Peneliti Ahli Utama bidang Virologi dan Biologi Molekuler, BRIN, Prof Dr drh Ni Luh Putu Indi Dharmayanti MS memaparkan dinamika perkembangan virus avian influenza di Indonesia. BRIN mengaku akan meningkatkan riset terkait avian influenza.
BRIN memaparkan rencana kesiapsiagaan pandemi, diantaranya meningkatkan riset hingga mengembangkan vaksinasi dan meningkatkan surveilence.
"Kesimpulan bahwa untuk the goals for the pandemic preparedness plan itu direncanakan yang pertama tentunya meningkatkan riset, mengkarakterisasi pantogennya, surveilance untuk mengidentifikasi sebelum dia menjadi mengancam kita. Kemudian memperpendek timelines antara pantogen emergence atau outbreak onsetnya dengan kandidat diagnostik yang akan kita kembangkan ataupun medical countermeasures seperti therapeutics ataupun vaksin yang kita kembangkan. Kemudian menjembatani atau mengeliminasi, mengurangi existing gaps yang ada di reasearch, infrastruktur dan teknologi, dan terkait mengexpand pre-clinical and clinical testing capacity kita," kata Indi, dalam webminar bertajuk "Menakar Potensi Influenza sebagai Next Pandemi", yang disiarkan di YouTube BRIN Indonesia, Kamis (20/7/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Awalnya BRIN meneliti virus avian influenza pada tahun 1983, kemudian pada tahun 2003 ditemukan isolate virus H5N1 pertama kali di peternakan ayam telur di Blitar. Kemudian pada tahun 2004 dilakukan vaksinasi pada unggas, tetapi masih menyebar.
Selanjutnya pada 2005 terdapat kasus infeksi pertama H5N1 pertama pada manusia. Selanjutnya pada tahun 2004-2005 pemerintah mengubah vaksin homolog menjadi vaksin heterolog, ketika wabah H5N1 dipakai isolate H5N2 sehingga wabah tersebut terjadi tetapi pada tahun 2006 ditemukan pertama kali antigenic drift dari H5N1 dimana hal tersebut adalah virus yang ditemukan dari peternakan ayam yang sudah intensif dilakukan vaksinasi H5N2. Pada saat itu muncul perkembangan virus H5N1 divaksin dengan H5N2 terjadi virus baru yang mengalami antigenic drift sehingga tidak bisa lagi dikendalikan vaksin.
Selanjutnya pada 2007 terjadi perubahan kebijakan vaksin heterolog H5N2 kembali ke isolate lokal H5N1. Selanjutnya pada tahun 2007 pertama kali diidentifikasi virus reassortan, dimana gen NS berasal dari virus H3N2 dan manusia. Saat itu peneliti BRIN menemukan di virus unggas di sekitar manusia yang teridentifikasi H5N1, itu merupakan pertama kali reassortan yang terdeteksi di Indonesia.
Kemudian pada tahun 2018 BRIN melakukan penelitian terkait kontaminasi virus H5N1 di pasar unggas hidup. Selanjutnya pada 2016-2017 ditemukan identifikasi terkait H9N2, dan pada tahun 2018 BRIN menemukan pertama kali ada reassortant antara virus H5N1 dan H9N2.
"Bayangkan yang terjadi begitu dinamisnya virus ini mulai awal virus ini ditemukan sampai tahun 2018," kata Indy.
"Di 2022, sekarang juga masih berlangsung penelitiannya, kita menemukan juga banyak sekali reasortan-reasortan, sepertinya sudah jarang sekali kita menemukan virus original, yang kita temukan adalah reasortan-reasortan virus. Nah yang unik bagaimana untuk selanjutnya, apakah ini akan terjadi dominasi oleh virus reasortan dan atau virus-virus baru yang mempunyai keganasan-keganasan tersendiri," katanya.
Indi mengatakan, pemerintah akan melakukan sejumlah langkah sesuai arahan WHO. Diketahui WHO telah mengeluarkan influenza risk assesment tool pada tahun 2016 untuk mengestimasi resiko pandemic influenza dari strains yang baru.
"Pertama kita lakukan receptor binding properties, kedua, genomic characteristicnya seperti apa, transmisi in animal models, susceptibility to antiviral treatment, human infection, disease sverity, population immunity, geographic distribution in animal dan juga infeksi dari animal itu sendiri sejauh apa," ujarnya.
"Ini adalah tools yang dapat kita lakukan untuk menakar, apakah nanti influenza menjadi suatu cikal bakal pandemi selanjutnya," katanya.
Ia menekankan, tidak ada yang dapat mengetahui kapan terjadinya pandemi virus. Namun, menurutnya masih dapat dilakukan prediksi, menyusun strategi, maupun melakukan pencegahan, dan menyiapkan vaksinasinya.
"Tidak ada yang tahu pandemi itu yang akan datang seperti apa dan akan disebabkan oleh bagaimana yang akan terjadi, ya kita tidak akan pernah tahu, tapi kita bisa memprediksi, bisa memplaningnya, bisa memitigasinya, termasuk bagaimana kita mengembangkan vaksin planningnya seperti apa, kemudian bagaimana nanti kita mengantisipasi pandemi tersebut, infeksinya seperti apa sehingga akan mengurangi dampak pandemi itu sendiri," kata Indi.
BRIN lalu memaparkan sejumlah langkah mitigasi, yaitu dari mulai melakukan pengamatan hingga meningkatkan riset.
"Bagaimana memitigasi tentunya langkah-langkah yang dilakukan untuk memitigasi yaitu bagaimana kita melakukan better surveilance, global pandemic response plan that are executed, mengembangkan broadly acting antivirals yang juga sedang kita lakukan di penelitian kita, mengembangkan diagnostistic dan juga intervensi non farmasi lainnya," katanya.
Sementara itu, Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI yang juga mantan Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan Kemenkes mengusulkan agar Indonesia yang kini sebagai Ketua ASEAN untuk bekerjasama dengan negara lain mengendalikan virus influenza. Hal itu untuk mengantisipasi dampak buruk berkembangnya virus influenza yang biasanya ada pada unggas, namun sekarang dilaporkan sudah mulai menular ke binatang mamalia, anjing, kucing. Hal itu berdasarkan pernyataan WHO yang berujudul 'ongoing avian influenza outbreaks in animals pose risk to humans'.
"Pada 12 Juli mereka mengeluarkan statement tentang ongoing avian influenza outbreaks in animals pose risk to humans antara lain karena sudah menyebar ke mamalia, anjing, laut, kucing dan segala macam, jadi ujungnya akan mungkin saja ada virus baru yang mungkin juga lebih berbahaya bagi hewan dan juga bagi manusia," kata Tjandra.
"Informasi terakhir pada 12 Juli (merujuk pernyataan WHO), karena semua penyakit menular tidak punya border, maka, WHO sih usulnya menganjurkan negara-negara bekerja bersama. Makanya saya mengusulkan mumpung kita sedang menjadi Keketuaan ASEAN bagus kalau kita juga memanfaatkan peran kita sebagai Ketua ASEAN mengendalikan salah satu virus influenza ini supaya jangan berkembang," kata Tjandra.
Selain itu, ia meminta agar pemerintah melakukan langkah pencegahan terkait potensi pandemi.
"Pertanyaannya kan 'can influenza trigger a human pandemic?' jadi ini artikel 31 Mei 2023, baru beberapa bulan yang lalu. WHO masih menyebutkan, walaupun WHO Eropa ya 'memang ada peningkatan kasus avian influenza outbreak beberapa waktu terakhir ini, ini akan mengganggu peternak, food security dan internasional trade. untuk mencegah persoalan ini menjadi lebih buruk, maka kita tetap harus waspada, melakukan prevention, dan sebagainya'," katanya.
"Artinya apa pertanyaannya ini jawabannya agak nggak nyambung sebenarnya karena tidak menjawab pertanyaan yang dia buat sendiri. Karena seperti yang saya sampaikan kita tidak bisa 100% tahu pasti apakah avian influenza itu akan menjadi pandemi atau tidak, tapi kalau bicara potensi itu memang potensi itu ada, makanya kita tetap harus prevention, preparedness, dan response yang perlu dilakukan," katanya.
Ia mengaku tak berharap ada pandemi influenza lagi. Namun ia berharap nantinya pemerintah dapat meningkatkan langkah pencegahan dan survailance.
"Jadi kita sudah tahu bahwa pandemi influenza merupakan salah satu potensi yang mungkin saja terjadi tapi belum tahu kapan, dan kita tahu kalau sudah terjadi pandemi maka kapasitas orang, tenaga, vaksin, akan kelabakan, kalau terjadi pandemi, karena itu preparing for pandemic ini menjadi sangat penting dalam hal vaksin," katanya.
(yld/dhn)