Kivlan Zen: Habibie-Wiranto Main Mata Jatuhkan Soeharto

Kivlan Zen: Habibie-Wiranto Main Mata Jatuhkan Soeharto

- detikNews
Selasa, 03 Okt 2006 19:23 WIB
Jakarta - Kontroversi buku "Detik-detik yang Menentukan" yang disusun mantan Presiden Habibie terus berlanjut. Mantan Kepala Staf Kostrad Mayjen Purn Kivlan Zen menuding Habibie dan Pangab Jenderal Wiranto bermain mata untuk menjatuhkan Soeharto."Kalau membaca bukunya Habibie dan Wiranto (Bersaksi di Tengah Badai - red), mereka kelihatan main mata. Tidak mau melaksanakan perintahnya Pak Harto," ungkap Kivlan. Hal itu disampaikan Kivlad dalam diskusi "Kontroversi Mei 1998" di Institute for Policy Study, Jl Penjernihan IV No 8, Jakarta Pusat, Selasa (3/10/2006).Menurut Kivlan tudingan itu cukup beralasan. Karena dia melihat sejumlah indikasi yang mendukung pernyataannya itu. Indikasi pertama, lanjutnya, Wiranto tidak mau melaksanakan Keppres yang dikeluarkan Soeharto pada 17 Mei 1998. Kivlan, Keppres itu berisi perintah kepada Wiranto untuk mengambil langkah-langkah yang dianggap perlu sesuai dengan Tap MPR No 3/1984."Supaya Wiranto mengamankan Jakarta, dikasihlah Keppres ini. Tapi dia tidak mau melaksanakan perintah itu. Itu namanya insubordinasi. Kalau di tentara bisa ditembak mati, itu hukumannya. Itu namanya melawan perintah. Malah dia lapor pada Habibie untuk memperlihatkan keppres itu," papar Kivlan.Menurut Kivlan, Keppres ini lebih mirip dengan Supersemar yang diperoleh Soeharto dari Soekarno. "Bila perlu bisa keluarkan keadaan darurat. Bila keadaan perlu bisa bubarkan DPR. Bahkan bila perlu bubarkan presiden," ujarnya.Indikasi main mata berikutnya yang ditemukan Kivlan adalah ketika Wiranto melarang penambahan pasukan di Jakarta. Padahal kondisi Jakarta saat itu sedang rusuh. "Wiranto tidak ingin pada saat itu di Jakarta ada penambahan pasukan. Masak Jakarta rusuh, penambahan pasukan tidak boleh. Itu seolah-olah Wiranto yang merancang," ujarnya yang mengaku pada 14 Mei 1998 itu berencana membawa pasukan tambahan dari Makassar ke Jakarta namun dilarang Kasum ABRI Fahrul Razy.Indikasi berikutnya adanya pergerakan pasukan liar di sekitar Istana dan kediaman Habibie. Keberadaan pasukan itu, lanjutnya, dianggap Habibie sebagai pasukan liar. "Seharusnya Panglima tahu. Jelas kok, apanya yang liar. Yang liar itu kalau dia pakai baju pencak silat atau pakai badgenya bukan badge Kostrad. Ini jelas kok badge Kostrad. Jadi tidak benar itu ada kudeta. Habibie berhalusinasi," tandasnya. (ary/ary)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads