembangunan hutan tanaman, (4) pengelolaan hutan secara lestari, (5) perhutanan sosial, (6) rehabilitasi hutan dengan rotasi maupun non rotasi, (7) tata kelola restorasi gambut, (8) perbaikan tata air gambut, (9) perbaikan dan konservasi mangrove, (10) konservasi keanekaragaman hayati dan ekosistemnya, (11) low enforcement serta pengembangan berbagai macam instrumen dan kebijakan baru, (12) pengendalian sisi monitoring, evaluasi, dan pelaksanaan komunikasi publiknya," paparnya.
(akn/ega)