Tingkah bocah laki-laki tersebut memang tak bisa ditebak. Sesekali, ia tersenyum lebar. Ia antusias menyambut siapa saja yang menyapanya. Namun, sesekali ia bersuara keras, seakan berusaha menyampaikan sesuatu. Namun, hanya segelintir orang yang memahami maksud dari suara tersebut.
Seorang wanita dengan berbalut alat pelindung diri (APD) tampak menggandeng tangan bocah itu. Perlahan-lahan, ia menuntun si bocah menuju suatu ruangan. Tulisan 'Okupasi Terapi' terpatri di pintu ruangan yang keduanya masuki. Di ruangan itulah, bocah laki-laki ini biasa menghabiskan waktu beberapa kali dalam seminggu, selama tujuh tahun.
Bocah itu bernama Muhammad Farel. Duduk di hadapannya, adalah Firsty Ivana Putri, terapis bidang Okupasi Terapi yang menangani Farel hari itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Arel, fokus, fokus," ucap Firsty sambil menepuk lembut lengan kiri Farel, agar mengembalikan atensi bocah di hadapannya.
Simulasi makan, minum, melepas dan mengancingkan kemeja, dan memegang pensil, dilakukan Farel tanpa kesulitan berarti. Ini adalah rangkaian Okupasi Terapi, yang terdiri dari berbagai latihan yang bertujuan memandirikan seseorang dengan gangguan mental, fisik, dan sebagainya. Melalui Okupasi Terapi, pasien dilatih untuk tidak terlalu bergantung dengan orang lain.
Farel adalah pasien pertama Firsty. Sejak Firsty bergabung dengan YPAC Jakarta lima tahun lalu, ia ingat benar bagaimana kondisi Farel di awal pertemuan mereka.
"Farel itu dulu, suka marah-marah, teriak-teriak, kemudian kita minta untuk duduk, masih sulit, kita bantu. Kemudian untuk mengenal warna, memahami konsep, kalau atensinya juga masih berat. Jadi kalau misalkan ada orang yang bersuara, dia pasti menengok. Kemudian, anak ini belum terlalu baik untuk kemampuan jari-jari tangannya. Kemudian, untuk dari aktivitas sehari-hari juga masih semuanya dibantu," kenang Firsty di program Sosok detikcom.
Kini, perkembangan Farel meningkat pesat. Melalui penyesuaian dengan alat bantu, Farel sudah bisa melakukan banyak aktivitas sehari-hari tanpa bantuan orang lain. Mulai dari makan, minum, berpakaian, hingga mencuci piring. Persoalan atensi Farel juga perlahan membaik.
Meski demikian, kesuksesan terapi Farel tidak diraih dengan jalan yang selalu mulus. Ada kalanya, Farel harus mengulang beberapa tahapan terapi karena absen beberapa waktu. Namun, tantangan yang kerap dihadapi adalah menjaga semangat dari pihak keluarga.
"Biasanya, orang tua yang merasa ini anak tidak bisa, karena mungkin di rumahnya nggak dilatih, atau nggak diikutsertakan untuk aktivitas sehari-hari. Padahal, di ruang terapi ternyata anaknya bisa, anaknya mampu," ujar Firsty.
Firsty mengaku, naik turunnya semangat keluarga adalah persoalan yang umum terjadi dalam usaha peningkatan kualitas hidup anak berkebutuhan khusus. Seringkali, keluarga terlebih dahulu merasa tak ada lagi harapan hidup yang lebih baik untuk sang anak.
Hal ini tentu akan mempengaruhi perkembangan sang anak. Sebab, selain terapi di gedung YPAC Jakarta, terdapat terapi di rumah yang wajib dijalankan. Tanpa bantuan dan dukungan dari pihak keluarga, kesuksesan terapi jadi mustahil diwujudkan.
"Dibilang untuk berhasil, sukses, atau gagal, kita akan kembalikan juga kepada orang tua. Bagaimana orang tua melaksanakan home program yang kami buat. Karena, dengan kami, mungkin hanya setengah jam. Paling lama, satu jam. Tapi dengan orang tua, mereka punya waktu 23 jam," jelas Firsty.
Mengedukasi dan memberi semangat pihak keluarga masih menjadi PR bagi terapis anak berkebutuhan khusus seperti Firsty. Maka, tak henti-hentinya Firsty menghimbau orang tua pasien untuk ikut terlibat pada proses terapi sang anak. Dengan melihat perkembangan anak di terapi, hal ini juga akan memunculkan tekad orang tua untuk mengusahakan kualitas hidup yang lebih baik bagi anak.
"Saya selalu bilang sama orang tua, setiap setelah sesi terapi, saya sampaikan proses dan progress anak-anaknya. Saya juga buat home program, yang bisa dikerjakan di rumah, gitu. Jadi, sebisa mungkin orang tua mengerjakan. Jadi biar tahu, sama-sama tahu prosesnya, dan progress-nya. Ternyata mereka bisa lho. Ketika mereka diberikan kesempatan," tutur Firsty.
(nel/vys)