Sebentar lagi Indonesia akan melaksanakan Pemilihan Umum (Pemilu) pada 2024. Menjelang pemilu, muncul berbagai istilah di dalam dunia politik, salah satunya politik balas budi atau disebut juga dengan politik etis.
Lantas, apa sih politik balas budi itu? Lalu apa dampak yang ditimbulkan dari politik balas budi? Simak pembahasannya secara lengkap dalam artikel ini.
Pengertian Politik Balas Budi
Politik balas budi adalah sikap saling menghormati dan saling memberikan penghargaan antara pelaku politik dalam dunia politik. Hal ini melibatkan sikap toleransi terhadap perbedaan pendapat, kemampuan untuk bekerja sama dalam mencapai tujuan bersama, dan mengutamakan kepentingan publik di atas kepentingan pribadi atau partai politik.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mengutip E-jurnal milik bakai.uma.ac.id, politik balas budi muncul pertama kali saat masa kolonial Belanda. Saat itu, pemerintah Belanda ingin meningkatkan kesejahteraan rakyat Hindia Belanda agar lebih maju dan cerdas.
Untuk mengetahui sejarah singkat terbentuknya politik balas budi, simak di bawah ini.
Sejarah Terbentuknya Politik Balas Budi
Selama masa kolonial, Belanda diketahui menerapkan berbagai kebijakan ekonomi yang berbasis sistem kapitalisme Barat. Salah satu kebijakan Belanda yang bikin masyarakat sengsara adalah sistem tanam paksa atau cultuurstelsel pada tahun 1830.
Orang yang menetapkan kebijakan tanam paksa adalah Johannes van den Bosch, yakni Gubernur Jenderal Hindia Belanda kala itu. Ia memaksa masyarakat untuk menyisihkan sebagian tanahnya agar ditanami komoditas ekspor, seperti teh, kopi, dan rempah-rempah lainnya demi kepentingan Belanda.
Kebijakan ini mendapat banyak kritikan dari berbagai kalangan karena hanya membuat rakyat sengsara, apalagi jika ketahuan melanggar akan dihukum berat. Alhasil, sejumlah politikus dan aktivis asal Belanda ikut mengecam kebijakan cultuurstelsel.
Tokoh Belanda yang paling terkenal dalam mengecam kebijakan sistem tanam paksa adalah Pieter Brooshooft dan C. Th. Van Deventer. Keduanya menilai bahwa kebijakan cultuurstelsel yang diterapkan pemerintah Belanda merupakan tindakan eksploitasi dan merugikan kesejahteraan rakyat.
Akibat banyak penolakan, akhirnya pemerintah Belanda menghentikan sistem tanam paksa di tahun 1863. Walau sudah distop, Pieter Brooshooft dan C. Th. Van Deventer merasa kalau pemerintah harus bertanggung jawab atas kerugian yang diakibatkan program cultuurstelsel.
Dalam buku Sejarah Indonesia oleh Kemdikbud, karena merasa kecewa akhirnya Van Deventer menuangkan berbagai kritik untuk pemerintah Belanda dalam tulisan berjudul "Een Eereschuld" (hutang kehormatan), yang dimuat di majalah De Gids pada 1899.
Dalam tulisannya, ia mengkritik pemerintah Belanda karena mengeksploitasi wilayah jajahannya demi membangun negeri mereka sendiri agar lebih makmur. Kritikan tersebut banyak mendapat respon positif dari beragam kalangan, hingga akhirnya Ratu Wilhelmina mengeluarkan kebijakan baru yang disebut politik etis (politik balas budi).
Politik etis berfokus pada desentralisasi politik, kesejahteraan rakyat, dan efisien. Adapun tiga program yang dilaksanakan dalam politik etis, yakni irigasi, edukasi, dan emigrasi. Semua program tersebut bertujuan agar rakyat Hindia Belanda bisa memperoleh ilmu dan manfaat dari pemerintah Belanda.
Dampak Politik Balas Budi
Apa yang ditawarkan pemerintah Belanda dalam program politik balas budi sangat menguntungkan masyarakat. Dalam hal irigasi, pemerintah Belanda akan membangun fasilitas yang dapat menunjang aktivitas pertanian dan perkebunan masyarakat, seperti waduk, irigasi, dan berbagai infrastruktur lainnya.
Untuk program edukasi, pemerintah Belanda akan meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) masyarakat Hindia Belanda, sehingga mereka bisa memperoleh ilmu pengetahuan dan tidak buta huruf. Pada program emigrasi, pemerintah Belanda akan memindahkan sejumlah penduduk ke berbagai wilayah lain, sehingga tidak terpusat di Jawa dan Madura saja.
Namun, apa yang direncanakan pemerintah Belanda dalam program politik balas budi justru terjadi banyak penyimpangan. Sebab, apa yang ditujukan untuk rakyat malah dirampas oleh masyarakat Belanda sendiri.
Misalnya di sektor irigasi, air yang mengalir untuk kebutuhan perkebunan dan pertanian milik rakyat, sebagian diambil oleh orang-orang Belanda untuk kebutuhan mereka. Lalu, program edukasi juga tidak berjalan mulus, karena masyarakat yang boleh sekolah hanya dari golongan tertentu saja.
Akan tetapi, ada juga dampak positif yang ditimbulkan dari politik balas budi. Sebagai contoh, pemerintah Belanda mulai membangun jalur kereta api di pulau Jawa. Sementara di Batavia (sekarang Jakarta), mulai dibangun jalur kereta untuk trem listrik.
Kebijakan politik etis akhirnya berakhir pada tahun 1942. Saat itu, Belanda menyerah kepada Jepang dalam Perang Asia Timur atau Perang Dunia Kedua.
Nah, itu dia penjelasan mengenai politik balas budi beserta pengertian, sejarah, dan dampak yang ditimbulkan. Semoga artikel ini dapat menambah ilmu pengetahuan detikers!
(ilf/fds)