Seorang buruh asal Kabupaten Bangli, Bali Ni Nyoman Neti (51) tidak menyangka dirinya akan terkena batu ginjal. Kesehariannya yang bekerja sebagai seorang buruh bangunan membuatnya tidak sadar terhadap sakit pinggang dan kaki yang sering ia alami.
Ia beranggapan kelelahan fisik yang ia rasakan akibat sering mengangkat benda berat adalah hal wajar sehingga ia hanya mengandalkan obat pereda nyeri agar sakit pinggang dan kakinya hilang.
"Kejadiannya dua tahun yang lalu, jadi setiap sakit pinggang dan kaki saya hanya beli obat agar sakitnya hilang, karena saya anggap wajar sakit seperti ini, maklum sebagai buruh bangunan saya sering melayani tukang dengan tugas mengangkat pasir dan bahan lainnya, tetapi lama kelamaan sakitnya semakin menjadi, dan saya putuskan berobat ke dokter," ungkap Neti dilansir dari website Jamkesnews, Kamis (31/8/2023).
Betapa kagetnya ia ketika dokter merujuknya ke rumah sakit, dalam benaknya beranggapan jika sudah ke rumah sakit maka sakitnya cukup serius. Kemudian, ia juga berfikir kalau berurusan dengan rumah sakit maka akan menyita banyak waktu untuk pengobatan dan juga biaya, tetapi demi kesembuhannya dengan mantap ia memutuskan untuk menjalani pemeriksaan ke rumah sakit.
Saat itu, dirinya berbekal Kartu Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang ia dapat dari Pemerintah Kabupaten Bangli yang telah mendaftarkan seluruh penduduknya ke dalam Program JKN.
"Setelah konsul dengan keluarga akhirnya saya memutuskan untuk memeriksakan diri ke rumah sakit, apalagi keluarga telah memastikan saya punya kartu JKN dari pemerintah sehingga saya tidak usah memikirkan biaya pengobatan lagi," imbuhnya.
Pertama ia menjalani pengobatan di RSUD Klungkung karena alasan sarana prasarana, saat itu didapati hasil pemeriksaan jika terdapat batu pada ginjalnya. Hal tersebut membuat rumah sakit memutuskan untuk melakukan tindakan pengobatan dengan menghancurkan batu tersebut dengan alat. Pengobatan tersebut membuat Neti merasa lega.
Selang beberapa bulannya ternyata sakit pinggangnya masih terasa. Neti diajak berobat ke salah satu rumah sakit swasta di Denpasar. Saat itu ia juga mengandalkan KIS yang ia punya. Di rumah sakit tersebut Neti menjalani pengobatan dengan menghancurkan batu ginjalnya dari luar sebanyak dua kali.
"Pengobatannya seperti ditembak tetapi tidak seperti yang duluan yang memasukkan selang, di Denpasar hanya ditembak dari luar dengan ditempelkan alat di pinggang saya, saya menjalaninya sebanyak dua kali dan saat itu merasakan ada perubahan," ucapnya.
Meskipun sudah tiga kali menjalani pengobatan ternyata batu pada ginjalnya belum hilang, hal ini membuatnya heran, Kemudian ia kembali berobat ke puskesmas tempatnya terdaftar. Neti pun dirujuk ke RSU BMC Bangli karena saat itu alatnya sudah ada.
Dokter yang merawatnya di rumah sakit tersebut menyatakan jika posisi batu pada ginjalnya cukup sulit dihilangkan dengan metode tembak tersebut, dokter berkeinginan untuk melakukan tindakan operasi bedah.
Namun karena faktor usia dan kondisinya membuat dokter tidak berani mengambil risiko, jadi ia kembali harus menjalani tindakan pengobatan seperti sebelumnya secara rutin.
"Di BMC saya kembali menjalani pengobatan berupa ditembak dari luar karena kondisi saya tidak memungkinkan untuk dilakukan operasi bedah, saat ini saya sedang menunggu jadwal pemeriksaan dan pengobatan, mungkin saya akan jalani ini dengan rutin sampai batunya benar-benar ilang," ungkap Neti.
Neti mengaku selama menjalani pengobatan ia tidak dikenakan biaya sepeserpun. Ia pun mengaku pengobatannya dijalani dengan mudah dan lancar hanya berbekal Kartu KIS yang ia miliki. Saat ini ia hanya berharap penyakitnya segera sembuh dan dapat menjalani aktivitasnya seperti biasa.
(anl/ega)