Jakarta - Panglima TNI Marsekal Djoko Soeyanto menghormati proses hukum yang dilakukan pemerintah AS terhadap 4 WNI dalam kasus pembelian senjata ilegal. Dia juga membenarkan kasus Brigjen Marinir (Purn) Erick Richard Frank Wotulo dan 3 WNI lainnya merupakan kasus yang berbeda."Proses hukum sedang berjalan. Jadi kita ikuti saja proses hukum yang berlaku," kata Djoko Soeyanto dalam jumpa pers usai mengikuti gladi bersih upacara HUT TNI ke-61 di Markas Besar TNI, Cilangkap, Jakarta Timur, Selasa (3/10/2006).Djoko menjelaskan, kasus yang menyangkut Erick dan 3 WNI lainnya berbeda. Kasus 0043 yang melibatkan Erick merupakan upaya pembelian senjata secara ilegal ke Sri Langka. Bila pembelian tersebut sesuai prosedur, seharusnya Erick terlebih dahulu mengantongi
export licence dari pemerintah Amerika Serikat.Sedangkan yang melibatkan 3 WNI lainnya, yaitu Subandi, Reinhard Rusli, Helmi Soedirdja, adalah kasus 0044. Ketiganya berupaya untuk memasukkan peralatan militer seperti
night vision goggles (NVG) dan alat bidik jarak jauh. "Jadi bukan senjata. Memang dalam kasus NVG ini, dituduhkan akan dimasukkan ke Indonesia," jelas Djoko.Menurut Djoko, setelah dicek ke semua asisten logistik angkatan dan Mabes TNI, ternyata ketiga warga sipil ini tidak dikenal dan bukan rekanan TNI. "Tidak ada laporan data dari kepala staf angkatan ketiga orang itu jadi rekanan TNI, saya cek ke AU, AL dan AD tidak pernah mendengar nama itu," tandasnya.Djoko juga memastikan pihaknya hingga kini tidak memesan dan memiliki kontrak pengadaan barang-barang yang tersebut. "Saya sudah cek ke seluruh aslog tadi pagi, termasuk Aslog Kasum TNI, memang tidak ada pemesanan dan kontrak terhadap orang-orang itu, di AD, AU dan AL tiak ada pesanan itu. Kalau kebutuhan memangada, tapi dibeli kapan belum tahu karena harus disesuaikan dengan anggaran negara," katanya. NVG, menurut Djoko, tidak hanya digunakan untuk militer atau TNI. NVG sebenarnya bisa digunakan oleh siapa pun, contohnya di Rusia yang dijual bebas disejumlah toko dan kapan pun bisa dibeli. "Tapi di AS ada
defence article list, yang kalau dibeli oleh orang luar harus ada persyaratan
export licence dari pemerintah AS. Mereka ini tidak mengikuti ini," ungkap DjokoUntuk pengadaan peralatan militer, lanjut Djoko, pihaknya akan meminta terlebih dahulu
export licence kepada rekanan atau mitra kerjanya. Bila rekanan itu tidak bisa menunjukannya, maka TNI akan menggunakan orang yang bersangkutan."Jadi kalau ada sinyalemen kita membeli senjata gelap, itu tidak mungkin, karena persayaratan
export licence harus dicantumkan dalam program penawaran mereka," tandas Djoko lagi.
(zal/asy)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini