Kuasa hukum terdakwa kasus pencemaran nama baik terhadap Menko Marvest Luhut Binsar Pandjaitan, Haris Azhar dan Fatia, M Isnur, menilai bukti digital kasus yang dihadirkan jaksa abal-abal. Sebab, bukti fisik flashdisk yang menyimpan file MP4 tidak diputar saat persidangan.
Sidang lanjutan Haris dan Fatia digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Senin (24/7/2023), menghadirkan ahli digital forensic Puslabfor Mabes Polri, Heri Pritanto. M Isnur awalnya menyinggung flashdisk yang tidak ditunjukkan dan diputar di persidangan.
"Jadi gini, berita acara penyitaan itu, berkas semuanya buktinya flashdisk. Maka, bukti apa yang dihadirkan di ruang sidang, flashdisk dan file-nya. Itulah yang diperiksa di ruang sidang. Maka, pemeriksaan yang di depan hakim. Nah, hakim tidak melihat bukti flashdisk, bukti hasil file-nya. Itu satu," kata M Isnur seusai persidangan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kedua, ternyata file itu direkam sebelum pelaporan polisi. Artinya apa? Segala bentuk pemeriksaan terhadap saksi dengan semua transkripnya pakai file yang tidak dalam proses penyidikan," lanjutnya.
M Isnur kemudian menyinggung pengunggahan bukti file berupa MP4 yang dilakukan sebelum laporan polisi dibuat. Dia mengatakan bukti didapat tanpa ada proses sah.
"Penyitaan dilakukan bulan September. Artinya apa? Rentang antara September sampai Desember, pemeriksaan di penyidikan dan semua bukti yang di ruang sidang tanpa didapat dengan proses yang sah," ucapnya.
M Isnur kemudian mengatakan bukti tersebut abal-abal. Menurut dia, penetapan tersangka Haris dan Fatia seharusnya runtuh secara hukum pidana.
"Artinya apa? Buktinya abal-abal, buktinya bohong. Berarti penetapan tersangka Fatia Haris itu runtuh secara hukum acara pidana. Tidak bisa dipakai," ucapnya.
"Ini fakta yang kami temukan dan itu sangat mengerikan, itu melanggar hukum acara, prosedural dan tidak dengan ketentuan bagaimana bukti itu didapatkan," jelasnya.
Selain itu, kata M Isnur, ahli tidak bisa menjelaskan bukti URL file tersebut diunggah dari mana. M Isnur mengatakan ahli hanya menjelaskan diperoleh dari berita acara penyitaan yang tidak bisa diverifikasi oleh ahli.
"Tadi pun ahli tidak bisa menjelaskan ini bukti dari URL mana? Jangan-jangan, tadi saya tanya, dari G-Mail, Google Classroom, atau YouTube yang lain, bukan YouTube Haris Azhar atau produk Google yang lain. Jadi ini enggak bisa membuktikan URL yang mana. Dia hanya bilang dapat dari berita acara penyitaan saja dan itu tidak bisa diverifikasi oleh ahli," kata M Isnur.
Hal yang sama disampaikan oleh Haris. Dia juga menyoroti isi flashdisk yang tidak bisa diputar saat sidang.
"Ternyata tidak ada bukti digital yang bisa disampaikan di persidangan ini. Tadi, kita minta flashdisk-nya dibuka, ternyata nggak bisa dibuka. Itu adalah titik utama kasus ini," kata Haris.
"Kasus ini kan menggunakan pasal 27 ayat 3 ya, tuduhan pencemaran nama baik, penghinaan, keonaran, semua rujukannya ke digital. Sementara bahan digitalnya tidak bisa dibuka. Ini tindak pidana, maka harus ada barang bukti. Barang bukti digitalnya tidak bisa dibuka atau tidak mau dibuka," lanjutnya.
Haris mengatakan kasus tersebut harus memakai logika. Menurut dia, kasus seharusnya selesai karena tidak ada alat buktinya.
"Jadi, menurut saya, seharusnya pakai alat pikir atau ilmu logika yang sangat relevan digunakan dalam kasus-kasus pidana, saya pikir kasus ini selesai, nggak ada alat buktinya," imbuh Haris.
(dek/zap)