Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar berbicara soal pentingnya modifikasi cuaca di Jakarta. Siti mengatakan salah satu faktornya karena udara di Jakarta sulit untuk bergerak.
Siti awalnya bicara soal kaitan alam dengan pergerakan manusia di zaman dahulu. Namun, lanjut dia, seiring perkembangan muncul teknologi-teknologi yang bisa mendekati situasi alam tersebut.
"Sebetulnya soal teknologi jadi penting, kawan-kawan sebetulnya kalau cuaca atau lingkungan dikaitkan dengan teknologi. Coba kita inget-inget deh zaman nenek moyang kita dulu ya, kalau mau berlayar kan lihat rasi bintang dulu ya. Kalau bintangnya begini nyilangnya madep mana, oh berarti perahunya bisa jalan, ikannya yang banyak sebelah mana," ujar Siti kepada wartawan di auditorium gedung Manggala Wanabakti, Jakarta Pusat (Jakpus), Selasa (29/8/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itu kan alam sudah menuntun sebetulnya. Lalu, dalam perkembangan zaman, ada artificial-nya, cara-cara mereka mengikuti alam dan kemudian dilakukanlah peralatan-peralatan itu mendekati bagaimana situasi alamnya," tambahnya.
Atas hal itulah, teknik modifikasi cuaca perlu dilakukan dengan mempelajari perilaku alam. Siti membahas modifikasi cuaca perlu dilakukan meski letak posisi geomorfologis Jakarta seperti kipas aluvial.
"Oleh karena itu, ketika teknik modifikasi cuaca harus dilakukan, memang kita juga mempelajari perilaku alam juga. Jadi ada awan-awan yang mengandung uap air yang cukup menjadi hujan. Kenapa ini disebut harus dilakukan modifikasi cuaca? Sebab, saya bilang Jakarta itu posisi geomorfologisnya itu seperti kipas aluvial," jelasnya.
Siti menyebutkan Jakarta dikelilingi areal berbukit sehingga flow udaranya tidak mudah bergerak yang menyebabkan terkadang awan hanya jatuh di laut.
"Jadi dia flat dikelilingi oleh areal berbukit sehingga flow udaranya tidak mudah untuk dia bergerak. Karena tidak mudah itu, maka kadang-kadang awan itu hanya terpaksa jatuhnya di laut, jatuhnya di laut aja," ungkapnya.
Dengan modifikasi cuaca atau teknologi, lanjut Siti, ketika ada awan yang cukup uap air (hujan), bisa dijatuhkan air di daerah tertentu.
"Nah dengan modifikasi cuaca, dilihat, ketika ada awan yang cukup uap air untuk bisa jatuh di daerah-daerah tertentu ya dijatuhkan aja. Jadi teknologi itu," ujarnya.
"Apa yang terjadi kemudian, masalahnya kalau awannya nggak ada gimana yang ada uap airnya? Maka langkah-langkah yang dibuat BRIN dikatakan misalnya teknik modifikasi cuaca mikro. Jadi diciptakanlah dari gedung-gedung tinggi uap air flowing. Kita kan kalau pergi ke hotel kadang-kadang kita lihat kan ada hiasan tirai air ya kayak air mancur ngalir ya di dinding-dinding, itu namanya tirai air dan yang itu harusnya di teras-teras gedung-gedung di luar. Jadi kan uap airnya jadi mempengaruhi ke komposisi udara," tambah Siti.