Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta mengungkap fenomena penurunan muka tanah (land subsidence) yang terjadi di Jakarta Selatan (Jaksel). Pasalnya, selama ini fenomena tersebut hanya diketahui terjadi di wilayah Jakarta Utara (Jakut).
"Sudah kelihatan bahwa trennya sudah ada. Potret penurunan muka tanah sudah ada. hal itu terjadi. Yang sering tidak disadari oleh warga, di selatan Jakarta. Karena selalu isunya di utara Jakarta. Selatan Jakarta itu jangan salah, mengalami penurunan muka air tanah juga," kata Ketua Sub-Penyedia Air Bersih Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta Elisabeth kepada wartawan, Kamis (30/8/2023).
Elisabeth menyebutkan fenomena penurunan muka tanah bisa dilihat secara langsung. Seperti contoh, sewaktu dia kecil, air bisa diambil hanya melalui sumur timba. Seiring berjalannya waktu, sumur timba pun diganti menjadi sumur pompa untuk bisa menyedot air.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dulu awalnya rumah saya masih pakai sumur timba. Waktu kecil masih ada sumur timba tuh. Sekarang enggak bisa, harus sumur pompa. Berarti kan ada penurunan yang tidak disadari. Hal itu yang secara kasat mata itu tidak disadari," terangnya.
Karena itu, Elisabeth memandang perlu sosialisasi terhadap potensi penurunan muka tanah kepada masyarakat. Pasalnya, penurunan muka tanah berdampak terhadap kondisi fisik rumah, seperti misalnya timbul keretakan di lantai maupun bangunan.
"Memang yang harus disosialisasikan kembali ke masyarakat bahwa itu loh yang akan terjadi semakin berkurang semakin berkurang semakin berkurang, dan berdampak pada bangunan. Rumah lama saya itu rumah tahun 70-an udah pecah tuh lantai utama dengan rumahnya, sehingga terpisah antara pondasi dan bangunan," terangnya.
"Jadi bukan hanya di utara Jakarta yang memang kelihatan jelas tapi di daerah Selatan Jakarta juga, itu sudah mulai terjadi dan itu akibat pengambilan air tanah," sambung dia.
Baca juga: Pemindahan Ibu Kota Negara Dari Masa ke Masa |
Pemprov DKI mengupayakan cakupan pipanisasi hingga 100% pada 2030. Dengan begitu, penyedotan air tanah pun dapat diminimalkan.
"Jadi ada upaya-upaya Jakarta yang dilakukan dalam pengembangan air bersih. Jadi terkait dengan jaringan perpipaan, kemudian dengan cakupan pelayanan 100% dan upaya, reservoal komunal, kemudian program pengembangan SPAM dengan peningkatan sumber-sumber yang eksisting, kemudian ada program-program di alternatif yaitu mengenai ketahanan Air Jakarta," terangnya.
Dia juga mengajak masyarakat melakukan konservasi air dengan memakai air secara efisien dan efektif. Selain itu, pihaknya mengajak masyarakat membuat kolam resapan di rumah masing-masing.
"Mungkin kita mikirnya biarin aja cuman 10 detik aja dinyalain. 10 detik itu berarti berapa? Misalnya dia 1 liter per detik satu orang penduduk Jakarta ada 10 juta. Berarti yang terbuang dengan sia-sia 10 juta per liter per detik karena kita tidak mematikan pada saat kita lagi menyabun atau pada saat kita lagi menggosok gigi. Apa efeknya? Efeknya kan supply-nya terbatas, suplai yang disediakan untuk kita terbatas," ucapnya.
"Kemudian membuat resapan di rumah itu fungsinya apa, sebagai konservasi air tanah supaya tadi airnya enggak turun turun, turun, turun jadi habis," tambah dia.
(taa/aik)