Kualitas udara di Jakarta sedang menjadi perbincangan publik. Penyebab polusi udara adalah emisi kendaraan bermotor dan pembangkit listrik berenergi batubara. Hal ini diungkapkan Direktur Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Gakkum), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Rasio Ridho Sani.
"Pertama, sumber-sumber dari kendaraan bermotor. Kedua, sumber-sumber dari kegiatan industri, termasuk di dalamnya pembangkit listrik maupun kegiatan-kegiatan pembakaran terbuka yang dilakukan oleh masyarakat ataupun pihak-pihak lainnya," ujar Rasio dalam keterangan tertulisnya, Jumat (25/8/2023).
Untuk menangani sumber polusi dari industri dan pembangkit listrik, KLHK telah melakukan pengawasan dengan membentuk tim. Sedangkan untuk sumber polusi dari kendaraan bermotor, KLHK berharap ada uji emisi secara luas di Jabodetabek (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita harapkan, uji emisi terus dapat diperluas di wilayah Jabodetabek. Termasuk uji emisi yang dilakukan pemerintah daerah. Kami juga menyiapkan kerja sama dengan pihak-pihak lainnya," terangnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta Asep Kuswanto menyatakan, kualitas udara yang buruk di Jakarta akhir-akhir ini dipengaruhi oleh musim kemarau. Kondisi itu juga turut berperan, sehingga kualitas udara di Jakarta menjadi kurang baik.
"Memang kualitas udara Jakarta sepanjang 2023 ini cukup berfluktuatif. Tadi disampaikan Pak Dirjen, salah satu faktor pencetusnya adalah kondisi musim kemarau. Juli-September biasanya musim kemarau mencapai tinggi-tingginya, sehingga berakibat pada kondisi kualitas udara yang kurang baik," kata Asep beberapa waktu lalu.
Menurutnya, Pemprov DKI sedang menyusun regulasi untuk menangani kualitas udara buruk yang sedang terjadi. Untuk saat ini, regulasi penanganan kualitas udara tertuang dalam Instruksi Gubernur Nomor 66 Tahun 2019 tentang Pengendalian Kualitas Udara. Selanjutnya, Pemprov DKI akan menerbitkan pula Peraturan Gubernur untuk mengatasi polusi udara di Jakarta.
![]() |
Penambahan Ruang Terbuka Hijau
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bergerak cepat untuk mengatasi polusi udara. Salah satunya dengan penambahan Ruang Terbuka Hijau (RTH). Peningkatan RTH kerap dianggap sebagai langkah klasik untuk mengatasi polusi udara, karena vegetasi atau tumbuhan yang ada di RTH akan menyerap polutan dan menghasilkan oksigen. Dengan demikian, kualitas udara dapat lebih terjaga.
Karena itu, Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan dan Pertanian (DKPKP) Provinsi DKI jakarta memanfaatkan lahan kosong dan rooftop untuk menanam pohon. "Hal ini sejalan dengan kegiatan penataan kawasan yang dilakukan oleh tiap kelurahan dan pemanfaatan rooftop baik di kantor instansi, swasta, masjid, maupun sekolah di DKI Jakarta yang memanfaatkan ruang dan lahan kosong untuk ditanami, sehingga terlihat estetika keindahan dan lahan tersebut menjadi produktif," jelas Kepala DKPKP Provinsi DKI Jakarta Suharini Eliawati.
Sementara itu, Dinas Pertamanan dan Hutan Kota (Distamhut) Provinsi DKI Jakarta juga berupaya meningkatkan kualitas maupun kuantitas RTH. Salah satunya berupa penanaman secara masif pohon penyerap polutan jenis instant trees (minimal batangnya berdiameter 20 sentimeter) sejumlah 10.474 pohon. Penanaman dilakukan sejak Oktober 2022 hingga Agustus 2023.
Penanaman dilakukan pula di lokasi-lokasi jalur hijau penyempurna yang terkena imbas pembangunan proyek infrastruktur, dari kolong Tol Becakayu (Bekasi-Cawang-Kampung Melayu), Tol Desari (Depok-Antasari), hingga sepanjang 14 kilometer sempadan KBT (Kanal Banjir Timur).
"Dengan pertambahan pohon penyerap polutan, diharapkan dapat memperbaiki kualitas udara di Jakarta. Selain berfungsi juga sebagai pembentuk iklim mikro, peneduh, hingga menambah estetika kota," ucap Kepala Distamhut Provinsi DKI Jakarta Bayu Meghantara.
Pemprov DKI Jakarta pun menggencarkan penanaman pohon yang dilakukan setiap Selasa atau Jumat. Sejak Oktober 2022 hingga Juli 2023, Dinas serta Suku Dinas Pertamanan dan Hutan Kota telah menanam sebanyak 10.474 pohon.
Sementara, jumlah pohon dan tanaman hias yang ditanam oleh lima Wilayah Kota Administrasi serta Kabupaten Kepulauan Seribu pada April-Juli 2023 sebanyak 55.345 pohon pelindung dan pohon produktif serta 203.973 tanaman.
Pada 2023 ini, Dinas Pertamanan dan Hutan Kota ProvinsiDKI Jakarta akan membangun 23 taman seluas 6,7 hektare. Hal ini diharapkan berefek jangka panjang, sehingga bermanfaat bagi udara dan lingkungan di Jakarta.
Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono menandaskan, berbagai upaya Pemprov DKI untuk mengurangi polusi udara di Jakarta telah dilakukan. Dari mengganti bus-bus yang menghasilkan polutan tinggi dengan yang lebih ramah lingkungan, penerapan kebijakan ganjil genap, disinsentif tarif parkir bagi kendaraan yang tidak lulus uji emisi, penataan kawasan, hingga perluasan dan optimalisasi Ruang Terbuka Hijau (RTH).
Namun, upaya pengendalian polusi tak bisa diselesaikan, jika masyarakat tidak ikut berperan Karena itu, Heru mengajak masyarakat Jakarta beralih dari kendaraan pribadi ke transportasi umum.
"Mulai beralih menggunakan transportasi umum yang saat ini sudah semakin banyak pilihannya, ada Transjakarta, MRT, LRT, Mikrotrans, itu silahkan dimanfaatkan," tutur Heru.
Transjakarta pun sudah mengoperasikan 52 bus listrik untuk mengurangi emisi bahan bakar fosil. Tiga rute telah dilayani kendaraan ramah lingkungan tersebut, yaitu Pondok Labu-Blok M (1E), Kampung Rambutan-Lebak Bulus (7A), serta UI-Lebak Bulus (D21).
Efisiensi biaya operasional juga membentuk suatu ekosistem baru yang terbiasa bermobilitas dengan kendaraan listrik.
Transjakarta menginisiasi pula Sustainability Program (Program Berkelanjutan) dengan kampanye bertagar #BersihBerdayaBestari. Salah satunya dengan menanam ratusan pohon di Waduk Brigif, Jakarta Selatan, pada Juni 2023 lalu.
Kampanye tersebut bertujuan untuk menciptakan iklim Jakarta yang lebih baik dan berdampak ekonomi kuat, untuk memberikan layanan yang dapat diakses seluruh masyarakat, dalam menciptakan ruang transportasi publik yang inklusif.
Jika semua jaringan dalam ekosistem Transjakarta berkolaborasi aktif, maka akan ada snowball effect yang berdampak nasional, bahkan internasional, untuk menciptakan lingkungan yang lebih berkelanjutan dan mengatasi polusi udara.