Warga Sumenep, Jawa Timur Ulfah Abqari berhasil masuk menjadi terbaik prioritas ke-3 di ajang pameran poster pada konferensi kusta internasional di Bergen, Norwegia. Konferensi tersebut dihelat pada akhir Juni 2023 lalu dan ditujukan untuk mengenang 150 tahun jasa Armaur Gerard Hansen yang menemukan bakteri kusta, yaitu Mycobacterium leprae.
Dalam poster itu, Ulfah membawa budaya masyarakat Madura, berupa rumah adat Tanean Lanjang. Kata Tanean lanjang berarti halaman panjang, sedangkan bagi masyarakat Madura, kata itu berarti kumpulan rumah yang terdiri dari beberapa keluarga dan masih berada dalam satu ikatan keluarga besar.
Lewat poster tersebut, Ulfah merefleksikan bahwa di sebuah tanean lanjang, terdapat key person satu orang yang dituakan. Orang ini berperan dalam mengambil keputusan yang selalu ditaati oleh semua anggota keluarga di tanean lanjang.
Refleksi ini disajikan berdasarkan hasil observasi dirinya saat melakukan studi lapangan untuk menyusun strategi dalam peningkatan partisipasi dan kemauan masyarakat untuk mensukseskan program eliminasi kusta.
Mahasiswa penerima beasiswa S3 dari dari project PEP+++ di bawah NLR Alliance Office ini ingin menyampaikan bahwa hubungan interpersonal tenaga kesehatan kusta dengan masyarakat bisa terjalin cukup baik dan meninggalkan kesan kenyamanan, kepercayaan, juga pemberian pelayanan yang baik lewat para pemegang kunci di taenan lanjang. Sebab, mereka akan berpengaruh besar dalam mengajak anggota lainnya untuk ikut dalam mensukseskan program kesehatan.
"Apalagi pada kusta, untuk melakukan upaya pencegahan, dalam permenkes RI No. 11 tahun 2019 tentang penanggulangan kusta direkomendasikan pemberian rifampisin dosis tunggal kepada kontak dekat pasien kusta sebagai terapi kemoprofilaksis," terang Ulfah dalam keterangan tertulis, Jumat (4/8/2023).
Lebih lanjut, Ulfah juga ingin menekankan kepada penggiat kesehatan masyarakat harus bisa lebih peka terhadap upaya-upaya yang dilakukan masyarakat dalam menyikapi soal kesehatan. Seperti melaksanakan program melalui pendekatan budaya.
Menurutnya, pendekatan budaya terbukti dapat dijadikan strategi untuk mengedukasi, meningkatkan kesadaran dan pengetahuan dan yang tak kalah penting meningkatkan keinginan masyarakat dalam memberi keputusan tentang keikutsertaannya dalam suatu program kesehatan.
"Terutama upaya eliminasi kusta, kita harus mau menyerap banyak strategi yang terbukti bisa menjadi praktis baik," kata Ulfah.
Lebih lanjut, Ulfah yang saat ini bekerja di Yayasan NLR Indonesia pun menjelaskan hambatan terbesar dalam menangani penyakit yang tergolong kuno adalah masih tingginya stigma terhadap kusta. Stigma ini datang bukan hanya dari masyarakat luar melainkan, juga bisa datang dari anggota keluarga sendiri.
Ulfah menilai stigma dan ketidakpahaman masyarakat akan penyakit ini bisa berdampak buruk hingga pengasingan, dikeluarkan dari kelompok sosial,atau bahkan perceraian.
Dia menambahkan masyarakat yang kurang mendapatkan akses dan informasi yang benar tentang kusta masih percaya bahwa penyakit ini adalah kutukan. Penyakit ini sangat menular dan sangat menjijikkan dari luka-luka atau disabilitas yang diakibatkannya.
Padahal deformitas ini terjadi dikarenakan sudah terjadi keterlambatan, yaitu saraf tepi yang sudah diserang oleh bakteri kusta. Hal itu menyebabkan kehilangan rasa pada bagian indera peraba yang diserang.
Akibat dari keterlambatan itu, penderita tidak tahu atau tidak merasa ketika kulitnya terbakar, kena benda panas atau benda tajam yang akhirnya mengakibatkan luka dan infeksi.
(akd/ega)