Anggota Komisi IV DPR RI dari Fraksi PPP Ema Umiyyatul Chusnah menilai peningkatan polusi udara, khususnya di Jakarta, sudah sangat meresahkan. Ia pun meminta pemerintah merespons kondisi ini dengan serius.
"Berdasarkan data dari World Health Organization (WHO), tingkat konsentrasi polutan di wilayah Jakarta dan sekitarnya saat ini mencapai 99,33 mikrometer per meter kubik. Angka ini mengungkapkan kekhawatiran yang mendalam, melampaui batas aman yang ditetapkan oleh WHO sebesar 15 mikrometer per meter kubik," jelas Ema dalam keterangan tertulis, Jumat (18/8/2023).
Ema mengatakan kondisi polusi yang mengkhawatirkan ini berpotensi mengakibatkan gangguan pernapasan dan risiko penularan penyakit, seperti infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) bahkan virus.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Diperlukan langkah-langkah konkret untuk mengevaluasi program dan kebijakan yang berkaitan dengan lingkungan, guna memitigasi risiko yang semakin meningkat akibat polusi," ujarnya.
Ema mengungkapkan pemerintah memiliki kebijakan pembangunan berkelanjutan dalam Nawacita Jilid 2. Meningkatnya tingkat polusi udara menurutnya memiliki korelasi dengan efektivitas kebijakan pemerintah yang sedang diterapkan.
Menurut informasi yang diperoleh dari Direktorat Jenderal Pengendalian Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan (Dirjen PPKL), faktor peningkatan polusi udara di Jakarta dan sekitarnya saat ini disebabkan oleh faktor transportasi (44%), industri (31%), manufaktur (10%), perumahan (14%), dan komersial (1%).
Mengingat kondisi ini, Ema merekomendasikan kebijakan mengenai Ruang Terbuka Hijau (RTH) ditinjau kembali. Sesuai UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, minimal 30% dari wilayah diatur sebagai RTH.
Menurutnya, pertumbuhan pesat sektor properti, perkantoran, dan industri harus diimbangi dengan perluasan RTH. Baik di sektor publik maupun privat demi menjaga keseimbangan ekologi.
Ia pun menegaskan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan transisi transportasi berbasis bahan bakar listrik. Langkah menuju transportasi berkelanjutan dinilai perlu diarahkan untuk memberikan dampak positif terhadap lingkungan, bukan sebaliknya.
"Semangat kita untuk berpindah ke kendaraan berbasis bahan bakar listrik seharusnya tidak menjadi bumerang akibat penggunaan sumber energi seperti batu bara dalam Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), yang dapat meningkatkan emisi berbahaya," tegasnya.
Langkah tegas untuk merevitalisasi program dan kebijakan lingkungan pun menurutnya penting dilakukan. Ema berpesan keputusan dan tindakan yang diambil dalam waktu dekat akan berperan penting dalam memastikan masa depan yang lebih bersih, sehat, dan berkelanjutan bagi generasi mendatang.
(akn/ega)