Menko Polhukam Mahfud Md menceritakan adanya lobi-lobi sebelum Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN) diajukan yang berujung pada korupsi. Anggota Komisi XI DPR RI Masinton Pasaribu menyebut apa yang dibicarakan Mahfud sudah menjadi rahasia umum.
"Perilaku korupsi adalah problem bangsa kita yang harus dituntaskan di era reformasi yang sudah berjalan 25 tahun ini. Sudah menjadi rahasia umum bahwa korupsi itu sudah terjadi dari tahap awal perencanaan, penyusunan dan pembahasan anggaran," kata Masinton kepada wartawan, Senin (21/8/2023).
Masinton mengatakan godaan lewat lobi-lobi anggaran biasanya datang dari eksekutif. Dia menyebut pihak eksekutif gencar menggoda legislatif untuk meloloskan berbagai program pembangunan yang dibiayai melalui APBN.
"Biasanya godaan melalui lobi-lobi anggaran itu datangnya dari pihak eksekutif, pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, yang gencar menggoda legislatif atau DPR RI untuk meloloskan berbagai program pembangunan yang dibiayai melalui APBN," kata Masinton.
"Kuasa pengguna anggaran adalah eksekutif bukan legislatif. Biasanya pihak eksekutif sudah mengijon rekanan swasta sebagai kontraktor yang akan mengerjakan proyek tersebut," imbuhnya.
Masinton menilai pemerintah harus membenahi sistem perencanaan anggaran untuk memperkecil potensi korupsi. Sistem yang harus dibenahi, kata Masinton, bisa dimulai dari Bappenas, Kementerian Keuangan hingga pemerintah daerah.
"Pemerintah pusat harus mengevaluasi dan membenahi sistem perencanaan dan pola penganggaran yang mampu meminimalisir potensi korupsi. Baik itu di Bappenas, Kementerian Keuangan, Kementerian dan lembaga pemerintah serta pemerintah daerah," ujarnya.
Mahfud Cerita Parahnya Korupsi
Mahfud Md sebelumnya membandingkan korupsi yang terjadi era orde baru dengan saat ini. Mahfud mengatakan korupsi saat ini terjadi sebelum APBN dibentuk.
"Sekarang korupsi nya terjadi di sini, sebelum ke sini sudah korupsi sekarang . Mau membuat anggaran, saudara, membuat anggaran gitu, APBN-nya belum jadi udah tawar-menawar. Tawar-menawar sekarang, " kata Mahfud saat dialog kebangsaan bertajuk Strategi Nasional di bidang Polhukam Guna Antisipasi Dinamika Politik Global di Lemdiklat Polri disiarkan secara langsung melalui YouTube, Senin (21/8).
Mahfud mencontohkan salah satunya tawar menawar yang dilakukan oleh kepala daerah. Dia mengatakan kepala daerah menyuap anggota dewan agar proyek yang diinginkan diusulkan dan masuk ke dalam APBN.
"Misalnya saya gubernur, saya ingin menunjukan kepada rakyat untuk membangun rumah sakit besar segini, lobi ke Jakarta. DPR tolong dong diusulkan, saya mau membuat rumah sakit di sana. Gubernur sana, tolong dibuat kan saya mau membuat jalan provinsi di sana. Yang sana, saya mau membuat sekolah di sana. Lobi sebelum APBN nya jadi, datang ke DPR. 'Berapa anggarannya?' 'Rp 200 miliar' 'Oke nanti saya masukan di APBN Rp 200 miliar, tapi bayar dulu sekarang 7 persen'," ujarnya.
Mahfud menjelaskan korupsi zaman Soeharto terjadi karena adanya korupsi kolusi dan nepotisme (KKN). Di mana korupsi zaman tersebut menguntungkan Soeharto, keluarga beserta kolegannya yang terjadi pada tingkat pelaksanaan proyek sehingga merugikan negara.
"Uangnya belum ada, ditulis aja belum, sudah disuruh bayar 7 persen. Belum jadi ini anggaran sudah dikorupsi di sini. Itu yang masuk-masuk penjara itu menyuap untuk masuk APBN. Zaman Pak Harto tuh nggak ada," ucapnya.
Lihat juga Video: Jokowi: Setiap Rupiah yang Dibelanjakan Harus Produktif, Cari Uang Sulit
(whn/haf)