Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid, mengungkapkan pentingnya UUD NRI 1945 sebagai fondasi pendidikan nasional untuk selamatkan generasi Bonus Demografi. Ia juga ingatkan bahaya LGBT yang marak di dunia internasional dan mulai merambah ke dunia pendidikan anak di Indonesia.
Di hadapan 150 guru Raudhatul Athfal (setingkat taman kanak-kanak), HNW menyampaikan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) 1945 haruslah menjadi acuan dalam memajukan dan membentengi anak didik dari perilaku menyimpang, seperti LGBT. Ia menekankan hal tersebut, mengingat maraknya kasus LGBT di dunia yang juga mulai masuk ke Indonesia.
Adapun beberapa kasus yang berkaitan dengan kampanye LGBT di Indonesia adalah kasus salah satu sekolah internasional di Indonesia yang menyediakan tiga jenis toilet, yakni laki-laki, perempuan dan gender netral. Selain itu, terdapat sejumlah tayangan di kanal YouTube yang mempropagandakan keluarga LGBT dengan menampilkan anak bersama kedua bapak dan ayah, tanpa ada sosok ibu.
Lebih lanjut, Anggota Komisi VIII DPR RI itu juga mencontohkan beberapa kasus yang terjadi di sejumlah negara. Negara yang disebutkannya yaitu Amerika Serikat, Kanada, dan Jerman yang sistem pendidikannya semakin permisif terhadap LGBT.
Oleh karena itu, penting bagi para guru khususnya pendidik anak-anak di Indonesia seperti guru-guru RA (Raudhatul Athfal) ini agar semakin waspada dalam mendidik anak-anak. HNW mengimbau para guru untuk mencegah anak didik mereka dari propaganda tersebut.
Ia menyampaikan para guru dapat menanamkan pemahaman dan pelaksanaan landasan peraturan dan cita-cita nasional baik dari UUD NRI 1945 maupun peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku di Indonesia sesuai dengan cita-cita dan ciri khas bangsa Indonesia Merdeka.
"Kami di MPR telah memberikan landasan yang kuat, jelas dan visioner untuk pendidikan kita termasuk untuk pendidikan anak-anak. Bahwa pendidikan nasional itu tidak dilakukan secara asal-asalan, apalagi untuk menjadikan anak-anak sebagai ateis, komunis, liberalis, radikalis, melainkan dilakukan untuk meningkatkan keimanan, ketakwaan, dan akhlak mulia dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Hal itu tertuang dalam Pasal 31 ayat (3) UUD NRI 1945," ujar HNW dalam keterangannya, Sabtu (26/8/2023).
Hal tersebut disampaikannya saat membuka acara Ngobrol Pendidikan Islam (Ngopi) yang diselenggarakan Kantor Wilayah Kementerian Agama Jakarta dan Ikatan Guru Raudhatul Athfal (IGRA) se-Jakarta Selatan di Jakarta, Jumat (25/8) lalu.
Adapun Pasal 31 ayat (3) UUD NRI 1945 secara lengkap berbunyi sebagai berikut, 'Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.'
Selain itu, ada pula Pasal 31 ayat (5) UUD NRI 1945 yang mengaitkan bahwa pemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi harus dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.
HNW mengatakan selain UUD NRI 1945, sejumlah undang-undang juga mengatur lebih detail mengenai pendidikan yang memiliki aspek keagamaan. Seperti Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang mengakui keberadaan madrasah dan juga Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2019 tentang Pesantren.
"Dasar hukum yang kita miliki, untuk hadirkan pendidikan anak yang berkualitas dan sesuai dengan ajaran agama Islam serta cita-cita bangsa Indonesia, sudah lengkap," ujarnya.
HNW menjelaskan pelaksanaan dasar hukum tentu akan memiliki tantangan. Dalam beberapa tahun terakhir, terjadi beberapa peristiwa untuk menghadirkan kebijakan yang menyimpang dari aturan konstitusi. Misalnya, hilangnya frasa 'agama' dalam Peta Pendidikan Nasional Indonesia (tahun 2020-2035), hingga adanya upaya merevisi UU Sisdiknas yang sempat menghilangkan madrasah dari batang tubuh UU tersebut.
"Alhamdulillah itu bisa dikoreksi dan digagalkan karena kritik dan protes yang kami sampaikan melalui gedung parlemen," sampai HNW.
Oleh karena itu, HNW berharap agar para pendidik dapat memaksimalkan pemahaman dan pelaksanaan aturan hukum yang sudah kuat dalam membimbing anak didiknya agar sehat dan selamat. Hal tersebut ia yakini akan mendukung bonus demografi Indonesia pada tahun 2045 mendatang.
(prf/ega)