Sejak masuk lingkungan Istana, Sukardi Rinakit seolah menjadi tidak produktif lagi. Tulisannya yang renyah menggelitik mengulas isu-isu politik mutakhir nyaris tak bisa dijumpai lagi di media-media arus utama. Maklum, posisinya sebagai penulis pidato Presiden tentu tak lagi membuatnya leluasa menyampaikan komentar dan analisis. Dia sangat tahu diri soal itu.
Secara pribadi saya tak mengenal Sukardi yang biasa disapa Cak Kardi. Saya lebih kenal lewat tulisan-tulisannya di media. Saat dia tampil sebagai nara sumber di layar kaca, atau sesekali ikut pemaparan hasil survei Soegeng Sarjadi Syndicate (SSS). Dia peneliti senior dan kemudian menjadi direktur eksekutif di lembaga kajian tersebut.
Saya pernah sekali berjumpa dan berbincang singkat dengan Cak Kardi sebagai 'Orang Istana' sebelum peluncuran buku 'Memberi yang Terbaik', di sebuah kafe di Jakarta Selatan, Jumat (6/10/2017). Buku karya jurnalis senior Fenty Effendy itu berisi tentang pengalaman Mayor Jenderal TNI (Marinir) Bambang Suswantono selama menjadi Komandan Pasukan Pengamanan Presiden.
Posisi 'Orang Istana' diterima Sukardi Rinakit setelah dia menolak jabatan sebagai Komisaris Utama PT Bank Tabungan Negara Tbk pada 2015. Jabatan itu ditawarkan atas rekomendasi Menteri BUMN Rini Soemarno. Cak Kardi mengaku tak punya kompetensi di dunia perbankan. Maklum, gelar sarjananya adalah kriminologi dari Fisip UI, lalu master dan Ph.D dari University of Singapore.
Sukardi tak menolak tawaran dari Sekretaris Negara Pratikno untuk membantunya membuat pidato Presiden Jokowi. "Ini jelas bidang saya," kata dia seperti ditulis CNN kala itu. Sebelum bergabung dengan SSS, dia memang pernah menjadi penulis pidato Menteri Dalam Negeri dan analis politik Menteri Pertahanan. Tulisan-tulisannya yang renyah kerap muncul di Kompas, Tempo, dan media terkemuka lainnya.
Seperti Jenderal Bambang Suswanto, Sukardi pun menulis buku seputar pengalamannya berada di dekat Presiden. Judulnya 'Sudut Istana' yang terbit pada 2018. Buku ini mencatat hasil pengamatannya dari dekat seputar sepak terjang Jokowi. Dia antara lain pernah menemani sang Presiden ke Desa Uso, Kecamatan Batui - Banggai, Sulawesi Tengah.
Di kampung nelayan yang becek dan bau ikan menyengat itu Jokowi dijadwalkan membagikan Kartu Indonesia Pintar dan Kartu Indonesia Sehat. Begitu sampai di lapangan, Presiden langsung menyalami ibu-ibu yang hadir. Mereka riuh menyambut Jokowi dan Ibu Iriana.
"Saya melihat dia santai saja meskipun sepatu dan celananya kotor kena lumpur. Bahkan karena ibu-ibu itu berebut untuk bersalaman ada dari mereka yang menginjak sepatu Presiden," tulis Sukardi.
Tiba-tiba ada seorang ibu berbaju sederhana yang ikut berebut salaman, berlari melintas cepat dan langsung memeluk Ibu Iriana. "Padahal ketika melintas di depan saya, maaf, saya mencium baju itu bau ikan," imbuhnya.
Karya lainnya sebelum menjadi 'Orang Istana' adalah 'Tuhan Tidak Tidur', 'Slank 5 Hero dari Atlantis', dan 'The Indonesian Military After the New Order'.
Sebagai salah satu figur penting di lingkar kekuasaan, Cak Kardi yang lahir di Madiun, 5 Juni 1963, pernah membuat blunder lantaran menulis bahwa Proklamator Soekarno lahir di Blitar dalam pidato Presiden. Padahal itu adalah tempat pemakamannya dan Soekarno lahir di Surabaya. "Kesalahan tersebut sepenuhnya adalah kekeliruan saya dan menjadi tanggung jawab saya," tulis Sukardi dalam pernyataan pers 4 Juni 2015.
Peristiwa itu berlalu cepat dan dia dapat menjalankan tugas selanjutnya dengan baik. Jelang kabinet berakhir, sejak 18 Oktober 2019 dia ditunjuk menjadi Komisaris Pupuk Kaltim. Kali ini Cak Kardi tak menolak. Dan di periode kedua pemerintahan Jokowi, 2019-2024, dia dipercaya kembali untuk menjadi staf khusus Jokowi.
Bedanya, di periode kedua ini jabatan resminya adalah Staf Khusus Tim Komunikasi Presiden. Di Tim ini, dia aktif dalam berbagai kegiatan budaya maupun pembumian Pancasila. Semasa pandemik COVID-19, misalnya, Cak Kardi ikut memperjuangkan kesempatan bagi para seniman dan budayawan untuk tetap berkarya sembari memperjuangkan dukungan dari pemerintah.
Bahkan, bersama staf khusus lainnya, Anak Agung Gede Ngurah Dwipayana dia mendapatkan anugerah Bintang Jasa Utama dari Presiden Jokowi di Istana Merdeka. Andai ia menerima jabatan Komisaris Utama BTN, tentu ceritanya akan lain. Selamat ya Cak....
Simak juga 'Atasi Polusi Udara Jabodetabek, Jokowi Dorong Kantor Hybrid Working':
(jat/rdp)