Ketua majelis hakim Fahzal Hendri dibuat geram oleh salah satu saksi di sidang kasus korupsi BTS 4G Kominfo yakni senior manajer Bakti proyek BTS PT Lintasarta, Perry Rimanda. Hakim Fahzal ragu akan klaim Perry soal kerugian konsorsium proyek BTS.
Perry Rimanda bersaksi untuk terdakwa mantan Menkominfo Johnny G Plate, eks Dirut Bakti Kominfo Anang Achmad Latif dan Tenaga Ahli pada Human Development Universitas Indonesia (Hudev UI) Yohan Suryanto di PN Tipikor Jakarta, Kamis (31/8/2023). Mulanya, Perry mengklaim konsorsium paket 3 proyek BTS merugi hingga Rp 77 miliar.
"Jadinya Dirut bilang ini rugi kalau dilihat dari kondisi arus kasnya. Kalau dari bapak yang ngerti keuangannya gimana?" tanya kuasa hukum Terdakwa Anang Achmad Latif, Aldres Napitupulu dalam persidangan di PN Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Besar Raya, Jakarta Pusat, Kamis (31/8/2023).
"Betul, Pak. Kalau kita ngomong dari sisi rekening koran, keluar masuk, itu kita rugi karena pertama, Huawei dan SEI itu wajib bayar, waba (wajib bayar), sedangkan Bakti itu wapu (wajib pungut). Nah, kami terima duit, dipotong 10 persen, tidak terima 10 persen. Sedangkan kami punya kewajiban 10 persen ke Huawei dan SEI sebagai waba tersebut. Kemudian ada biaya transponder seperti yang disampaikan Pak Arya tadi yang harus kita tanggung meskipun belum bisa kita tagihkan," jawab Perry.
"Jadi ruginya berapa nih konsorsium paket 3?" tanya Aldres.
"Per Juli 2023 berdasarkan realisasi yang kami punya, itu minus Rp 77 miliar," jawab Perry.
Mendengar jawaban Perry, Hakim Fahzal lalu mengambil alih pertanyaan tersebut. Hakim heran terkait keterangan kerugian konsorsium paket 3 padahal pembayaran sudah dilakukan 100 persen.
"Bentar. Saudara bilang rugi?" tanya Hakim Fahzal.
"Iya, Pak," jawab Perry.
"Negara kan sudah bayar 31 Desember 2021, 100 persen ya?" tanya hakim Fahzal.
"Betul, Pak," jawab Perry.
Perry menyebutkan pembayaran hanya dilakukan untuk pembangunan proyek BTS. Menurutnya, pembayaran untuk biaya operasional proyek BTS belum dilakukan.
"Apakah pekerjaan ini ditalangi dulu oleh Lintasarta?" tanya hakim Fahzal.
"Karena ada pengembalian dan kemudian secara traffic transponder itu tetap harus dibayar, Yang Mulia," jawab Perry.
"Ya kan sudah dibayar 100 persen walaupun kemudian ada perhitungan, kemudian ada pengembalian ke negara, kan gitu?" tanya hakim Fahzal.
"Itu yang dibayarkan baru pembangunan, Yang Mulia. sedangkan untuk operasionalnya belum ada lagi," jawab Perry.
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.
(aik/aik)