Saya Karyawan Dipaksa Atasan Memalsu Dokumen, Apakah Saya Kena Pidana?

detik's Advocate

Saya Karyawan Dipaksa Atasan Memalsu Dokumen, Apakah Saya Kena Pidana?

Tim detikcom - detikNews
Senin, 24 Jul 2023 09:04 WIB
Ilustrasi Rekrutmen Karyawan
Ilustrasi (Shutterstock)
Jakarta -

Sebuah perusahaan mengharapkan hubungan harmonis antara atasan dan bawahan agar bisnis berjalan cepat dan tumbuh. Namun bagaimana bila ada bawahan dipaksa atasan memalsu dokumen?

Berikut pertanyaan pembaca:

Jika seorang karyawan disuruh pimpinan untuk melakukan tanda tangan/pemalsuan dokumen, apakah karyawan tersebut bisa terkena jerat hukum?

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

NA

Pembaca detik's Advocate juga bisa menanyakan pertanyaan serupa dan dikirim ke email: redaksi@detik.com dan di-cc ke andi.saputra@detik.com. Pembaca juga bisa melakukan konsultasi online ke BPHN di https://lsc.bphn.go.id/konsultasi.

ADVERTISEMENT

Nah untuk menjawab pertanyaan di atas, kami meminta jawaban dari Penyuluh Hukum Ahli Madya Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kemenkumham, Iva Shofiya, S.H., M.Si. Berikut jawabannya:

Terima kasih atas pertanyaannya, terkait pengaturan pemalsuan dokumen dapat kami jelaskan sebagai berikut :

Pengaturan terkait pemalsuan dokumen dapat ditemukan pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Pasal 263 KUHP menyebutkan bahwa :

(1) Barang siapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun.
(2) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian.

Selanjutnya, di dalam Pasal 264 KUHP ditegaskan bahwa:

(1) Pemalsuan surat diancam dengan pidana penjara paling lama delapan tahun, jika dilakukan terhadap:
1. akta-akta otentik;
2. surat hutang atau sertifikat hutang dari sesuatu negara atau bagiannya ataupun dari suatu lembaga umum;
3. surat sero atau hutang atau sertifikat sero atau hutang dari suatu perkumpulan, yayasan, perseroan atau maskapai:
4. talon, tanda bukti dividen atau bunga dari salah satu surat yang diterangkan dalam 2 dan 3, atau tanda bukti yang dikeluarkan sebagai pengganti surat-surat itu;
5. surat kredit atau surat dagang yang diperuntukkan untuk diedarkan;

(2) Diancam dengan pidana yang sama barang siapa dengan sengaja memakai surat tersebut dalam ayat pertama, yang isinya tidak sejati atau yang dipalsukan seolah-olah benar dan tidak dipalsu, jika pemalsuan surat itu dapat menimbulkan kerugian.

Jadi berdasarkan pasal-pasal tersebut maka terkait permasalahan saudara, tindakan melakukan tanda tangan/memalsukan dokumen dapat dijerat hukum/terkena hukuman pidana walaupun tidak menimbulkan kerugian. Hal ini dikarenakan kata "dapat" pada pasal-pasal tersebut berarti, bahwa baru kemungkinan saja akan ada kerugian, pelaku dapat dihukum atas dasar pemalsuan surat. Kerugian di sini tidak hanya berupa kerugian materiil, tetapi juga kerugian imateriil. Terlebih lagi jika yang dipalsukan adalah akta-akta otentik ancaman hukumannya lebih berat.

Walaupun perbuatan tersebut merupakan atas perintah pimpinan, maka dapat kami jelaskan bahwa tindakan seseorang yang dapat dikenakan suatu tuntutan pidana adalah apabila perbuatan atau tindakan tersebut bertentangan atau melawan ketentuan perundang-undangan yang berlaku dan disertai ancaman sanksi pidana bagi pihak yang melanggar ketentuan perundang-undangan tersebut. Maka terkait perbuatan pemalsuan walaupun diperintah pimpinan dapat dijerat hukum karena tindakan pemalsuan merupakan perbuatan yang dilarang PUU serta ada ancaman pidananya, kecuali dia dipaksa dalam ancaman.

Demikian semoga penjelasan di atas dapat mencerahkan.

Iva Shofiya, S.H., M.Si.
Penyuluh Hukum Ahli Madya Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Kemenkumham,

Tentang detik's Advocate

detik's advocated

detik's Advocate adalah rubrik di detikcom berupa tanya-jawab dan konsultasi hukum dari pembaca detikcom. Semua pertanyaan akan dijawab dan dikupas tuntas oleh para pakar di bidangnya.

Pembaca boleh bertanya semua hal tentang hukum, baik masalah pidana, perdata, keluarga, hubungan dengan kekasih, UU Informasi dan Teknologi Elektronik (ITE), hukum merekam hubungan badan (UU Pornografi), hukum internasional, hukum waris, hukum pajak, perlindungan konsumen dan lain-lain.

Identitas penanya bisa ditulis terang atau disamarkan, disesuaikan dengan keinginan pembaca. Seluruh identitas penanya kami jamin akan dirahasiakan.

Pertanyaan dan masalah hukum/pertanyaan seputar hukum di atas, bisa dikirim ke kami ya di email: redaksi@detik.com dan di-cc ke-email: andi.saputra@detik.com

Semua jawaban di rubrik ini bersifat informatif belaka dan bukan bagian dari legal opinion yang bisa dijadikan alat bukti di pengadilan serta tidak bisa digugat.

Lihat juga Video: Kapolda Metro Ungkap Bocornya Dokumen KPK Memiliki Unsur Pidana

[Gambas:Video 20detik]



(asp/asp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads