Setneg Minta Ponjto Sutowo Patuhi Putusan PTUN soal Hotel Sultan

Setneg Minta Ponjto Sutowo Patuhi Putusan PTUN soal Hotel Sultan

Marlinda Oktavia Erwanti - detikNews
Senin, 28 Agu 2023 18:47 WIB
Ilustrasi gedung Setneg, Jakarta.
Gedung Setneg (Foto: Setneg.go.id)
Jakarta -

PTUN Jakarta menolak gugatan Pontjo Sutowo terkait tanah dan bangunan Hotel Sultan. Kuasa hukum Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg), Saor Siagian, meminta Pontjo Sutowo untuk mematuhi putusan tersebut.

"Kami sebagai kuasa hukum akan segera melakukan upaya hukum demi menghormati, saya ulangi, demi menghormati putusan pengadilan yang sudah inkrah ya. Supaya segera untuk mematuhi, tunduk pada putusan pengadilan tersebut," kata Saor dalam jumpa pers di Kemensetneg, Jakarta Pusat, Senin (28/8/2023).

Dalam kasus ini sebagai tergugat adalah Menteri ATR/BPN. Sementara Pusat Pengelolaan Komplek Gelora Bung Karno (PPKGBK) sebagai Pihak Intervensi I dan Mensesneg sebagai Pihak Intervensi II.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Saor menjelaskan Hak Guna Bangunan (HGB) No 26 dan 27 terkait pengelolaan lahan di atas tanah 13 hektare di kawasan Gelora Bung Karno (GBK)-di mana berdiri Hotel Sultan-yang dipegang PT Indobuildco selama 50 tahun sudah berakhir sejak Maret dan April lalu. Dengan demikian, seharusnya Indobuildco yang dimiliki Pontjo Sutowo tidak berhak lagi melakukan beroperasi di kawasan tersebut.

"Artinya dari segi konsekuensi hukum bahwa tidak bisa lagi untuk melakukan operasi-operasi di tempat tersebut. Seperti tadi sudah disebutkan bahwa GBK ini salah satu aset negara yang paling penting. Kita tahu sekarang bahwa itu sangat dibutuhkan publik untuk bisa mendapatkan udara sejuk, untuk bisa bermain, nah ini yang selama 50 tahun ini kemudian telah dikelola Indobuildco," tutur dia.

ADVERTISEMENT

Karena itu, Saor pun sekali lagi meminta Pontjo Sutowo untuk mengembalikan aset negara tersebut kepada Pemerintah. Dia mengingatkan adanya ancaman hukum jika pengusaha itu tidak mematuhi putusan pengadilan.

"Kami minta apa yang telah diperintahkan pengadilan supaya segera mengembalikan kepada Pengelola GBK segera ditindaklanjuti. Kami mengingatkan ada konsekuensi logis kalau masih ada orang yang tidak berhak melakukan tindakan menduduki bahkan melakukan upaya-upaya usaha di sana itu ada ancaman hukumnya. Ada juga di situ pidananya," papar Saor.

"Dan juga pada kesempatan yang sangat berharga ini, karena ada pihak-pihak yang mencoba untuk melindungi, melakukan upaya-upaya supaya tindakan perintah pengadilan tidak berjalan, kami ingatkan juga supaya pihak-pihak itu, siapa pun itu. Jelas waktu itu Presiden sudah mengatakan bahwa kita berkepentingan untuk menyelamatkan seluruh aset-aset negara," imbuh dia.

Posisi Kasus

Sebagaimana dikutip dari Putusan PN Jaksel Nomor 952/Pdt.G/2006/PN.Jak-Sel disebutkan Indobuildco diberi tugas oleh Pemda DKI Jakarta membangun gedung Konferensi pada 1971. Salah satunya sebuah hotel bertaraf internasional yang harus selesai pada 1974. Tujuannya adalah sebagai tempat Konferensi PATA. Buildindoco lalu mendapatkan hak pengelolaan lahan di atas tanah 13 hektare.

Lalu terbit Sertifikat HGB Nomor 26 dengan luas 57.120 meter persegi dan HGB Nomor 27 seluas 83.666 meter persegi. HGB itu berlaku selama 30 tahun atau habis pada 2003.

Di sisi lain, BPN menerbitkan Surat Keputusan tentang Pemberian Hak Pengelolaan kepada Sekretariat Negara cq Badan Pengelola Gelanggang Olah Raga Bung Karno tahun 1989 yang tertuang dalam Keputusan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 169/HPL/BPN/1989. SK tersebut memasukkan tanah HGB nomor 26 dan 27 yang dikelola Indobuildco.

Pada tahun 2000, Indobuildco mengajukan perpanjangan Sertifikat HGB untuk 20 tahun sehingga habis pada Maret 2023. Atas hal itu, Buildindoco menggugat ke PTUN Jakarta berharap bisa kembali mendapatkan HGB atas kawasan itu.

Pada tahun 2000, Indobuildco mengajukan perpanjangan Sertifikat HGB untuk 20 tahun sehingga habis pada Maret 2023. Pada 2006, Indobuildco kemudian menggugat BPN dengan Setneg sebagai Tergugat I. Mereka meminta agar SK Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 169/HPL/BPN/1989 itu dinyatakan tidak sah dan perpanjangan HGB No 26/Gelora dan No 27/Gelora dinyatakan sah.

Singkat cerita, gugatan itu berujung hingga putusan tiga PK yang menguatkan putusan PK 1 Nomor 276PK/Pdt/2011 tanggal 23 November 2011 yang menetapkan bahwa Blok 15 berada di atas HPL No. 1/Gelora dan secara sah dimiliki oleh negara, dalam hal ini Kementerian Sekretariat Negara.

Kendati demikian, Pontjo Sutowo masih terus melawan. Dia pun mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta nomor perkara 71/G/2023/PTUN.JKT. Dia kembali meminta pemberian hak pengelolaan tanah dan bangunan Hotel Sultan kepada Kemensetneg untuk dibatalkan.

Namun, pemerintah tak gentar. Menurut Ketua Dewan Pengawas Pusat Pengelolaan Komplek Gelora Bung Karno (PPKGBK) yang juga WamenkumHAM Edward Omar Sharif Hiariej atau Eddy Hiariej, gugatan Pontjo Sutowo tersebut basi karena sudah diputus sebelumnya dan dalam PK pertama hal itu juga sudah dikukuhkan mengenai hak kepemilikan dari Sekretariat Negara.

Kini perjuangan Pemerintah untuk mengembalikan aset negara pun berbuah manis. PTUN Jakarta menolak gugatan Pontjo Sutowo atas hak pengelolaan tanah dan bangunan Hotel Sultan.

Simak juga 'Saat Wamen ATR Turun Tangan Selesaikan Sengketa Vihara Amurva Bhumi':

[Gambas:Video 20detik]



(mae/knv)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads