Sejumlah anjing ras nampak terduduk lesu di sebuah kandang. Sorot mata hewan-hewan berbulu ini layu, seolah telah kehilangan sifatnya yang ceria dan penuh rasa penasaran. Tubuhnya pun dipenuhi luka-luka serta lalat yang mengelilinginya.
Gambaran ini terlihat dari adalah video investigasi People for the Ethical Treatment of Animals (PETA) Asia, akhir tahun 2022 lalu. Investigasi tersebut mengungkap kondisi lima 'pabrik' anak anjing di berbagai wilayah di Indonesia.Praktik ini juga bisa disebut sebagai puppy mill, yaitu bisnis pembiakan anjing untuk tujuan komersial.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Mercy Andrea, salah satu anggota dari PETA Asia mengungkapkan pada tim Sudut Pandang detikcom bagaimana kondisi pabrik anjing yang diinvestigasinya. Serupa dengan pabrik anjing di belahan dunia lainnya, pabrik yang terletak di Jawa Barat tersebut juga sarat akan pemandangan memilukan.
"Kandangnya itu sangat kecil ya dibandingkan dengan ukurannya. Padahal anjing itu adalah hewan yang harusnya travelling. Ada yang udah kutuan, ada yang udah kudis, sakit kulit, dan itu semua infeksi dan segala macamnya. dan mereka itu nggak pernah dimandiin. Karena again, kalau memang mau dirawat itu cost-nya sangat besar. Dan mereka itu makanannya juga nggak cukup sebenarnya. Bahkan ketika anaknya pun udah lahir, makanannya itu cuman satu bowl dan mereka itu rebutan," jelas Mercy di program Sudut Pandang detikcom, Senin (24/7).
Dilansir dari The National Humane Education Society, pembiakan massal anjing dimulai sebagai alternatif bagi peternak ayam dan kelinci di Amerika Serikat Barat Tengah selama era The Great Depression berlangsung. Membesarkan anak anjing dianggap lebih murah, dan bahkan beberapa pembiak anak anjing ini mengubah kandang ayam dan kandang kelinci miliknya menjadi tempat pembiakan anak anjing.
Seiring berjalannya waktu, anak anjing mulai dijual di gerai ritel kecil maupun besar di Amerika Serikat. Hal ini juga diikuti dengan munculnya keberadaan toko hewan peliharaan.
Adanya pabrik anak anjing ini tak lepas dari animo masyarakat untuk memelihara anak anjing. Hewan berbulu ini terlihat menggemaskan dan dianggap cocok untuk dijadikan hewan pendamping. Namun, banyak orang mengabaikan dari mana anjing-anjing ini berasal dan bagaimana mereka dibiakkan.
Umumnya, kondisi hidup anjing 'pabrikan' sungguh tidak layak dan jauh dari sejahtera. Seringkali, anjing-anjing di pabrik diletakkan berdesakan satu sama lain, tanpa perawatan dan makanan yang cukup, serta hampir tak pernah melihat dunia luar. Selain itu, anjing-anjing ini juga kerap dipaksa kawin untuk menghasilkan anak anjing baru yang bisa dijual.
Tak heran jika industri pabrik anak anjing menuai kecaman dari berbagai pihak yang peduli pada kesejahteraan hewan. Industri ini juga dilarang di beberapa wilayah di Amerika Serikat, yaitu di New York dan Clark County, Nevada sejak akhir 2022, serta Washington DC sejak Januari 2023. Larangan untuk menjual anjing di toko hewan peliharaan juga sudah dilakukan di lebih dari 440 kota, kabupaten, dan negara bagian di Amerika Serikat sejak 2010.
Sayangnya, atensi terhadap isu pabrik anjing masih sangat rendah di Indonesia. Sehingga, data mengenai keberadaan pabrik anjing cukup sulit ditemukan. Hal ini juga berimbas pada tidak adanya larangan akan kegiatan pabrik dan jual beli anak anjing di Indonesia.
"Sayangnya di sini itu sangat normal ya. Sangat lumrah, dan umum untuk orang kalau mau punya anjing itu ya beli. Karena glorifikasinya banyak banget. Anjing jadi obyek, salah satunya adalah anjing jadi obyek di social media ya. Dipakaikan baju, dibawa jalan-jalan, terus udah gitu diikutin show ini itu. Tapi kita belum tentu memperhatikan well-being atau kesejahteraannya dia itu seperti apa," tutur Mercy.
Meski demikian, masih ada usaha yang bisa dilakukan untuk memperlambat laju industri ini. Mercy menyampaikan, kampanye untuk tidak membeli anjing, melainkan mengadopsi, adalah pilihan yang lebih baik bagi mereka yang ingin memelihara hewan tersebut.
"Caranya adalah adopsi. Jangan membeli. Jika masih ada kemauan pasar, pasti supply akan terus ada. Tapi, kalau kita bisa mengubah mindset kita, kita bisa memberi kesempatan bagi teman-teman hewan pendamping kita nih yang belum punya rumah, kita bisa kasih mereka kesempatan kedua," tutur Mercy.
Mercy juga menyarankan untuk menimbang betul-betul sebelum memutuskan hidup berdampingan dengan hewan. Sebab, butuh komitmen untuk memelihara hewan hingga akhir hidupnya. Seseorang perlu memastikan bahwa dirinya memang benar-benar mampu merawat hewan tersebut, dan bukan sekadar keinginan sesaat.
"Ini adalah makhluk hidup, kebutuhannya banyak banget lho. Jadi, tanggung jawab yang sangat besar, jangan dikasih sebagai hadiah, jangan dikasih jadi surprise. Please, dipikir-pikir ulang lagi," pungkas Mercy.
(nel/vys)