Tanggal 7 September diperingati sebagai Hari Perlindungan Pembela HAM (Hak Asasi Manusia) Nasional. Hari Perlindungan Pembela HAM Nasional diperingati bertepatan dengan tanggal meninggalnya Munir Said Thalib, aktivis HAM Indonesia.
Hari Perlindungan Pembela HAM diperingati sebagai upaya untuk memperjuangkan perlindungan HAM bagi para pembela hak asasi manusia. Menurut Komisi Nasional (Komnas) HAM, Pembela HAM atau yang kerap disebut Human Rights Defender sampai saat ini masih sering mengalami berbagai kekerasan dan kriminalisasi.
Sejarah Hari Perlindungan Pembela HAM
Hari Perlindungan Pembela HAM Nasional diproklamasikan oleh Komnas HAM pada 7 September 2021 dalam sebuah Konferensi Pers bersama Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) serta Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seperti dilansir laman Komnas HAM, keberadaan Pembela HAM sangat penting dalam pemajuan, perlindungan, penghormatan, dan pemenuhan HAM. Semangat dan ide perlindungan pembela HAM harus tetap dijaga dan dirawat agar keadilan dan kesejahteraan berbasis HAM terwujud di Indonesia.
Kemudian dalam konferensi tersebut, Komisioner Mediasi Komnas HAM sekaligus Ketua Tim Pembela HAM Komnas HAM, Hairansyah menyampaikan bahwa Komnas HAM dalam Sidang Paripurna telah menetapkan 7 September sebagai Hari Perjuangan Pembela HAM Indonesia.
"Kami sudah menyampaikan surat kepada Presiden Republik Indonesia untuk menjadikan ini menjadi hari nasional," ucap Hairansyah, Selasa (7/9/2021).
Lebih lanjut, Hairansyah menyampaikan bahwa Pembela HAM dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia sudah secara nyata berpartisipasi dan berkontribusi terhadap pemajuan HAM. Oleh karena itu, menurut dia, harus ada perlindungan dan pemulihan bagi para pembela HAM.
Selain menetapkan tanggal 7 September sebagai Hari Perlindungan Pembela HAM Nasional, hasil konferensi tersebut juga menghasilkan sejumlah kesepakatan berkaitan dengan pembelaan HAM di Indonesia.
Berikut ini upaya perlindungan dan pemulihan bagi para Pembela HAM yang direkomendasikan oleh Komnas HAM, Komnas Perempuan, dan LPSK dana konferensi tersebut:
- Mendesak DPR RI untuk melakukan perubahan kebijakan yang dapat mengancam bagi kerja-kerja para pembela HAM (UU ITE/UU Minerba/UU Cipta Kerja), serta melakukan perubahan UU HAM yang memperkuat peran dan fungsi lembaga negara independen untuk mendorong ruang perlindungan dan pemulihan secara menyeluruh terhadap pembela HAM dan perempuan pembela HAM.
- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) untuk segera menetapkan peraturan menteri anti SLAP terkait dengan implementasi Pasal 66 Undang-Undang Lingkungan Hidup.
- Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak untuk turut membangun sistem perlindungan melalui rumah-rumah aman bagi tim penyelesaian non-yudisial pelanggaran (PPHAM) yang mengalami kekerasan/serangan.
- Aparat Penegak Hukum untuk memperhatikan penerapan Pasal 10 UU No 31 tahun 2014 atas Perubahan UU No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban serta menyebarluaskan Pasal tersebut secara masif, khususnya kepada Aparat Penegak Hukum dan organisasi masyarakat sipil di seluruh Indonesia. Selain itu menggunakan mekanisme berbasis hak asasi manusia dalam menangani kasus-kasus pembela HAM dan tidak mudah menerapkan sanksi untuk mengkriminalisasi mereka.
- Media (offline dan online) untuk lebih intensif dalam mempublikasikan persoalan Pembela HAM demi memperkuat pemahaman publik.
Sosok Munir di Balik Hari Perlindungan Pembela HAM
Menurut Komnas HAM, peringatan Hari Perlindungan Pembela HAM Nasional diperingati pada 7 September itu merupakan usulan Komnas HAM yang dipilih karena terkait dengan peringatan 17 tahun meninggalnya aktivis HAM Munir pada 7 September 2004 silam. Saat itu, Munir tengah berada dalam penerbangan menuju Amsterdam guna melanjutkan kuliah pascasarjana.
Mengutip dari Dokumen Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) 'Bunuh Munir', Munir dikabarkan meninggal pada 7 September 2004, tepatnya 2 jam sebelum mendarat di Bandara Schiphol, Amsterdam akibat racun arsenik. Kabar tersebut meninggalkan luka mendalam tidak hanya bagi keluarga Munir, tetapi juga masyarakat Indonesia.
Semasa hidupnya, Munir Said Thalib telah berjasa mengawal sejumlah kasus penculikan dan penghilangan orang secara paksa terhadap orang-orang yang mengkritisi pemerintah. Keberanian Munir tentu saja didukung bagi kelompok aktivis yang kontra dengan kebijakan pemerintah pada Orde Baru.
Menurut Jurnal Universitas Diponegoro 'Analisis Peran Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Sebagai Civil Society dalam Pengungkapan Kasus Pembunuhan Munir', Munir sendiri tergabung dalam Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS).
Organisasi tersebut bergerak di bidang advokasi hak asasi manusia Indonesia. Sebagai bentuk penghargaan terhadap perjuangan Munir dalam membela hak asasi manusia, KontraS sebagai civil society mendorong agar tanggal pembunuhan Munir ditetapkan sebagai Hari Perlindungan Pembela HAM Nasional.
(wia/imk)