Kepala Divisi Lastmile/Backhaul pada Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) Kominfo, Muhammad Feriandi Mirza, menjadi saksi sidang kasus dugaan korupsi proyek BTS 4G. Mirza dicecar apa mungkin membangun 4.200 tower dalam waktu 9 bulan.
Hal itu ditanyakan jaksa kepada Mirza saat bersaksi di sidang kasus korupsi BTS Kominfo di Pengadilan Tipikor Jakarta, Selasa (25/7/2023). Duduk sebagai terdakwa eks Menkominfo Johnny G Plate, eks Dirut Bakti Kominfo Anang Achmad Latif, dan tenaga ahli pada Human Development Universitas Indonesia (Hudev UI) Yohan Suryanto.
"Dalam pemikiran Saudara, membangun BTS 4.200 dalam waktu 9 bulan itu Anda selaku praktisi IT itu apa mungkin?" tanya jaksa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dalam pengalaman saya, memang belum ada," jawab Mirza.
Ketua majelis hakim Fahzal Hendri lalu memotong tanya-jawab jaksa dengan Mirza tersebut. Fahzal meminta jaksa tidak menanyakan pendapat Mirza.
"Jangan tanya pendapat dia," kata Fahzal.
"Mohon izin, Pak, di BAP (berita acara pemeriksaan) dijelaskan memang kira-kira untuk satu tahun itu paling tidak 300 dan 400. Nah, ini saya ingin menanyakan hal itu," kata jaksa memberi penjelasan.
Jaksa kemudian bertanya apakah betul Mirza sempat bertemu dengan Anang dan Yohan membicarakan bahwa membangun 4.200 tower BTS 4G dalam waktu satu tahun tidak lazim. Mirza mengamini itu.
"Apakah pendapat saksi selaku staf pada waktu itu, Saudara saksi sudah ngobrol sama Pak Anang lewat Pak Yohan ngobrol terkait itu?" tanya jaksa.
"Iya," ucap Mirza.
"Ngobrol banyak bahwa memang tidak lazim sebuah proyek BTS itu 4.200 dalam setahun?" kata jaksa.
"Iya," jawab Mirza.
Hakim Fahzal kembali memotong tanya jawab dan menyampaikan pertanyaan. Hakim bertanya apakah ada pembicaraan bahwa 4.200 tower ini tidak bisa diselesaikan dalam waktu singkat. Mirza menyebut saat itu atasannya mengatakan proyek tersebut sudah menjadi kebijakan pimpinan.
"Saudara pernah nggak dalam suatu rapat dengan Pak Anang sebagai KPA (kuasa pengguna anggaran) berbicara untuk pembangunan 4.200 itu sampai 2021, apakah ada dibicarakan dalam rapat bahwa ini tidak bisa diselesaikan dalam jangka waktu yang relatif pendek?" tanya hakim.
"Sudah menjadi kebijakan pimpinan," jawab Mirza.
"Siapa bilang gitu?" tanya hakim lagi
"Pak Anang," ujar Mirza.
Simak selengkapnya di halaman selanjutnya.
Saksikan Video 'Hakim Bingung Ahli Tak Dilibatkan di Pembahasan Proyek Jumbo BTS 4G':
Johnny Plate dkk Didakwa Rugikan Rp 8 T
Johnny G Plate didakwa melakukan tindak pidana korupsi dalam kasus ini hingga menyebabkan kerugian negara Rp 8 triliun. Plate diadili bersama mantan Anang Achmad Latif dan Yohan Suryanto.
Dalam dakwaan yang dibacakan jaksa dalam sidang perdana Plate di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Selasa (27/6), kasus ini disebut berawal pada 2020. Saat itu, Plate bertemu dengan Direktur Utama Bakti Kominfo Anang Achmad Latif dan Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia Galumbang Menak Simanjuntak di salah satu hotel dan lapangan golf untuk membahas proyek BTS 4G.
"Terdakwa Johnny Gerard Plate dalam menyetujui perubahan dari 5.052 site desa untuk program BTS 4G tahun 2020-2024 menjadi 7.904 site desa untuk tahun 2021-2022 tanpa melalui studi kelayakan kebutuhan penyediaan infrastruktur BTS 4G dan tanpa ada kajiannya pada dokumen Rencana Bisnis Strategis (RBS) Kemkominfo maupun Bakti serta rencana bisnis anggaran (RBA) yang merupakan bagian dari Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian Negara/Lembaga (RKA-K/L) Kemkominfo," ujar jaksa.
Jaksa mengatakan Plate juga menyetujui penggunaan kontrak payung pada proyek BTS 4G dan Infrastruktur Pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 dengan tujuan menggabungkan pekerjaan pembangunan dan pekerjaan operasional. Jaksa juga menyebut Plate memerintahkan Anang agar memberikan proyek power system meliputi battery dan solar panel dalam penyediaan Infrastruktur BTS 4G dan Infrastruktur Pendukung Paket 1, 2, 3, 4, dan 5 kepada Direktur PT Basis Utama Prima Muhammad Yusrizki Muliawan.
Jaksa mengatakan Plate sebenarnya telah menerima laporan bahwa proyek BTS itu mengalami keterlambatan hingga minus 40 persen dalam sejumlah rapat pada 2021. Proyek itu juga dikategorikan sebagai kontrak kritis.
Namun, menurut jaksa, Plate tetap menyetujui usulan Anang untuk membayarkan pekerjaan 100 persen dengan jaminan bank garansi dan memberikan perpanjangan pekerjaan sampai 31 Maret 2022 tanpa memperhitungkan kemampuan penyelesaian proyek oleh perusahaan.
Pada 18 Maret 2022, Plate kembali mendapat laporan bahwa proyek belum juga selesai. Jaksa mengatakan Plate saat itu meminta Anang selaku kuasa pengguna anggaran dan pejabat pembuat komitmen untuk tidak memutuskan kontrak.
"Tetapi justru meminta perusahaan konsorsium untuk melanjutkan pekerjaan, padahal waktu pemberian kesempatan berakhir tanggal 31 Maret 2022," ucap jaksa.
"Bahwa perbuatan Terdakwa Johnny Gerard Plate, bersama dengan Anang Achmad Latif, Yohan Suryanto, Irwan Hermawan, Galumbang Menak Simanjuntak, Mukti Ali, Windi Purnama dan Muhammad Yusrizki Muliawan telah mengakibatkan Kerugian Keuangan Negara atau Perekonomian Negara, sebesar Rp 8.032.084.133.795,51 (Rp 8 triliun)," ujar jaksa.