Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid (HNW) mendukung agar hak para pendamping program kesetiakawanan nasional diupayakan dipenuhi oleh pemerintah. Hal ini bertujuan agar para pendamping Program Keluarga Harapan (PKH) tetap dapat mengedepankan jiwa kesetiakawanan sosial nasional, sekalipun menghadapi banyak kesulitan dan keterbatasan.
Sebab, Pendamping PKH bisa menjadi bagian yang mengiringi bangsa ini untuk mewujudkan cita-cita Indonesia Merdeka dan menyongsong Indonesia Emas tahun 2045. Peran Pendamping PKH dalam mewujudkan visi tersebut yakni dengan menyelamatkan bonus demografi agar menghasilkan bonus demografi yang positif, bukan bonus demografi yang negatif yang disebabkan oleh keluarga yang tidak sejahtera atau masih tingginya angka stunting.
Pria yang disapa HNW ini menyebut masih ada waktu untuk memaksimalkan fungsi sebagai pendamping PKH, yaitu membantu keluarga menjadi keluarga harapan dengan mencari solusi dan mengkomunikasikan kepentingan mereka agar mereka mendapatkan pemenuhan hak asasi manusia (HAM) dengan membentuk keluarga yang sah dan mendapatkan jaminan sosial untuk dapat membantu mereka mengembangkan diri secara utuh sebagai manusia dalam keluarga yang bermartabat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia pun menambahkan, hal ini sejalan dengan dalam UUD 1945 pasal 28 B dan H. Hal tersebut ia sampaikan di depan peserta Bimbingan Teknis (Bimtek) Program Keluarga Harapan (PKH) di Kemang, Jakarta Selatan, Senin (21/8).
"Dengan demikian akan hadirlah keluarga yang memenuhi aspek penyelamatan bonus demografi di antaranya dengan terkoreksinya angka stunting agar benar-benar bisa melahirkan generasi bonus demografi yang berkualitas lahir dan batin, bermanfaat dan bermaslahat," ungkap HNW, dalam keterangannya, Senin (21/8/2023).
"Sehingga pada saat bertemu dengan 100 Tahun Indonesia Merdeka atau Indonesia Emas, generasinya adalah generasi emas, bukan generasi yang masih banyak stuntingnya," sambungnya.
Menurut HNW, dengan segala kesulitan dan keterbatasannya, pendamping PKH tetaplah penting memiliki jiwa kesetiakawanan sosial nasional yang tinggi. Dalam jiwa kesetiakawanan sosial itu ada sifat terkait dengan kerelawanan tidak sekedar menjadi petugas, tetapi pendamping PKH malah bisa menjadikan semua kegiatannya juga bagian dari penguatan spiritualitas dengan hadirnya spirit ibadah kepada Allah SWT.
Ia menambahkan, Allah SWT akan membantu umat manusia yang membantu sesamanya. Ini juga sejalan dengan sila pertama Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa.
"Kalau kita menjadikan pendampingan pada keluarga harapan ini juga menjadi bagian dari cara kita beribadah karena membantu umat manusia, maka di sana bukan hanya ada bantuan dalam konteks materiil, tetapi juga dalam konteks bantuan spiritual. Ini sesuatu yang penting karena kita berada di negara Pancasila, yang sila pertamanya adalah Ketuhanan Yang Maha Esa," kata Wakil Ketua MPR dari Fraksi PKS ini.
HNW berharap pendamping PKH tidak hanya terpaku dengan apa yang dikerjakan, tetapi mempunyai visi besar, menjadi bagian yang terus membersamai bangsa ini untuk mewujudkan cita-cita Indonesia Merdeka, dan menyongsong 100 Tahun Indonesia Merdeka, atau Indonesia Emas tahun 2045. Di tengah itu ada yang disebut sebagai bonus demografi.
Bonus demografi adalah generasi anak-anak dan cucu-cucu, generasi Alpha, generasi Z, generasi Milenial, yang tumbuh kembang menjadi mayoritas penduduk Indonesia. Mereka semua ada di dalam keluarga.
"Kalau keluarga Indonesia adalah keluarga harapan, keluarga yang terpenuhinya hak mereka sebagai bagian dari hak asasi manusia yang mereka dapatkan sesuai UUD NRI 1945, maka keluarga bisa menjadi bagian penting untuk menyongsong Indonesia Emas tahun 2045. Ini menjadi cara terbaik menyelamatkan bonus demografi agar kita benar-benar mendapatkan bonus demografi yang positif," anggota Komisi VIII DPR RI tersebut.
"Jangan kita mendapatkan bonus demografi yang masih banyak masalah seperti kemiskinan dan stunting, karena persentasenya memang masih cukup tinggi," imbuhnya.
HNW mengungkapkan angka stunting di Indonesia masih berkisar pada 21 persen. Padahal, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) memberikan syarat angka yang ditolerir hanya pada angka 13 persen.
"Masih perlu kerja keras menurunkan angka stunting dari 21 persen menjadi 13 persen. Masih ada waktu satu tahun untuk memaksimalisasi fungsi
(ncm/ega)