Bareskrim Polri tengah mengusut kasus dugaan penyebaran berita bohong atau hoax Denny Indrayana terkait putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menentukan sistem pemilu. Penyidik akan memanggil Denny Indrayana dalam waktu dekat.
"Dalam waktu dekat, kurang lebih di bawah 10 hari, di bawah 10 hari (akan dipanggil)," kata Dirtipidsiber Bareskrim Polri Brigjen Adi Vivid Agustiadi Bachtiar kepada wartawan, Selasa (8/8/2023).
Adi Vivid menyebut pihaknya telah memeriksa 10 saksi terkait kasus ini. Selanjutnya dia mengetahui Denny berada di Australia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Total saksi di kami kurang lebih saksi ahli sudah enam yang kami periksa, kemudian saksi lainnya kurang lebih 10, sudah 10 kasus Denny Indrayana," kata Adi Vivid.
"Nanti dalam waktu dekat yang bersangkutan akan kita undang untuk melakukan klarifikasi dulu terhadap perkaranya. Kebetulan yang kami tahu Bapak Denny Indrayana keberadaannya ada di Australia, ya," sambungnya.
Sebelumnya, Denny Indrayana dilaporkan ke Bareskrim Polri. Dia dilaporkan terkait dugaan penyebaran berita bohong atau hoax soal rumor MK yang akan memutuskan pemilu menjadi sistem pemilu tertutup atau coblos gambar partai.
"Saat ini sedang dilakukan pendalaman oleh penyidik Bareskrim Polri berdasarkan pada Laporan Polisi Nomor LP/B/128/V/2023/SPKT/BARESKRIM POLRI dengan pelapor atas nama AWW dan terlapor yang dilaporkan pada Rabu, 31 Mei 2023 yaitu, satu, atas nama pemilik/pengguna/penguasa akun Twitter @dennyindrayana, dua atas nama pemilik/pengguna/penguasa akun Instagram @dennyindrayana99," ujar Kadiv Humas Polri Irjen Sandi Nugroho kepada wartawan.
Dia mengatakan laporan itu terkait dugaan tindak pidana ujaran kebencian (SARA), berita bohong (hoax), penghinaan terhadap penguasa, dan pembocoran rahasia negara. Sandi mengatakan ada sejumlah saksi dan bukti yang diajukan dalam laporan ini.
"Sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 A ayat 2 juncto Pasal 28 ayat 2 UU No 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No 11 Tahun 2008 tentang ITE dan/atau Pasal 14 ayat 1 dan ayat 2 dan Pasal 15 UU No 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan/atau Pasal 112 KUHP Pidana dan/atau Pasal 112 KUHP dan/atau Pasal 207 KUHP," ujarnya.
Belakangan, MK memutuskan sistem pemilu tetap pada proporsional terbuka atau coblos nama caleg. Sidang putusan gugatan pemilu itu digelar MK pada Kamis (15/6/2023). Sidang dihadiri 8 hakim dan dipimpin Ketua MK Anwar Usman.