Wakil Ketua MPR Hidayat Nur Wahid (HNW) mengatakan Indonesia perlu diingatkan jasa-jasa para pahlawan, selain dengan ungkapan Bung Karno Jas Merah (Jangan Sekali-kali Melupakan/Meninggalkan Sejarah) serta Jas Hijau (Jangan Sekali-kali Menghilangkan Jasa Ulama). 2 ungkapan itulah yang juga pas disegarkan terkait peran pendiri DDII M Natsir.
Hal ini ia ungkapkan usai mengikuti prosesi 'Pelepasan Dan Penugasan Guru Ngaji/Da'I', Komplek Gedung MPR/DPR/DPD, Senayan, kemarin. Pada kegiatan itu, sebanyak 130 lulusan Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah (STID) Mohammad Natsir dilepas secara simbolis untuk diberangkatkan berdakwah ke berbagai pedalaman dan pelosok negeri.
STID Mohammad Natsir merupakan lembaga pendidikan yang berada di naungan DDII, sehingga dalam acara itu hadir Ketua Pembina DDII Prof. Dr. KH. Didin Hafinuddin M.Sc; Ketua Umum DDII Dr. H. Adian Husaini M.Si; dan Ketua Pengawas DDII Drs. Yusuf Djamal.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
HNW menuturkan sejatinya Indonesia pernah mendapatkan sukses bukti perjuangan kebangsaan dan kenegarawanan tokoh pada Mohammad Natsir.
Peran Mohammad Natsir yang sukses hadirkan kembali NKRI, sehingga teriakan sekarang adalah 'NKRI HARGA MATI', adalah monumen bersejarah yang sangat menentukan eksistensi dan masa depan Indonesia.
"NKRI pada masa itu sudah dikubur oleh Belanda," ujar HNW dalam keterangannya, Rabu (9/8/2023).
Pada tanggal 3 April 1950, di hadapan rapat paripurna Parlemen Republik Indonesia Serikat (RIS), M Natsir menyampaikan Mosi Integral. Inti dari mosi itu ialah mengajak bangsa ini untuk kembali ke bentuk NKRI yang merupakan cita-cita Indonesia Merdeka, sebagaimana disepakati dalam UUD 45 Bab 1 pasal 1 ayat (1).
Karena Belanda melalui KMB 26 Desember 1949, sudah merubah Indonesia menjadi RIS (Republik Indonesia Serikat), sehingga pada masa itu bentuk negara yang ada adalah RIS.
Peran Mohammad Natsir yang menyatakan Mosi Integral itulah yang membuat Parlemen RIS dan pemerintah mengapresiasi dan menyepakati perjuangan dan usulannya dalam mosi integralnya, sehingga Indonesia kembali menjadi NKRI setelah sebelumnya berbentuk RIS.
"Nah ketika ada perguruan tinggi yang diprakarsai oleh Mohammad Natsir, STID, akan melakukan kegiatan di MPR, kami menyambut dengan suka cita," ujar HNW.
HNW mengingatkan di Komplek Gedung MPR/DPR/DPD ini, dirinya bersama berbagai komponen bangsa pernah menandatangani usulan kepada pemerintah untuk menjadikan tanggal 3 April sebagai Hari NKRI.
Ia menjelaskan bangsa ini sudah memiliki Hari Pancasila, Hari Konstitusi, Hari Ibu, Hari Anak, Hari Tani, Hari Bela Negara, dan lain sebagainya, namun belum memiliki Hari nasional untuk menguatkan spirit ber-NKRI.
"Sudah ada beragam hari nasional namun belum ada Hari NKRI. Padahal NKRI adalah hal yang sangat kita pentingkan. Maka sewajarnya usulan adanya Hari NKRI tanggal 3 April, menjadi sangat relevan untuk terus diperjuangkan," tambah HNW.
HNW mengatakan kegiatan itu juga untuk menguatkan usulan kepada pemerintah untuk mempertimbangkan dengan serius agar tanggal 3 April dijadikan sebagai Hari NKRI.
"Agar kita betul-betul tidak melupakan sejarah, sekaligus juga tidak melupakan jasa para ulama pejuang yang juga pahlawan nasional, tapi juga untuk menguatkan spirit cinta dan bela NKRI," katanya.
Dengan adanya Hari NKRI diharapkan bangsa ini akan mempunyai ingatan kolektif, agar makin bisa berkontribusi mengokohkan, menjaga dan mensukseskan NKRI, apalagi di tengah berbagai tantangan globalisasi.
"Maka sudah sangat seharusnya bila pemerintah menyetujui usulan tanggal 3 April sebagai Hari Nasional, Hari Konstitusi," pungkasnya.
(anl/ega)