Terdakwa kasus revenge porn, Alwi Husen Maolana, mengajukan permohonan banding atas putusan vonis Pengadilan Negeri (PN) Pandeglang, Banten. Pihak Alwi kecewa kepada majelis hakim selama proses persidangan.
"Kami hanya menilai lebih kepada due process of law. Due process of law itu menurut kami tidak terpenuhi, maksud Pasal 54 KUHAP, yaitu soal hukum acara, yang kedua Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang menyatakan seorang warga negara didakwa wajib untuk mendapatkan bantuan hukum, kami menilai proses tersebut itu terlepaskan dari hak-hak si Alwi," kata pengacara terdakwa revenge porn, Ayi Erlangga, di Pandeglang, Kamis (20/7/2023).
Ayi mengatakan, selama proses persidangan di Pengadilan Negeri Pandeglang, terdakwa tidak diberikan hak bantuan hukum oleh negara. Hal itu, menurutnya, tidak sesuai dengan prosedur undang-undang, yang seharusnya dalam instrumen persidangan itu harus ada majelis hakim, jaksa penuntut umum (JPU) dan pengacara. Namun Pengadilan Negeri Pandeglang tidak memberikan bantuan hukum kepada terdakwa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itu tidak dilakukan (oleh pengadilan), bagi kami kenapa kami masuk di ujung karena ada kepentingan atau membela prilaku dari terdakwa, bukan. Akan tetapi kami lebih mengawal bagaimana proses hukum acara tersebut bisa terlaksana dengan benar menurut prosedur undang-undang. Karena kami berkesimpulan ini bisa saja terjadi kepada terdakwa selain Alwi nanti ke depan," terangnya.
Ayi juga menilai adanya kekeliruan majelis hakim dalam memberikan hukuman tambahan larangan mengakses internet selama 8 tahun. Menurutnya, hal itu, merupakan ultra petita atau melampaui wewenang majelis hakim. Sebab, menurutnya, hukuman tambahan itu tidak ada dalam tuntutan jaksa penuntut umum (JPU).
"Ada yang menurut kami aneh dengan dilakukan oleh hakim, yaitu melampaui wewenangnya, yaitu soal hukuman tambahan selama 8 tahun tidak boleh menggunakan elektronik berbasis internet, padahal itu tidak dimintakan di dalam tuntutan jaksa penuntut umum. Akhirnya kami selaku praktisi hukum menganalisis bahwa telah terjadi yang namanya ultra petita dari majelis hakim," katanya.
![]() |
"Kalau dari komentar soal humas PN Pandeglang itu terobosan hukum, menurut kami salah, itu bukan terobosan hukum, namun melampaui kewenangan ultra petita yang terjadi yang dilakukan oleh majelis hakim," tambahnya.
Soal vonis 6 tahun yang telah diputuskan oleh majelis hakim terhadap terdakwa, ia mengaku tidak mempersoalkan hal itu. Yang terpenting menurutnya dalam hal ini majelis hakim menjalankan proses persidangan dengan benar.
"Kami yang pertama soal dihukum berat atau ringan itu wewenangnya majelis hakim tidak ada masalah bagi kami, itu nggak jadi masalah selama proses hukum acaranya dijalankan dengan benar, prosedurnya memang dilaksanakan," katanya.
Diketahui dalam perkara ini, terdakwa Alwi Husen Maolana telah divonis 6 tahun penjara oleh Majelis hakim pengadilan Negeri Pandeglang atas kasus yang menjeratnya. Alwi juga dikenai denda sebesar Rp 1 miliar subsider kurungan tiga bulan penjara. Tak hanya itu, majelis hakim juga memberikan hukum tambahan kepada terdakwa tidak boleh mengakses internet selama 8 tahun.
(dnu/dnu)